webnovel

Chapter 22

Setelah itu mereka berdua memilih untuk keluar.

"Baiklah, aku akan kembali besok saja," gumam Regis.

"Mas Regis, sepertinya ini tidak perlu," tatap Ima.

"Apa maksud mu?" Regis menatap.

"Mungkin kita bisa membelinya lain kali."

"Tidak bisa, jangan bilang begitu, ini demi kamu juga, aku membuat ini agar kau percaya padaku bahwa aku tidak akan meninggalkan mu," tatap Regis. Dia memegang pipi Ima membuat nya terdiam.

Ima terdiam, lalu berwajah merah dan membuang wajahnya. "Kamu... Kamu harus tahu, aku mengalami hal emosional jika berada di dekat mu, ini karena aku tak pernah mendapatkan perlakuan seperti ini."

"Yeah, kau akan mendapatkan nya terus," tambah Regis. Ia mendorong kepala Ima untuk mendekat dan memeluk nya.

Ima terdiam, ia lalu mengangkat tangan nya di dada Regis dan mereka memeluk sangat hangat. "(Ini benar-benar sangat hangat, lebih hangat dari pada apapun... Aku tak mau ini berakhir... Dan aroma parfum ini... Sangat nyaman) Oh benar, Aroma parfum milik Mas Regis..." Ima terdiam bingung.

"Ada apa?"

"Aku baru sadar, aroma nya menjadi berbeda dari aroma parfum milik Lio Zheng... Apa yang terjadi?"

"Oh, jadi kau mengetahui nya bahwa dulu parfum ku sama seperti parfum milik Lio Zheng?" Regis menatap.

"I-iya, kupikir dulu hanya kebetulan ternyata kalian memang lah rekan."

"Ya begitulah, sebenarnya selama di Jepang, aku belum menemukan rumah untuk ku sendiri jadi ya bisa di katakan, aku tinggal bersama Lio Zheng, rumah nya juga luas jadi kami tidak terlalu bisa di gosipin orang dekat, ketika aku pergi aku selalu di tawari memakai parfum milik nya, dia bilang itu bisa menarik perhatian Wanita," kata Regis.

"Ja-jadi kamu beneran tinggal bersama Lio Zheng?"

"Jangan khawatir, itu hanya semata tugas saja, sekarang aku sudah punya rumah sendiri di Jepang ini."

"Jadi, kalian memang sudah terbukti seorang rekan,"

"Ya mungkin bisa di bilang begitu, tapi mungkin karena aku sudah pulang di rumah ku sendiri, dia mungkin sendirian, lagipula dia juga sudah operasi mata," kata Regis.

"O... Operasi mata... tunggu, lupakan itu, aku tak mau membahasnya." Ima mendadak membuang wajah dan seperti kesal pada Lio Zheng sehingga dia malas membahasnya.

Lalu Regis mengerti akan hal itu. "Aku tahu itu Ima, karena itulah aku merubah aroma parfum ku, ini adalah parfum ku yang sesungguhnya, aku menggunakan nya sebelum memakai parfum milik Lio Zheng, jangan khawatir. Aroma parfum yang aku pakai, tidak akan bisa di pakai oleh orang lain karena ini parfum yang istimewa," kata Regis, ia memegang dagu Ima membuat Ima menatap padanya.

"Ya," Ima mengangguk senang dan memeluk Regis.

Ima mencium aroma di leher bawah telinga Regis. Lalu memeluk erat sehingga hal itu membuat Regis merasakan kehangatan juga.

Hari selanjutnya ibu Ima melihat jam dinding.

"Kenapa Ima belum keluar dari kamar.... IMA... BANGUN," dia berjalan akan mengetuk pintu tapi tiba-tiba pintu terbuka dari dalam. Dan ibunya terkejut karena Ima sudah bersiap. "Aku berangkat dulu ibu," tatap Ima.

"Hah... Kapan kau siap siap?" Ibunya menatap tak percaya.

"Tentunya dari tadi.... Berangkat dulu ibu..." Ima berjalan keluar lalu ibu nya melihat seorang pria berhelmet duduk di atas motor speed menunggu di depan rumah.

"(Siapa pria itu?)" Ibu nya menatap dari jendela. Lalu Ima terlihat menghampiri pria itu.

Di saat itu juga dia melepas helmet nya sendiri dan mendekat mencium kening Ima.

Seketika ibu Ima terkejut dan tahu bahwa itu Regis.

