webnovel

Terlahir Kembali atau Transmigrasi?

"Tidak, aku mengingat semua nya Ayah, ibu, aku mengingat semua nya. Aku terbunuh di hotel Treasure, tepat di dalam gedung pernikahan itu. Aksa? Dimana Aksa? Dan Alan, kemana mereka semua?" Rein memberi pertanyaan bertubi-tubi tubi itu pada orang tuanya, ia bahkan terlihat seperti orang gila karena membicarakan hal yang bahkan tidak masuk akal.

Ayah dan ibunya hanya menggeleng kan kepala nya pasrah, bingung dengan sikap anaknya pagi hari itu. Bahkan mereka mengatakan jika Rein sedang mengigau, Rein mundur beberapa langkah lalu pergi mengunci dirinya di dalam kamar. Berusaha untuk mengingat kembali apa yang telah ia kerjakan dan apa yang membuat dia kembali.

"Rein, kamu akan terlahir kembali!" Rein mulai berpikir keras, ia bahkan terus bergumam jika dirinya tidak gila. Dia bahkan masih mengingat kala detik detik terakhir dia hidup. Namun yang menjadi permasalahan pada dirinya hanya satu, ia melupakan siapa orang yang membunuh nya di hari spesial itu? Siapa yang juga begitu mencintai Aksa hingga mengharuskan dia untuk mati?

"Noa, aku akan bertanya pada Noa." Rein bergegas membuka pintunya lalu menuju kamar adiknya, Noa. Adik satu satu nya itu pasti akan jujur padanya. Noa adalah adik laki laki Rein yang berusia 15 tahun, dan juga merupakan satu satu nya adik dari Rein. Rein begitu berusaha keras membuka kunci kamar Noa, hingga ia merusak gagang pintu itu. Noa yang melihat dari dalam kamar hanya membuka mulutnya tidak percaya, Rein termasuk gadis yang lemah lembut. Tidak mungkin jika ia menjadi sangat kuat sekarang bukan?

"Noa, please tell me. Apa kamu mengingat saat kakak meninggal? Apa kamu mengingat saat kakak akan menikah? Aksa? Apa kamu mengenal tuan Aksa?"

"Kak Rein, are you crazy? You're not sick right? Sedari kemarin kakak hanya dirumah, dan juga pernikahan? Siapa akan menikah? Kakak bahkan tidak memiliki pacar sekalipun, bagaimana hendak menikah? Dan Aksa? Siapa itu Aksa? Kakak tidak pernah memberitahu kami tentang Aksa," jawab Noa panjang lebar. Tangan nya tidak berhenti terus menggenggam tangan Rein, dan memang begitu kebiasaan apabila berbicara dengan kakaknya.

Rein menunduk pelan, tidak ada yang mengingat nya. Sama sekali tidak ada yang mengingat masa lalu nya. Pikir nya dia akan frustasi, dia masih mempertimbangkan perkataan Rein itu, jika ia terlahir kembali maka ambil segalanya yang telah direbut. Namun tidak ada yang mengingat nya, bagaimana caranya memberi tahu?

"Noa, tolong jangan bercanda pada kakak. Apa kalian sama sekali tidak ingat kematianku? Atas kasus pembunuhan? Dan juga Aksa, dia adalah kekasihku tidak mungkin kalian melupakan nya juga," Rein ingin memastikannya lagi. Ia sangat kebingungan.

"kakak, tolong berbicaralah dengan benar. Aku sama sekali tidak mengerti apa yang kakak maksud. Tidak sama sekali, bahkan jika kakak menjelaskan kembali aku tidak akan percaya. Sejak kapan kakak meninggal? Dan sejak kapan juga kakak memiliki pacar? Jika kakak sakit maka Noa siap untuk menemani kakak ke rumah sakit, ayolah," ucap Noa miris. Ia kembali menggenggam tangan Rein, Rein terus memutar otak nya.

Tidak mungkin jika ia kembali hidup tanpa ada yang mengetahui nya. Seseorang pasti ada yang mengingat nya. Noa mulai merasa aneh, lalu bertanya sejak kapan Rein memiliki cincin berlian dan juga gelang benang merah itu?

