webnovel

Perjalanan Cinta Riza

Riza dengan sabar menunggu kalimat yang akan diucapkan sahabatnya. "Aku suka kamu, Za" Semburat merah jambu kembali menghiasi pipi Riza, ia terkejut dan tak kuasa menahan glenyer yang tiba-tiba muncul di hatinya saat Akmal mengungkapkan perasaannya. "Aku tahu ini tak boleh karena kita tidak diperbolehkan untuk berpacaran. Tapi aku tak kuasa lagi untuk menyimpan rasa ini. Rasa yang tiba-tiba datang sejak pertama kali kita bertemu." Akmal tersenyum getir "Kamu tidak harus menjawabnya, Za. Aku hanya ingin kamu tahu isi hatiku. Jika kamu mempunyai rasa yang sama terhadapku maka berjanjilah untuk menjaga hatimu hingga kelak aku meminangmu" Riza menundukkan wajahnya semakin dalam. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya jika dalam posisi seperti ini. Bagaimana ia harus bersikap?. Hatinya terus berdzikir karena jantungnya seperti hendak meloncat-loncat. Akmal melirik Riza yang masih menundukkan kepalanya, gadis itu menatap ujung sepatu flatnya lurus-lurus. Dirinya tahu posisi mereka sedang sulit karena harus menahan gejolak, Allah memberikannya anugrah dengan mengirimkan rasa suka dihatinya. Tetapi mereka harus mampu meredamnya dengan menghindari pacaran dan bermunajat hanya pada Nya hingga suatu saat munajatnya itu akan didengar oleh Allah dan memberikan jalan yang mudah untuk mereka bersatu dalam ikatan pernikahan.

Mairva_Khairani · Teen
Not enough ratings
28 Chs

Mam Najmi dan Pap Toni

Bismillah...

"Hai Faiz, besok ke rumahku ya"

Akmal mengundang Faiz ke rumahnya setelah sebelumnya mengucapkan salam lewat saluran telpon.

"Oke Mal, insyaallah. Besok sharelock aja ya, biar aku nggak nyasar"

"Asiyaap, bro" Jawab Akmal sambil tergelak, dan mematikan saluran telpon setelah mengakhirinya dengan salam. Senyum Akmal mengembang, sekarang tinggal menelpon pujaan hatinya.

"Assalamualaikum, Mal" Jawab suara di sebrang sana.

"Waalaikumsalam, Za. Besok pukul 8.00 siap-siap ya, Arda bakal nyamper ke kostanmu. Aku mengundang Arda dan dirimu karena di rumah insyaallah akan ada acara" Akmal menutupi hatinya yang membuncah mendengar suara gadis itu.

"Ooh.. insyaallah ya, Mal", seperti biasa Riza tak banyak bertanya dan bicara.

****

"OMG... Kenapa senyum-senyum sendiri sih adek mba yang ganteng ini?" mba Zihan menjawil hidung Akmal.

"Perasaan yang mau ada acara dan di khitbah tuh mba deh, kenapa adek mba yang sepertinya salah tingkah nggak jelas yaaa", lanjutnya

Mam dan pap yang tadinya sedang mengontrol orang bekerja menata rumah agar lebih rapi ikut mengalihkan perhatian berganti menatap Akmal, mendengar mba Zihan menggodanya.

"Ehem.." Akmal berdehem menghilangkan grogi karena tingkahnya membuat anggota keluarganya jadi memperhatikan gerak geriknya. Kemudian memasang cengiran khasnya

"Iya, bener. Ada apa nih dengan anak laki-laki kesayangan, mam" Mam Najmi langsung saja menghampiri Akmal, lengannya merengkuh lengan Akmal dan menggandengnya ke shofabed di ruang keluarga.

Beberapa asisten rumah tangga yang sedang menyiapkan tempat dan hidangan untuk acara syukuran selesainya masa koas mba Zihan dan dilanjut dengan acara khitbah mas Rizki, hanya senyum-senyum saja melihat tingkah anak beranak tersebut

Mba Zihan terkekeh pelan melihat mam Najmi yang mulai kepo.

