webnovel

Pengawal Nona CEO yang Paling Setia

Di dunia ini, ketika orang-orang mabuk mereka bisa menangis histeris, tertawa seperti orang gila, atau jadi setan yang hanya bisa merusak-rusak sekitarnya Tapi apa kamu pernah dengar, dua orang yang saat mabuk justru mengurus surat-surat nikah di KUA dan menjadi suami istri? Ezra dan Lana lah yang paling tahu bagaimana rasanya menjadi duo bodoh yang tersesat di Malang dan melakukan hal luar biasa itu. Esok paginya Alana kabur membawa surat nikah itu sebagai jaminan pertanggung jawaban Erza padanya. Sedangkan Erza kini kesulitan untuk menyambung hidupnya sendiri karena kehabisan uang untuk menggoda Lana semalam. Walaupun sudah mengutuk dirinya sendiri, Ezra tidak menyerah dan memutuskan pulang ke kampung halamannya di Semarang lalu mencari pekerjaan. Karena satu dan lain hal akhirnya Erza menjadi satpam di suatu perusahaan besar. Disana… Ia bertemu kembali dengan Lana. Dan ternyata Lana-lah presiden direktur perusahaan itu!

AxelleCollin · Urban
Not enough ratings
419 Chs

Pria Tua di Rumah Sakit

Sanca saat ini sedang tertekan. Awalnya dia ingin berduaan dengan Lana di pagi hari, tapi sekarang Erza justru datang mengganggu. Erza seorang pria biasa tanpa latar belakang keluarga yang menonjol. , Sanca benar-benar tidak mengerti mengapa Lana betah bersama orang seperti itu?

"Lana?" Saat ini, suara sumbang Sanca terdengar.

"Maafkan aku, Sanca. Aku lupa jika kamu juga ada di sini. Kamu mau mencoba ini?" Erza menyerahkan setengah cangkir susu kedelai kepada Sanca.

"Tidak. Aku pergi dulu." Wajah Sanca juga sedikit malu. Diam-diam dia mengutuk dirinya sendiri yang tidak menerima tawaran Erza, padahal dia memang agak lapar.

Setelah Sanca keluar, Erza bertanya, "Dia datang untuk merayumu lagi?" Erza menatap Lana.

"Ya, tapi itu bukan masalah besar." Lana mengangguk.

"Bagaimana, enak?" Melihat Lana makan donat dengan lahap, Erza juga sangat senang.

"Ini enak sekali." Lana berkata sambil mengambil donat lagi. Ketika Erza melihat ini, dia sedikit terdiam. Namun karena Lana makan dengan lahap, dia merasa sangat senang

"Erza, jika menurutmu posisimu saat ini terlalu rendah, kamu bisa menjadi wakil presiden direktur perusahaan ini." Lana tiba-tiba mengucapkan kata-kata ini sambil makan. Tadi malam, dia sudah berpikir lama. Dia dan Erza sudah menikah. Meski awalnya hanya karena ketidaksengajaan, kini mereka berdua sudah tinggal bersama. Setidaknya Lana harus mengubah sikapnya.

Lana juga pernah memimpikan pangeran idamannya sendiri. Dia ingin menikah dengan pria yang tampan, lucu, dan kaya, tetapi Lana tidak pernah berpikir bahwa dia akan menikah dengan cara yang membingungkan dengan pria yang aneh seperti Erza. Tetapi apa pun itu, Lana tiba-tiba merasa seperti dia takut kehilangan Erza tadi malam.

Erza kini memandang Lana dengan bingung, tetapi tidak bereaksi untuk waktu yang lama.

"Erza, aku sedang berbicara denganmu," kata Lana lagi.

"Jangan bicara." Erza beranjak ke sisi Lana dan menundukkan kepalanya. Melihat Erza semakin dekat dan dekat dengannya, Lana merasa sedikit gugup.

Apa yang akan Erza lakukan? Batin Lana.

Tapi melihat Erza sudah dekat dengannya, Lana sedikit memejamkan mata. Karena terlalu gugup, bulu mata Lana sedikit bergetar.

"Ternyata kamu tidak demam." Namun, setelah menunggu lama, Lana mendengar kata-kata Erza.

"Kamu bajingan." Lana langsung menjauhkan tangan Erza dari dahinya. Napasnya jadi tidak beraturan. Awalnya, Lana mengira Erza akan menciumnya.

"Ada apa, Lana?" Erza tidak mengerti mengapa Lana tiba-tiba marah. Dia hanya ingin memastikan kenapa Lana tiba-tiba mengatakan bahwa dia bisa menjadi wakil presiden direktur perusahaan ini. Bagi Erza, itu benar-benar membuatnya sedikit bingung. Erza selalu merasa ini tidak mungkin, jadi dia pikir bahwa Lana sedang demam.

"Tidak apa-apa. Apakah kamu tidak ingin menjadi wakil presdir sama sekali?" Lana bekerja keras untuk menenangkan diri dan menekan amarah di hatinya.

"Lupakan saja. Kamu juga mengenalku. Jika aku menjadi wakil presdir, perusahaan ini pasti akan banyak masalah. Aku akan tetap menjadi wakil manajer saja." Erza menggelengkan kepalanya. Erza benar-benar tidak tertarik. Jika bukan karena takut Lana marah, Erza pasti akan mengatakan bahwa dia ingin sekali kembali menjadi satpam.

"Baiklah jika kamu tidak mau." Lana tidak bisa memahaminya.