"(Astaga... Benar-benar ya ampun.... Mereka terlihat romantis.... Ima cepat lah lulus.... Ya ampun...)" dia menjadi mendukung hal itu.

"Pagi Mas Regis... Terimakasih sudah mau mengantarku hari ini," tatap Ima.

"Tak masalah, pakailah helmet mu," Regis memberikan helmet satu lagi dan memakai kan nya di kepala Ima.

"Apa ini memang motor mu?" Ima menatap.

"Kenapa? Baru tanya sekarang? Tentu saja lah... Kenapa kau bertanya?"

"Aku hanya heran, sebenarnya apa kau memang bisa mengendarai motor speed dan mobil di waktu yang sama?"

"Tentu saja... Oh aku tahu maksud pertanyaan mu, kau pasti berpikir bahwa aku ini dapat uang dari mana membeli dua kendaraan yang terlihat orang berjabat besar," kata Regis dengan lirikan nya.

Tapi Ima menatap dengan bingung. "Aku tidak memikirkan begitu... Hanya saja di mana rumah mu itu, kau seharusnya berjanji akan membawa ku ke rumah mu?" tatap Ima.

"Baiklah, saat kau pulang nanti, aku akan mengantar mu, jam berapa kau pulang?"

"Mungkin malam."

"Hah... Kenapa malam? Mau belajar atau keluyuran?" Regis menjadi terkejut.

"Aku bekerja di kafe yang agak dekat dengan kampus, jangan khawatir saat pulang nanti aku akan mengabarimu untuk menjemput, kau tidak keberatan kan, Mas Regis?" tatap Ima.

"Tentu saja tidak, aku bisa mengantar mu kemana pun kau suka," balas nya membuat Ima sedikit tersenyum malu.

Setelah itu mereka pergi.

Ibu ima masih tersenyum melihat mereka pergi dari dalam rumah. "(Haaah... Ima sudah tumbuh besar... Aku harap dia langgeng sama Regis.... Jangan seperti Ayah mu... Dia meninggalkan ibu begitu saja karena memilih pekerjaan besar... Aku harap dia tak melihat Ima... Aku memang bilang pada Ima bahwa Ayah nya sudah tiada tapi aku berbohong agar Ima tak tahu seberapa jahat nya dia,)" Ibunya menjadi teringat akan masa lalu yang kejam.

Di kampus, Ima turun dari motor. "Hati hatilah," tatap nya pada Regis.

Regis memberi isyarat untuk sebutan. "Ok," lalu dia meninggalkan nya pergi. Ima masih terpasang senyuman senang itu lalu berjalan masuk tapi tak di sangka, Mose datang langsung ke depan nya begitu saja. "Halo Ima!!" dia menyapa dengan ramah dan mendekat padanya. Seketika Ima terkejut tak karuan karena kehadiran nya yang tiba tiba muncul begitu saja.

"Se-senior.... P-pagi.... Huf... Kau benar-benar mengejutkan ku."

"Haha maaf Ima, kupikir kau tidak akan terkejut... Oh ya, siapa yang mengantar mu tadi?" Mose menatap dengan masih tatapan akrab itu.

Di sisi lain, ada beberapa orang kampus melihat mereka.

"Memang benar, Mose suka pada gadis sopan itu."

"Apa Mose suka pada tipe yang menutup tubuh mereka dengan pakaian panjang."

"Ya sudah jelas bukan... Mose memilih gadis itu, Ima di kenal karena dia nampak polos dan masih langgeng harga diri perempuan nya."

"Tapi aku tadi melihat ada pria yang mengantar nya."

"Huh serius!?? Pria seperti apa?"

"Entahlah, aku tidak melihat wajah nya karena tertutup helm. Yang pasti dia bertubuh terlihat dewasa."

"Bukan kah Mose lebih besar lagi, dia juga bertubuh dewasa."

"Ya mungkin, tapi kita tak tahu juga tipe Ima itu seperti apa."

"Wih sepertinya gadis itu di bicarakan satu kampus wkwk," mereka yang menatap Ima dan Mose menjadi berbincang pasal Ima panjang lebar. Seperti mengumbar aib orang.

--

"Wah rupanya benar, kau baru dekat sama dia," Mose melirik nya. Lalu Ima terdiam dengan wajah merah.

