webnovel

Kemampuan Pendeta Agung

Meski umur sang ratu masih lebih muda dari nyonya Anastasia, sudah termasuk rahasia umum kalau dia punya riwayat kesehatan yang buruk. Bahkan kabarnya beliau hampir benar-benar pergi saat melahirkan pangeran ketiga, Alex.

Awal mula Anastasia bisa dekat dengannya juga karena dia termasuk salah satu orang yang biasa membuat obat untuk sang ratu. Makanya saat mengikuti kepala pendeta untuk pergi ke kamar sang ratu, nyonya Anastasia juga diizinkan untuk ikut masuk--Sehingga dengan itu, Arina pun juga ikut memaksakan dirinya masuk meski dia cuma bisa berdiri di pinggir supaya tidak terlalu menarik perhatian dan mengganggu.

Tapi entah bagaimana keadaannya beberapa menit lalu, keadaan ratu sudah tidak terlalu parah saat mereka datang. "Aduh, semuanya sampai datang segala. Padahal Aku sudah tidak apa-apa." Kata wanita lemah itu sambil berusaha tersenyum. Dia bahkan sempat melirik ke arah Arina, sehingga Arina harus membalas membungkuk padanya.

"Ibunda!" Teriak seseorang lagi yang juga menyerbu masuk. Tidak seperti para pangeran yang batang hidungnya tidak juga muncul, sepertinya tuan putri Iris masih punya rasa peduli terhadap ibunya. "Ibu tidak apa-apa? Aku dengar ibu sakit lagi." Katanya yang langsung duduk di sampingnya.

Sang ratu hanya tersenyum, tapi kemudian kepala pendeta juga ikutan mendekat. "Yang mulia, anda yakin sudah tidak apa-apa? Biarkan saya memeriksa anda sekali lagi." Katanya sambil memeriksa denyut nadi di pergelangan tangan sang ratu. Tapi entah gelisah atau malah lega, dia pun menjelaskan kepada semua orang. "Untuk sekarang sudah tidak apa. Tapi sepertinya jumlah obat anda harus ditambah lagi. Dan anda juga harus lebih banyak istirahat."

"Haha. Aku memang sudah melakukan itu sejak lama." Balas sang ratu yang kembali membuat semua orang diam dengan pahit.

Sehingga dengan gelisah, tuan Heka pun akhirnya menceplos begitu saja. "E-Effiria, bagaimana kalau kau coba menyembuhkan yang mulia." Katanya tiba-tiba sehingga semua orang langsung menoleh ke arah gadis kecil itu. "Bagaimanapun kau kan pendeta agung."

"..." Bukan cuma mematung, Effi langsung merasakan bahunya menegang jadi sekeras besi. Jantungnya jatuh ke perut, otaknya beku, perutnya mulas, pokoknya dalam satu detik itu semua sensasi yang tidak menyenangkan langsung menyerangnya.

Dalam keadaan normal mereka mungkin akan mengasihaninya. Tapi kali ini nyawa sang ratu yang jadi taruhannya, sehingga semua orang cuma bisa ikutan diam menunggu jawabannya, termasuk nyonya Anastasia.

Bahkan tuan Heka juga kembali memegangi pundaknya. "Tidak perlu gelisah seperti itu. Kau cuma perlu menggunakan kemampuanmu yang biasa. Tidak ada yang akan menyalahkanmu." Katanya lagi. "Kau harus melakukannya dengan percaya diri."

"Ta-Tapi, tapi saya…" Effi cuma bisa gelagapan. Dia bahkan tidak bisa lagi mengangkat kepalanya karena takut melihat pandangan orang lain padanya. Meski entah kenapa, saat dia menangkap sosok kaki Arina, dia jadi ingin mengangkatnya kembali karena penasaran bagaimana Arina memandangnya saat ini.

Arina… Menekuk senyumnya dengan aneh. Tapi yang lebih aneh adalah bibirnya yang mulai bergerak tanpa bersuara. 'Dia bohong'.

"..." Effi hampir tidak memahaminya, tapi setelah dipikir, perkataan tuan Heka memang agak terlalu dipaksakan. Soalnya kalau dia sampai gagal dan kondisi ratu kembali memburuk, sudah jelas kalau dia akan disalahkan. Atau setidaknya dihina, lebih buruk daripada saat pendeta lain tahu kalau dia suka menggunakan ramuan obat.

Menyadari itu, Effi pun memutuskan untuk berlari mendekati Arina, dan mengagetkannya. "A-Anu, saya harus bagaimana?"

Tidak menyangka Effi malah langsung menghampirinya, Arina awalnya cuma bisa diam. Padahal tadinya dia mengatakan itu hanya karena ingin mengejek tuan Heka, tapi sepertinya dia malah semakin membuat Effi menyukainya. "Kalau begitu… Mau minum ini dulu?" Kata Arina kemudian, yang ternyata mengeluarkan botol ramuan penambah darah yang tadi sudah Effi buat. "Kalau nanti gagal, tinggal bilang saja kalau kau tidak sengaja minum obat gagal yang dibuat ibuku."