"Ngomong-ngomong, Lana, sebentar lagi aku akan membuatkan obat untukmu. Lalu, aku akan memberikannya padamu di malam hari." Erza tiba-tiba teringat apa yang terjadi tadi malam. Tubuh Lana masih perlu dirawat.

Hati Lana terasa panas. Dia tidak berharap bajingan ini mengingat kejadian itu, "Kamu tulis saja, aku akan meminta seseorang untuk membelinya."

"Aku tidak yakin kalau orang lain bisa membelinya. Sekarang banyak apotek yang menjual obat palsu. Kamu akan membiarkan orang lain membelinya untukmu? Apa kamu tidak takut diracuni?" tanya Erza mendesak Lana.

"Keluarlah." Awalnya, ada ledakan kebahagiaan di hati Lana karena dia merasa Erza sangat memedulikannya. Namun, melihat Erza yang terus menggodanya, Lana merasa kesal

"Wanita selalu marah." Erza keluar dari ruangan Lana setelah mendapat lemparan kotak tisu dari Lana. Sinta yang berada di luar memandang Erza dengan bingung. Dia tidak tahu apa yang telah terjadi.

Kini, Erza kembali ke ruangan Departemen Perencanaan. "Erza, kemana kamu saja kamu tadi? Kenapa aku tidak melihatmu di kantin? Katanya kamu mau makan?" tanya Alina.

"Aku makan di ruangan Bu Lana," jawab Erza santai.

"Omong kosong." Alina tidak percaya. Erza menggelengkan kepalanya karena tidak tahu bagaimana cara menjelaskan agar wanita itu percaya.

"Ngomong-ngomong, datang ke rumahku untuk makan malam nanti, ya?" Alina tiba-tiba berbisik. Ketika Erza mendengarnya, dia hampir pingsan.

"Alina…" Sebelum Erza menyelesaikan kalimatnya, Alina memotong, "Kamu ada urusan malam ini, bukan?"

"Ya, ada sesuatu yang terjadi akhir-akhir ini, jadi aku harus keluar nanti malam." Erza juga sangat tidak berdaya, tapi dia bisa memahami kesedihan Alina.

"Apakah kamu akan pergi keluar juga sekarang? Apa kamu tidak takut dipecat?" Alina merasa bahwa Erza sudah tidak akan pergi bekerja karena terus-terusan keluar di saat jam kantor. Dari menjadi satpam hingga wakil manajer Departemen Perencanaan saat ini, Alina merasa Erza sangat beruntung, tetapi Alina tidak dapat memahami mengapa Erza tidak begitu menyukai pekerjaannya.

"Ya, ada sesuatu yang benar-benar mendesak. Jangan khawatir, aku tidak akan dipecat," jelas Erza.

"Ada apa kali ini?" Alina sangat penasaran.

"Istriku sakit." Erza hanya bisa berkata begitu, tapi Lana memang sakit. Kemarin, ketika Erza memeriksa Lana, dia menemukan bahwa tubuh Lana terlalu lelah karena bekerja terlalu keras. Itu sudah cukup serius. Alasan mengapa Erza tidak memberitahu Lana yang sebenarnya adalah karena dia tidak ingin Lana stres.

"Yang benar?" Alina sedikit menyipitkan mata. Dia tidak yakin apakah Erza benar-benar punya istri.

"Tentu saja itu benar," jawab Erza yakin.

"Kalau begitu aku akan pergi melihat istrimu bersamamu. Bagaimana? Ngomong-ngomong, aku ingin lihat seperti apa rupanya." Alina juga memasang ekspresi genit di wajahnya.

"Alina, berhentilah membuat masalah," kata Erza.

"Ya sudah." Sejujurnya, Alina masih tidak percaya kalau Erza punya istri.

"Kalau begitu aku pergi dulu," kata Erza. Setelah Erza keluar, dia mengambil mobil dan mulai mencari apotik terdekat. Namun, setelah mencari di beberapa tempat, dia tidak menemukan obat yang dicari.

"Itu hanya bisa didapat di rumah sakit," kata salah seorang apoteker.

Setelah ragu-ragu beberapa saat, Erza memutuskan untuk pergi ke rumah sakit untuk memeriksanya. Kualitas obat yang ada di rumah sakit memang lebih baik menurut Erza. Dia langsung pergi ke rumah sakit terdekat. Tetapi setelah masuk ke ruang tunggu, Erza merasa bingung karena untuk menebus obat di sana, dia memerlukan resep dari dokter. Sedangkan, dia tidak mengenal siapa pun di rumah sakit ini. Setelah memikirkannya lama, Erza memutuskan untuk masuk dan melihat-lihat rumah sakit itu.

Seorang lelaki tua tiba-tiba lewat di depan Erza. Dahi pria itu berkeringat, dan dia memegangi jantungnya. Sepertinya sangat menyakitkan, dan dia agak sulit untuk berjalan. Erza langsung menahan lelaki tua itu, ketika dia hendak jatuh ke lantai. Erza buru-buru memanggil dokter dan perawat untuk menolong pria tua itu.

Ketika dokter melihat lelaki tua itu, dia terkejut, dan buru-buru berteriak seolah dia sangat gugup.

"Jika kalian memindahkannya, pria ini pasti akan mati." Tepat ketika beberapa perawat membawa tandu dan hendak membawa lelaki tua itu, suara Erza tiba-tiba terdengar.