webnovel

Perjalanan Cinta KIRA

Shakira Chairunisa yang ingin menyelamatkan ayahnya dari kesalahan masa lalu, akhirnya setuju untuk menikah dengan seorang pemuda kaya usia 30 tahun bernama Ryan Adiantara, pemilik kerajaan bisnis Rich Tech Company. Pernikahan tanpa cinta yang dilandasi oleh dendam Ryan kepada ayah istrinya membuat kehidupan wanita berusia sembilan belas tahun itu hidup bagaikan dalam neraka. Ditambah dengan penyakit mental yang di derita Ryan, membuat semua menjadi semakin berat dari hari ke hari untuk Kira. Akankah keberuntungan berpihak pada Kira? Bisakah Kira bertahan dengan semua kesulitan yang dialaminya? Akankah Kira mampu memperjuangkan masa depan dan kebebasannya dari belenggu kekejaman Ryan? Mimpi untuk menjadi seorang scientist.. Akankah itu terwujud? Ikuti kelanjutan kisahnya dalam novel bergenre romantic - Perjalanan Cinta KIRA

Ri_Chi_Rich · Urban
Not enough ratings
102 Chs

Kantor

"Nyonya Muda.." Sari memegang tangan Kira

"Ah, Iya Sari.. Maafkan Aku, tadi Aku sangat kaget!" Kira tadi sempat menghentikan langkahnya dan terdiam. Kaget memikirkan apa yang baru diucapkan Sari.

"Mari, Nyonya Muda. Tuan Muda sudah menunggu Nyonya Muda di kantornya."

Kira mengangguk dan melanjutkan langkahnya.

Klek

Sari membukakan pintu mobil untuk Kira. Dan setelah Kira masuk, Sari menutupnya kembali. Berjalan mengitari mobil menuju pintu driver. Sari masuk, menyalakan mobil, dan mobil melaju meninggalkan parkiran Kampus.

Kira hanya memandangi pemandangan diluar melalui kaca mobilnya. Ingin rasanya Kira menjadi pepohonan di pinggir jalan. Bisa hidup bebas, tumbuh tanpa tekanan, menghirup udara kebebasan. Bahkan Kira iri melihat beberapa burung gereja yang bertengger di kabel listrik. Mereka bisa dengan bebas terbang tinggi, bertengger, tanpa ada yang merantai mereka. Rasa sesak didada Kira semakin tak tertahankan..

"Astaghfirulloh.." Hanya istighfar lagi-lagi yang di lafadzkan Kira didalam hatinya. Kira percaya akan kekuatan Do'a, Kira percaya semua ini tak akan terjadi tanpa kehendak Tuhan semesta alam. Kira percaya, hidup tak selamanya pahit.

"Astaghfirullohaladzim.. Maafkan Aku Ya Rob.. Aku hampir menyalahkanmu berlaku tak adil dengan semua yang telah terjadi dalam hidupku, padahal Engkaulah sang Maha Adil" Kira berbicara dalam hatinya. Dan senyuman kembali muncul dibalik niqobnya.

"Nyonya Muda, apa Anda baik-baik saja?" Sari yang mengamati Kira selalu diam sepanjang perjalanan, merasa khawatir.

"Aku gapapa, Sari.. Hanya gugup saja. Ini.. Pertama Kalinya Aku ke kantor..." Jawab Kira jujur.

Ini memang pertama kalinya Kira ke Kantor Ryan. Kira sedikit gugup. Menerka-nerka apa yang akan terjadi disana. Seperti apa kantor tempat Ryan bekerja. Bagaimana ruangan kerja Ryan. Apa Ryan nyaman bekerja disana. Hmm.. Yah, itu yang dipikirkan Kira. Kira tak berpikir Ryan akan menghukumnya di kantor. Karena Ryan selalu bersikap baik diluar kamar. Hanya di kamar, Ryan menghukum Kira kalau Kira berbuat salah.

"Nyonya Muda, Kita sudah sampai!"

Sari menunjukkan komplek gedung menjulang tinggi yang sangat megah dan besar. Disanalah Ryan bekerja. Kira hanya melongo melihat dari jendela.

"Sari, apa Kamu ga salah?"

"Haha.. Tentu saja tidak, Nyonya Muda.. Ini memang kantor Tuan Muda."

