webnovel

Chapter 11

Tak lama kemudian, Ima berjalan keluar dengan tubuh yang sudah rapi. Ia terkejut melihat ada wanita yang memegang tas nya.

Wanita itu juga menoleh dengan melirik. "Siapa kau?"

"Ah!" Ima terkejut. "(Rupanya sudah datang.) Maafkan aku tidak menyambut Anda, aku menyiapkan diri ku tadi... Maafkan aku," Ima menundukan badan berkali kali.

"Apa maksud mu? Kau belum mengatakan siapa kamu?"

"Aku.... Aku... Um... (Apakah aku harus mengatakan pacar Argani...) Aku hanya diminta oleh Tuan Argani menyiapkan kepulangan anda dengan nyaman," kata Ima.

". . . Jadi, kau menyiapkan semua ini? Kau merapikan tempat ini? Dan juga memasak?"

"I... Iya,"

"Katakan padaku, siapa nama mu dan kenapa Argani memintamu?"

"Aku Ima, sebenarnya aku diminta Tuan Argani untuk menjadi pacar nya di depan Anda."

"Hm? Tapi dia bukankah berkata kau benar-benar pacar nya?"

"Um... Ya... (Sepertinya aku memang harus pura-pura,)" Ima menatap pasrah.

Tapi tiba-tiba wanita itu memegang kedua tangan Ima membuat Ima terkejut bahkan tangan nya terangkat. "Ima... Berapa umurmu?"

"Aku... Hampir 20 tahun"

"Masih begitu muda, aku suka padamu," kata wanita itu membuat Ima terkejut.

"(Apa?! Tapi bukan nya Argani bilang.... Aku akan gagal di depan ibunya, tapi kenapa ini begitu mudah?)"

Tak lama kemudian Argani datang dan melihat mereka berdua yang sedang berdiri berhadapan. Argani langsung memanggil membuat ibunya itu menoleh padanya.

"Ibu, kapan ibu datang, aku benar-benar minta maaf tidak datang sebelumnya karena soal pekerjaan, apakah dia menyambutmu dengan baik?" tatap Argani yang mendekat padanya.

"Dari mana saja kamu meninggalkan pacarmu ini sendirian di sini dan bekerja membersihkan rumah pastinya dia akan Lelah," wanita itu yang merupakan ibu Argani menatap marah pada Argani yang terkejut mendengar perkataan ibunya sendiri.

"(Apa... Membersihkan rumah ini?!)" Argani terdiam, ia lalu melihat sekitar dan sangat terkejut karena melihat banyaknya barang-barangnya tertata rapi dan semuanya bersih tanpa ada rasa berantakan sama sekali.

"(Apa yang terjadi?! Bukankah Apartemen ini memang sangat buruk aku sengaja memilih Apartemen ini untuk mereka yang mengikuti ujian Ibu untuk menjadi pacarku tapi kenapa di sini sangat bersih, selama ini mereka tak pernah melakukan sesuatu seperti ini tapi kenapa perempuan ini melakukannya?!)" pikir Argani dengan bingung sambil menatap Ima yang memasang tatapan polos dari tadi.

Lalu ibu Argani kembali memegang kedua tangan Ima yang membuat Ima terdiam.

"Lihat ini, tangannya begitu terlatih untuk membersihkan semua ini, tangan yang sangat langka dan begitu tidak dapat dimiliki banyak orang, sesuatu yang seperti ini tidak boleh disia-siakan meskipun tangan ini lebih berbeda dari tangan cantik lainnya tapi dia tetap memiliki tangan yang cantik karena melakukan sesuatu pekerjaan yang sangat berat seperti ini. Wanita yang memiliki harga diri tinggi pastinya tahu akan pekerjaannya meskipun dia memiliki garis batas yang tidak sama seperti lelaki yang mencari uang," kata ibu Argani menatap Ima dengan tatapan yang sangat ramah dan juga nyaman.

"(Apa yang terjadi, kenapa ibu memasang senyuman itu pada seorang wanita yang bahkan belum aku tidak kenal, aku dari awal menduga bahwa Ima hanyalah akan gagal dengan ujian ini, tapi rupanya selera Ibu memang seperti ini,)" Argani menatap terkaku sambil melihat sekitar, tak percaya Ima membersihkan semuanya padahal apartemen itu juga sangat besar bahkan ia juga melihat banyaknya makanan di dapur yang sudah dibuat oleh Ima tadi.

"(Sepertinya aku salah berpikir soal perempuan ini, dia perempuan rumahan dan ibu lebih suka selera itu,)" ia kembali berpikir.