Meskipun mereka dari keluarga kaya tetap saja cincin berlian seperti itu hanya dimiliki oleh ibu, Noa menjelaskan arti dari gelang benang merah itu. Merah merupakan simbol keabadian dan juga kesetiaan, jadi gelang benang merah memiliki maksud janji dan pengikat jika ia akan setia selamanya. Dan gelang benang merah itu hanya dimiliki oleh orang yang sudah berumah tangga, dan biasa diberikan sehari sebelum resepsi dimulai.

"Noa, kamu melihat nya bukan? Aku sudah menikah, aku menikah dengan Aksa. Namun aku dibunuh saat resepsi pernikahanku, aku tidak dapat mengingat kejadian itu sepenuh nya. Aku bahkan tidak ingat siapa yang membunuhku saat itu," ucap Rein antusias, namun lain dari nalar nya, Noa bahkan semakin beranggapan jika Rein semakin gila.

"Lalu mengapa kakak masih hidup? Jika iya kakak dibunuh, kenapa kakak masih sehat sekarang? Kakak saja menangis histeris saat melihat darah nyamuk yang kakak bunuh, apalagi darah pembunuhan kakak, tidak mungkin kakak melupakan itu. Jadi berbicara yang masuk akal saja okay?" Noa hilang kesabaran menghadapi kakaknya. Ia melanjutkan permainan di komputernya.

Rein berdiri pelan, lalu kembali ke kamarnya dengan perasaan yang campur aduk. Ia ingin mengetahui Semuanya, dimulai saat ia dibunuh, siapa yang membunuh nya saat itu dan kenapa? Dimana Aksa sekarang? Dan juga Alan?

"Alan? Ya mungkin Alan mengingat nya, bukankah Alan tidak pernah melupakan aku?" pikirnya.

Rein kembali membuka pintu kamar Noa dengan tergesa gesa. "Noa, apa kamu mengenal Alan?" Noa mengangguk cepat, tidak mungkin dia tidak mengenal Alan, seorang sahabat terdekat Rein setelah Sarah.

"Kak Alan itu sahabat kakak sendiri, 'kan? Jahat banget kalau lupa mah." Jarinya tetap berkutik pada komputernya. "Kalau udah sukses, jangan lupa temen, Kak. Masa Dateng kalo butuh doang?" goda Noa. Adiknya memang seperti itu, no akhlak detected.

Mendengar penuturan Noa, Rein begitu antusias, ia langsung bergegas menuju kamar nya lalu mulai berpikir tentang Alan. Kemana dia? Apa dia akan percaya? Apa dia akan mengingat nya juga?

Rein turun ke dapur untuk sekedar mengambil air, sejak mengusut masalah tersebut ia bahkan tidak meminum setetes air. Dia begitu haus karena berpikir begitu banyak dan semenjak ia menjadi hantu. Eh, tidak. Dia terlahir kembali?

Rein ingat, ia pernah menonton drama korea yang beralur tak jauh beda seperti ini. Dengan mengambil tema transmigrasi dan mengangkat kepercayaan Jepang kuno. Rein, ingat bahwa orang yang berada di tempat kejadian bisa mengingat dirinya. Ia membaca beberapa artikel terkait hal itu. Dan, benar.

Alan, mungkin dia mengetahuinya?

Rein mengambil kunci mobil, bersiap menuju apartemen Alan yang membuat Ibu bertanya, "mau kemana, Rein?"

"Ada urusan, sebentar doang kok." ujar Rein. Entah mengapa, ibunya makin khawatir mengingat Alan adalah seorang psikiater yang handal. Ia takut bunga hatinya itu memiliki masalah, "Rein jika kamu sakit katakan pada ibu, ibu khawatir jika kamu terus terusan bertingkah aneh seperti ini sayang," ibu mengusap rambut Rein sambil menatap lembut wajah anaknya tersebut.

"Tenang aja, Ma. Aku mau keluar sebentar, ngasih tau sekretaris aku buat undur acara makan malam sama klien. Abis itu aku mau ke Alan." Ibunya hanya tersenyum.

"Okay, silahkan sayang. Hati-hati."