"Ehehe..." Lalu dia tertawa kecil sendiri. Di saat itu juga wajah Mose menjadi penuh dendam dan aura membunuh. "(Aku tidak tahu lagi harus apa pada gadis ini, dia terlihat polos tapi kenapa aku begitu iri dan tersingkirkan saat aku melihat nya dengan lelaki maupun pria lain, apa aku memang benar-benar suka pada gadis ini.)"

"Senior... Bagaimana kabar mu?" Ima menatap. Seketika Mose langsung merubah wajah nya menjadi ramah. "Tentu saja kabar ku baik Ima, aku senang karena hari ini dapat melihat mu. (Tentu... Aku akan melihat mu terus,)" balas nya, dia seperti menutupi semuanya dengan muka dua nya itu.

"Ehehe senior bisa saja," Ima menjadi tersinggung.

"Ngomong-Ngomong soal malam kemarin itu... Aku benar-benar minta maaf sekali pada mu Ima," kata Mose.

"Em... Tak apa, aku tahu senior sudah lama menyimpan perasaan itu untukku, aku hargai itu senior... Tapi ini akan baik-baik saja, lagipula gadis sepertiku mana bisa menandingi wanita yang di sini merupakan selera banyak lelaki di sini juga," balas Ima.

Tapi tiba-tiba Mose memojok Ima di dinding membuat Ima terdiam sedikit terkejut karena hal tadi.

"Ima.... Apa seleraku terlihat seperti mereka yang suka memperlihat kan aura nya pada banyak lelaki, bukan satu lelaki saja. Dengar Ima, gadis sepertimu.... Itu sangat lah langka, pendidikan mu lebih dari bukan sebatas wanita, tapi juga bagaimana cara menjaga harga diri sebagai wanita. Dan kenapa kau tidak memilihku saja ketimbang dengan pria yang terlihat mengerikan itu," Mose menatap dingin dan kosong pada Ima. Hal itu membuat Ima masih terdiam dan menelan ludah.

Tapi tiba-tiba Ima menatap serius dan kesal membuat Mose terdiam melihat reaksinya itu.

"Apa maksud senior.... Dia bukan pria yang mengerikan, dia adalah pria yang baik."

"Hmp... Bagaimana jika kau melihat salah Ima. Bagaimana jika masa lalu nya yang akan kau lihat nanti akan menjadi penyesalan mu telah tidak takut pada nya Ima," Kata Mose.

"Senior!! Ada apa dengan mu!!" Ima menyela dengan berteriak kesal.

"Dia bukan pria yang mengerikan, jika memang pilihan ku salah. Aku memang tak bisa memperbaiki nya tapi yang penting, ini adalah sebuah pengalaman. Masih ada orang lain yang akan membutuhkan pengalaman ku," kata Ima, lalu dia berjalan pergi meninggalkan Mose yang terdiam.

--

"(Aku mulai berpikir bahwa senior Mose itu yang sangat aneh sekali, bagaimana tidak aneh, dia terus saja mendekatiku dan seperti sangat akrab denganku, rasanya aku ingin mencari tahu apa yang membuat lelaki populer itu dekat dengan ku yang tidak berpengaruh apapun pada nya. Sangat aneh, dan juga...)" Ima terdiam melamun di meja kampus nya di saat semua orang pergi untuk keluar beristirahat, sementara dia benar-benar masih ada di dalam dengan ada beberapa orang saja yang sibuk pada sesuatu nya masing masing. Ima mengingat ketika dia menggunakan nada tegas pada Mose yang bilang bahwa Regis mengerikan.

Lalu di saat itu juga, ponsel Ima berbunyi, ia melihat nya bahwa itu dari Regis. "Mas Regis... Bagaimana dia tahu ini waktu istirahat?" Ima menjadi bingung lalu berdiri dan berjalan pergi. Ia ke balkon kelas dan mengangkat telepon dari Regis itu. "Ada apa Mas Regis?"

"Apa aku tidak mengganggu mu?" tanya Regis dalam suara ponsel.

"Tentu tidak, kau tepat menghubungiku saat waktu istirahat," balas Ima.

"Kalau begitu bagus lah, aku hanya ingin tahu kapan kau pulang nanti," tanya Regis. Ia saat ini terlihat duduk di kursi bergerak dengan santai, bersender menikmati bertanya pada Ima di ponsel.

"Oh, aku akan pulang malam nantinya, karena aku harus bekerja ke kafe, jika mau, Mas Regis bisa datang juga."

"Oh tentu, aku akan datang pastinya."