"Um... Bibi tolong um... Lepaskan tanganku mungkin Anda bisa langsung makan dulu, aku sudah membuatkannya tadi," Ima menatap mencoba ramah.

"Ya Jangan panggil bibi dong, panggil Ibu saja, kamu akan menikah dengan anak ku nanti," kata ibu Argani.

Seketika Ima dan Argani sendiri terkejut mendengar itu.

"Tunggu.... Tunggu ibu... Maksud ku, bibi, ini tidak seperti yang anda pikirkan, aku hanya disuruh oleh Argani, ini semua kesalahpahaman," Ima menatap panik dengan menjelaskan.

"Apa maksudmu?" Ibu Argani menatap bingung.

Tapi sebelum Ima mengatakan nya lagi, tiba-tiba argani langsung memegang dan menarik tangan nya. "Ikut aku sebentar," membuat Ima juga dirinya menjauh dari Ibu Argani dan meninggalkan nya, mereka pergi ke dapur yang jauh dari Ibu Argani.

Setelah itu, Argani menatap Ima dengan masih tanpa sadar memegang tangan Ima. "Hei, dengar… Apa kau benar-benar tak memiliki pacara sebelumnya?"

Mendengar itu membuat Ima masih terdiam, dia bahkan ragu dan kemudian perlahan menatap tangan nya yang masih di pegang Argani.

Hal itu membuat Argani terkejut dan tersadar langsung melepasnya. "Maaf… Hm… Jadi, bagaimana?"

"Um, jika kau bertanya begitu, aku memang tak memiliki pacar sebelumnya," kata Ima membuat Argani kembali mengatakan kalimatnya.

"Kalau begitu… aku akan, memberikan mahar 50 juta," tatapnya sambil mengusap beberapa kali leher belakang nya dan wajah yang tak nyaman.

"Hah, jadi, maksudmu, kau ingin menikahi ku?!" Ima tampak terkejut tak percaya.

"Dengar, aku salah menilai mu, dan ibuku selalu tak pernah meleset jika harus memilih orang, karena sekarang pilihan nya bagus, jadi aku harus memilikinya agar ibuku juga senang… Jadi, kau hanya harus mengatakan pada ibuku bahwa kau memang pacarku, apa salahnya membuat ibuku senang, karena sebelumnya sudah beberapa kali yang ibu tolak, ya karena mereka memang tidak sesuai…" kata Argani.

"Jadi?" Ima menyilang tangan menatap dengan alis terangkat satu.

"Jadi… Hm… Aku akan urus semuanya, kau hanya perlu katakan pada ibuku bahwa kau pacarku, kemudian dia menyetujui kita dan aku langsung urus surat nikah nya..." kata Argani mengatakan itu semudah membalik telapak tangan nya.

Ima yang dari tadi di buat berpikir dengan ragu terus saja terdiam. "(Kenapa dalam hidupku, baru kali ini aku mendapatkan pernyataan yang sungguh aneh. Bagaimanapun juga, jika dilihat dari sisi ekonomi, memiliki pasangan seperti Argani adalah pilihan yang baik, tapi…) sepertinya aku harus berpikir dulu," kata Ima membuat Argani terdiam.

"Kenapa harus berpikir dulu? Aku akan menjamin kehidupan mu baik, dan yang harus kau lakukan sekarang, buat ibuku suka…" Argani mencoba meyakinkan nya.

Tapi Ima tetap menolak. "Maafkan aku, tolong… meskipun ini adalah sebuah ikatan hubungan yang dilalui dari ibumu, bukan berarti ini adalah cinta di antara kita…"

"Kalau begitu! Aku akan membuat mu cinta padaku!" Argani langsung mengatakan itu dengan tegas membuat Ima terkejut mendengarnya.

Tapi mendadak ibunya datang sambil menyilang tangan menatap mengimindasi pada Argani. "Jadi…? Aku sudah mendengar semuanya…" tatapnya membuat Ima dan Argani terkejut.

"Ibu biarkan aku menjelaskannya," Argani menatap.

"Sebenarnya ini adalah perempuan yang waktu itu menghancurkan hadiahku yang akan aku berikan kepada ibu dan itu tentunya tidak murah dan dia bilang dia akan mengganti ruginya apapun yang terjadi, jadi aku berpikir mungkin perempuan ini juga bisa memuaskan permintaan Ibu karena saat itu ibu mau hadiah yang lain dari hadiah yang rusak itu yakni pacar untukku. Selama ini wanita yang sudah ku dapat-dapat terus, ibu selalu memutuskan kami karena Ibu tidak suka pada mereka hanya karena tidak sesuai dengan permintaan ibu, aku tidak tahu permintaan ibu itu seperti apa Jadi aku hanya asal mengambil Ima saja, aku juga sudah berpikir bahwa dia nanti juga akan sama seperti wanita lain di hadapan ibu tapi ternyata tidak. Sebenarnya apa yang membuat Ibu berpikir bahwa Ima lebih beda dari wanita yang lain?" Argani menatap.