Kira hanya diam. Hatinya bersyukur Ryan memiliki tempat kerja yang baik. Kira khawatir, kantor Ryan seperti kantor ayahnya dulu.. Kecil, sempit, sesak penuh barang-barang, dengan bau asap rokok dimana-mana sangat tak sehat.

Sari sudah mematikan mesin mobil. Mereka sekarang ada diparkiran basemen. Sari keluar dari mobilnya, membuka pintu Kira dan membawakan tas Kira.

Berjalan ke depan lift berwarna gold. Memencet tombol, tak lama lift terbuka. Hanya ada satu nomor disana. Lantai empat puluh tiga.

TING

Pintu lift terbuka.

Lantai 43.

Sari keluar, diikuti Kira.

"Selamat Siang! Ada yang bisa saya bantu?" Seorang wanita muda menyapa dengan lembut ke Sari.

"Saya ingin bertemu Tuan Ryan. Mengantarkan Istri beliau."

Seketika wajah wanita di meja sekretaris menunjukkan wajah tak senang. Tapi, Dia langsung Memencet tombol dimejanya.

"Tuan, Istri Anda sudah ada didepan ruangan."

Menunggu jawaban.

"Baik, Saya mengerti."

Klik

Silahkan masuk kedalam. Tangannya menunjuk ke arah pintu yang di tuju. Wanita Itu tak tersenyum, justru kembali mengambil bolpoin, mengecek ulang kertas-kertas di mejanya.

"Terima Kasih." Sari menjawab dan pergi menuju pintu yang dimaksud.

TOK TOK TOK

klek

"Masuk!" Asisten Andi membuka pintu mempersilahkan Sari dan Kira masuk.

Kira sudah mengenal Asisten Andi. Dia bagaikan ekor Ryan yang selalu mengikuti kemanapum Ryan pergi. Kira sudah mengenalnya sejak hari pertama Kira bertemu Ryan. Kira bahkan lebih takut dengannya daripada Ryan.

Klek

Asisten Andi mentup pintu. Mengunci pintu setelah Kira dan Sari masuk kedalam.

"Hey, Mau apa Kau kemari?" Ryan duduk bersandar dikursi. Menatap ke arah Kira.

Kira yang masih kaget, hanya Diam. Bengong beberapa saat.

"Apa Kau ingin membuatku menunggu jawabanmu atau Aku mengulangi perkataanku?"

"Haaah!" Kira terkaget. Dia paham sekarang. Ryan marah. Marah didepan Asisten Andi dan Sari? Betulkah? Depan orang lain?

"Maaf Tuan Muda, Nyonya Muda kesini setelah saya mendapatkan telepon dari Asisten Andi bahwa Tuan Muda ingin bertemu Nyonya Muda di Kantor." Sari menjawab

"Awh... Sariiiiiii..." Kira menjerit dalam hatinya. Karena jawaban Sari.

"Apa Aku menyuruhmu menjawab?" Ryan Kini menatap Sari. Berdiri dari duduknya berjalan mengitari meja dan berdiri bersandar didepan meja kerjanya.

"Kenapa Kau ini? Kau yang datang kesini, Kau hanya diam! Apa Kau pikir Aku punya waktu untuk meladeni diammu padahal Aku masih punya banyak pekerjaan?" Ryan melipat kedua tangannya didadanya. Menatap tajam ke arah mata Kira.

"Maaf. Permisi." Kira berbalik ke belakang untuk keluar dari ruangan.

"Apa Aku menyuruhmu keluar?" Suara Ryan pelan dan merdu. Tapi sangat menusuk jantung Kira. Membuat wanita muda itu membalikkan badan lagi tak jadi pergi dari ruangan.

"Andi!" Satu kata dari Ryan sudah sangat berbahaya

Plaaaaaak.

"Astaghfirulloh haladzim!" Kira memekik melihat Andi menampar Sari hingga bibir wanita itu berdarah.

"Itu hukuman bagimu untuk menutupi rahasia diruang kelas dari Tuan Muda!" Andi bicara sambil menjambak Rambut Sari.

Plaaaaaak.

"Astaghfirulloh.." Kira sudah menangis dibelakang Sari.

"Itu hukamanmu yang ingin menutupi tak mendampingi Nyonya muda di ruang praktikum!" Andi melanjutkan perkataannya.