"Itu tuh mam...."

"Mba !!!!

Akmal menatap mba Zihan kesal

"Anak mam sama pap udah mulai naksir-naksiran tuh"

"Apaan sih, mba?

Akmal berlari ke lantai 2 mengejar mba Zihan yang tadi langsung berlari ke arah kamarnya.

"Buka pintunya,mba!!, buka!!, mba tuh ngeselin banget sih!!" Rutuk Akmal

****

"Za, kamu dapat undangan dari Akmal?"

Faiz bertanya dari sebrang sana melalui sambungan telpon genggam.

"Iya, Arda juga. Tadi udah janjian di halte biasa. Aku nggak tahu rumah Akmal soalnya.

Sebelumnya Wardah menelpon Riza untuk janjian di halte biasa karena niatnya yang mau menjemput Riza ke kostannya urung.

"Ya sudah aku ikut sekalian ya. Tunggu di sana"

"Iya, sebentar lagi aku mau otw nih.

"Iya..iya, ini aku udah di jalan raya, tingal naik angkot"

Riza mematikan sambungan telponnya setelah Faiz mengucapkan salam

Akhir-akhir ini Riza merasa agak aneh dengan sikap Akmal terhadapnya. Terkadang dirinya memergoki sahabatnya itu sedang mencuri-curi pandang bahkan menatapnya dengan tatapan yang ia sendiri tak mengerti artinya.

Selama ini dirinya tak ingin memikirkan terlalu jauh ataupun berprasangka. Bahkan perhatian-perhatian kecil juga sering didapatnya baik secara langsung maupun lewat WA. Terkadang dihari-hari libur Akmal datang ke kostan hanya untuk mengantarkan makanan-makanan kecil yang katanya dibuat oleh mamnya kemudian langsung pulang lagi.

Dirinya bukan tak peka terhadap sikap Akmal selama ini, tapi ia selalu ingat bahwa niatnya bersekolah jauh dari ibunya berada karena ingin menjadi orang yang sukses kelak. Jadi ia tak ingin konsentrasinya terganggu hanya karena masalah-masalah sepele.

Akmal memang baik, bahkan sejak pertama kali dirinya berkenalan dulu. Saat ia bingung dan canggung masuk ke sekolah barunya karena sifatnya yang pendiam dan pemalu, Akmal lah yang mengajaknya berkenalan dengan teman-temannya yang lain. Sejak itu pula mereka menjalin persahabatan ditambah dengan kehadiran Wardah dan Faiz.

Tapi sikap baik dan periangnya itu akan berubah jika dirinya mendapatkan benda-benda kejutan dari si pengagum rahasia. Walaupun Akmal mencoba menutup-nutupi dengan mencoba bersikap biasa saja tapi sikapnya tak luput dari perhatian Riza.

"Stop! Stop, pak!". Teriakan Wardah pada pak sopir menyentakkan Wardah dari lamunannya.

"Udahan ngelamunnya?" Wardah berseloroh setelah Riza turun dari angkot terakhir kali.

Riza hanya membalasnya dengan senyuman sementara Faiz sedang memandangnya intens kemudian memalingkan wajahnya ketika Wardah berdehem.

"Ayo, udah pukul 8.30 nih" Wardah menunjuk jam tangan yang dipakainya.

Dirinya adalah anak pengusaha kuliner dan oleh-oleh yang tersebar di Jogja dan kota-kota sekitarnya. Sifatnya tidak jauh beda dengan Akmal, ia sangat easy going dan selalu berusaha melindungi Riza yang menurutnya lemah. Berbeda dengan dirinya yang tomboi dan mempunyai kemampuan beladiri JiuJitsu yang mumpuni.