"Kamu ini berpikir apa dia sudah jelas berbeda dari yang lain, kebanyakan wanita di sini itu sangatlah mementingkan penampilan mereka, kecantikan mereka dan juga hanya untuk merayu laki-laki di luar sana. Percuma saja memiliki pacar yang cantik tapi tidak tahu apa-apa soal rumah tangga, bagaimana jika kalian membangun rumah tangga nanti, apakah kamu yang mengurusi anakmu nanti, tidak bukan, sementara istrimu hanya enak-enakan dandan. Gadis ini, dia begitu cantik natural. Kulitnya begitu putih tanpa apapun, benar bukan?" Ibu Argani menatap Ima.

"I-iya terima kasih, ini sebenarnya keturunan dari Ibu dan ayahku," Ima membalas.

"Lihat, ini sudah sempurna," Ibu Argani menatap putranya yang terdiam dan malah menatap ke Ima dengan serius.

Sementara Ima benar-benar terdiam kaku mendengar itu, dia tak tahu harus membalas apa karena dia tidak mengerti situasinya sekarang. "(Astaga aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan aku bingung dan tidak mengerti apa yang terjadi sekarang...)" ia menjadi terdiam.

Lalu mendapatkan sebuah ide yang membuatnya menatap ke ibu Argani. "Um... Bagiku, menjadi seorang wanita yang anda katakan itu mungkin terdengar susah, jadi mungkin... Aku juga ingin pasangan yang sudah mati matian mendapatkan ku, mungkin putra anda tidak akan cocok dengan aku, aku juga tidak pantas dengan nya, jadi... Maafkan aku jika menolak permintaan anda, aku yakin di luar sana masih ada banyak wanita yang anda inginkan sebagai menantu anda, bukan alasan yang aneh jika harus menolak kalian, hanya saja ini terlalu mendadak untuk ku," kata Ima dengan senyum lembut membuat ibu Argani terdiam.

Ibu Argani lalu menghela napas panjang. "Sayang, kamu wanita yang sangat di idamkan banyak pria bertanggung jawab nantinya, mungkin pemikiran mu benar, Argani mungkin tidak akan mempedulikan mu dan dia tipe orang yang mementingkan pekerjaan nya."

Mendengar itu Argani menjadi tersinggung. "(Itu memang benar, tapi… Apakah itu memang benar?)"

"Tapi jika kau ingin berubah pikiran, dan ingin menyetujui hal ini, aku akan senang, tapi... itu keputusan mu, terima kasih telah menjadi pelengkap permintaan ku ini," tatap kembali ibu Argani. Lalu Ima mengangguk. "(Akhirnya ini semua selesai, aku jadi tidak perlu di jodohkan tapi melihat ekspresi ibu Argani, rasanya aku seperti menyakitinya karena menolak tawaran nya untuk menjadi menantu nya.)"

"Kalau begitu aku pamit dulu," Ima menatap.

"Ah, biar Argani mengantarkan mu," Ibu Argani menatap dan mendorong Argani yang terkejut.

Kemudian Ima tersenyum dan berjalan duluan dan Argani mengikutinya.

Ketika mereka keluar dari dalam, Ima berhenti berjalan dan menatap ke Argani. "Terima kasih, tak perlu mengantarku, karena halte bis ada di sana,"

"Hei, aku akan mengantarmu, masuk ke dalam mobil," Argani menunjukan mobil di samping.

"Maaf, aku tak mau merepotkan, jadi, sampai jumpa," Ima langsung berjalan pergi tapi Argani memanggil.

"Hei... Ima..."

Membuat Ima berhenti berjalan dan menoleh padanya perlahan.

"Aku mohon, pikirkan dua kali… Aku akan menunggu jawaban mu," tatapnya, Ima yang terdiam hanya bisa membisu kemudian kembali berjalan pergi membuat Argani yang terdiam.

Tapi ia kemudian kembali ke dalam dan melihat ibu nya yang memasang wajah sedih. "Ibu... Jika ibu ingin dia, aku bisa meyakinkan nya."

"Terserah saja, ibu tetap suka pada gadis itu, ibu ingin dia jadi menantu ku, jika kau bisa, yakinkan saja dia," balas Ibunya membuat Argani terdiam. Sebagai seorang putra, pastinya dia menginginkan yang terbaik untuk ibu nya juga.