Kini Dia ke arah belakang, mengambil hiasan Kayu berupa batang daun, berjalan dari arah belakang Sari mengayunkan benda itu

Plaaaak

Kira.. Ya, Kira yang menerima pukulan itu. Kira berlari refleks menjadikan tubuhnya sendiri sebagai tameng supaya Kayu tadi tak mengenai tubuh Sari.

"Nyonya Muda.. Nyonya Muda.." Sari jongkok, mencoba membangunkan Kira. Airmatanya menetes melihat adegan tadi. Kira terjatuh. Pukulan Asisten Andi lebih menyakitkan daripada pukulan yang selalu Ryan layangkan di kamar untuk menyiksanya.

"Aku mohon padamu.. Hukum saja Aku. Jangan sakiti Sari. Ini bukan salahnya!" Kira berkata dengan Nada cukup tinggi ke arah Asisten Andi. Matanya berani menantang Asisten Andi, menunjukkan kemarahan Kira.

Suara Kira parau. Dadanya sesak menahan tangis. Kira masih sempat mengambil tissue basah dari tasnya menghapus darah dibibir sari. Dan menempelkan tissue basah lagi di pipi Sari. Tissu basah agak dingin. Itu bisa seperti kompres mengurangi sakitnya begitu pikir Kira.

Kira bersusah payah berdiri, menahan semua sakitnya, tanpa menunjukkan gerakan kesakitan. Dia berusaha berdiri senormal mungkin. Memberikan tangannya ke Sari dan Sari juga berdiri.

Kira menatap ke Asisten Andi

"Urusanmu denganku, bukan dengan Sari!" Kira menarik lengan Sari, berjalan ke arah pintu.

Klek

Kira membuka kunci pintu.

"Pergilah, Sari!"

"Nyonya Muda.."

"Aku bilang pergi. Pulanglah! Anak dan Suamimu akan sedih melihatmu penuh luka! Pergilah!"

Kira mendorong Sari keluar. Menutup dan mengunci kembali pintu ruangan CEO.

Berbalik menatap Asisten Andi. Mengambil Kayu yang tadi dipakainya memukul Sari.

"Pegang ini! Kau mau memukul, kan? Pukul saja Aku! Itu bukan salah Sari! Dia sudah sangat baik mengerjakan tugasnya! Kau laki-laki tak tahu malu, beraninya memukul wanita seperti itu! Inih, ambil! Cepat pukul Aku kalau itu memang hukuman untuk Sari!" Kira bicara seperti kesetanan. Sangat galak. Bukan Kira yang biasanya. Ryan hanya memperhatikan Kira dan Andi tanpa mengeluarkan kata apapun. Dia sangat tertarik melihat sisi lain Kira, yang tak pernah dilihatnya sebelum hari ini.

Asisten Andi mundur menjauhi Kira.

"Kenapa Kau mundur? Bukan Kau ingin memukul?" Kira semakin maju.

"Ehm.. " Asisten Andi kehabisan kata-kata. Baru kali ini Dia bertemu dengan wanita seperti Kira. Biasanya semua akan menunduk kalau Dia marah.

"Jadi Kau tak ingin memukulku lagi?"

Asisten Andi semakin mundur hingga mentok ke tembok.

"Baiklah Aku yang memukulmu Kalau Kau tak ingin memukulku!"

Kira mengayunkan Kayu tadi, tapi bisa ditahan dengan Asisten Andi. Ini dengan cepat dimanfaatkan Kira, yang berlari kearah tembok. Kakinya menaiki tembok seperti cicak berjalan ditembok, dengan Kira menaruh keseimbangan badannya pada tangannya yang memegang kayu. Lalu kakinya yang setengah berlari ditembok, menendang kepala Asisten Andi dengan kencang. Dan Kira membuat gerakan melingkar menarik tubuhnya melayang memutari kayu dibawahnya sebelum Kakinya kembali menyentuh lantai. Sukses, yang dilakukan Kira, membuat Asisten Andi tersungkur di lantai dan menimbulkan luka berdarah dibibirnya.

"Aku peringatkan Kau sekali lagi, jangan coba-coba memukul Sari seperti tadi. Atau Aku juga tak segan memukulmu!" Kira bicara cukup dekat dengan Asisten Andi dengan nada mengancam.

"Dari mana Kau belajar gerakan seperti itu?"