Wardah sudah beberapa kali berkunjung ke rumah Akmal karena ternyata orang tuanya sudah saling kenal. Terkadang orangtua mereka terlibat kerjasama untuk urusan usaha, karena pap Akmal mempunyai bisnis hotel dan restoran sedangkan papi Wardah mempuanyai bisnis kuliner dan oleh-oleh.

"Waalaikumsalam"

Satpam di gerbang rumah Akmal menjawab salam mereka bertiga.

"Eh non Wardah, langsung masuk ke dalam saja ya lewat pintu samping. Sebagian tamu juga sudah beberapa yang datang". Lanjut pak satpam setelah mengetahui bahwa tamunya adalah Wardah teman dari tuan mudanya.

Wardah mengangguk dan tersenyum ramah "Iya, pak Edi. Saya ke dalam dulu ya"

"Silahkan, non" Pak Edi yang merupakan satpam rumah Akmal mempersilahkan.

"Assalamualaikum" Meraka bertiga mengucapkan salam setelah sampai di depan pintu samping.

"Waalaikumsalam" Seorang ibu-ibu cantik membalas salam mereka kemudian berjalan mendekat.

"Eh.. ini Arda?" lanjut ibu-ibu tadi dan langsung cipika cipiki. Wardah mencium punggung tangan wanita itu yang ternyata mama Akmal.

"Mam, ini Riza dan Faiz" Wardah mengenalkan kedua sahabatnya yang diangguki ramah oleh keduanya dan segera menyalimi tangan mam Najmi.

Mam Najmi membalas senyum mereka. "Waah cantiknya nak Riza" Mam Najmi menatap Riza lekat-lekat dan tak melepas genggaman tangannya. Riza tersenyum malu dan pipinya menyemburat pink karena kulitnya yang kuning langsat. Dirinya merasa kikuk dipuji mam Najmi di depan teman-temannya. Walaupun sudah sering ia mendengar pujian seperti itu dari orang-orang yang baru mengenalnya maupun yang berada disekitarnya

"Ko yang dipuji Riza aja, mam?" Wardah pura-pura merajuk manja. Ia sudah menganggap mam Najmi seperti orang tuanya sendiri.

"Iya...iya, Arda juga nggak kalah cantik ko, cuma kan mam udah sering lihat kalau Arda main ke rumah" Balas Mam Najmj sambil terkekeh.

"Hmmm..iya..iya deh. Mam maaf, mami sama papi nggak bisa kesini soalnya lagi ada keperluan keluar kota. Mereka titip salam aja buat mam sama pap".

"Eh.. ada apa nih ribut-ribut di depan pintu?. Ya Allah, mam.. itu tamunya disuruh duduk dulu baru diajak ngobrol". Pap Toni yang tiba-tiba berada di belakang mam Najmi mencoba mengingatkan.

"Lho ini Arda?, mana papi sama mami kamu?"

"Lagi ada acara keluar kota katanya, pap" Mam Najmi menjelaskan, dan diiyakan oleh Wardah

"Ooh begitu.. ayo sini, sini masuk. Sebentar lagi tamu-tamu akan lebih banyak yang datang. Cari tempat saja yang nyaman menurut kalian saja ya, pap mau ke depan nemuin tamu-tamu yang sudah hadir".

"Mam tinggal ke dapur dulu ya, mau ngecek-ngecek persiapan hidangan dulu. Sebentar lagi juga Akmal turun, tadi mau ganti baju katanya"

Pamit pap dan mam kemudian dan ketiganya mengangguk sopan.

Yah itulah kedua orang tua Akmal, selalu humble pada siapapun, membuat orang yang mengenalnya meskipun baru pertama kali akan merasa diterima. Sifat itu juga yang menurun pada mba Zihan dan Akmal. Kebayangkan gimana nyamannya menjadi keluarga mereka.

Akmalnya kemana ya?, lama banget keluarnya....

Assalamualaikum

Hai readers, terimakasih sudah membaca ya.

Maaf kalau jadi telat-telat update karena kesibukan author (^v^)