webnovel

Pengawal Nona CEO yang Paling Setia

Di dunia ini, ketika orang-orang mabuk mereka bisa menangis histeris, tertawa seperti orang gila, atau jadi setan yang hanya bisa merusak-rusak sekitarnya Tapi apa kamu pernah dengar, dua orang yang saat mabuk justru mengurus surat-surat nikah di KUA dan menjadi suami istri? Ezra dan Lana lah yang paling tahu bagaimana rasanya menjadi duo bodoh yang tersesat di Malang dan melakukan hal luar biasa itu. Esok paginya Alana kabur membawa surat nikah itu sebagai jaminan pertanggung jawaban Erza padanya. Sedangkan Erza kini kesulitan untuk menyambung hidupnya sendiri karena kehabisan uang untuk menggoda Lana semalam. Walaupun sudah mengutuk dirinya sendiri, Ezra tidak menyerah dan memutuskan pulang ke kampung halamannya di Semarang lalu mencari pekerjaan. Karena satu dan lain hal akhirnya Erza menjadi satpam di suatu perusahaan besar. Disana… Ia bertemu kembali dengan Lana. Dan ternyata Lana-lah presiden direktur perusahaan itu!

AxelleCollin · Urban
Not enough ratings
419 Chs

Bertemu Dokter Suwarno

"Siapa kamu? Apa yang kamu bicarakan? Jangan main-main di sini." Suara Erza menarik perhatian dokter. Namun, setelah melihat Erza dengan jelas, dokter dan perawat di sana tidak memperlakukan Erza dengan sama. Mereka saling berbisik.

"Apakah kamu tahu siapa dia?" tanyas seorang perawat.

Erza menggelengkan kepalanya tanpa daya.

"Dia dokter sakti yang waktu itu," ucap salah seorang dokter di sana.

"Pria ini mengalami cedera tulang belakang. Jika kalian memindahkannya, dia akan mati." Erza mengingatkan lagi. Bagaimanapun ini adalah hidup dan mati seorang manusia. Jika Erza membiarkan pria tua ini sekarat di tangan para dokter dan perawat yang tidak kompeten, dia pasti akan merasa sangat menyesal.

"Omong kosong. Pria ini mengalami serangan jantung. Kamu diam saja. Aku sudah bilang bahwa kamu jangan sok tahu. Ayo, cepat bawa pria ini ke ruang operasi." Seorang dokter agak tidak sabar.

"Berhenti!" Melihat salah satu dari mereka hendak mengangkat lelaki tua itu, Erza dengan cepat mendorong perawat itu menjauh dan berteriak keras.

"Jika kamu tidak menyingkir, aku akan memanggil satpam. Keluar dari sini. Jangan menghalangi kami lagi," ucap perawat itu.

"Kubilang, jika kamu memindahkannya, dia akan mati." Erza tidak berdaya. Setelah berbicara, Erza juga berjongkok. Dia bersiap untuk memberikan pertolongan pertama pada lelaki tua itu.

"Kamu pikir kamu siapa? Apakah kamu akan bertanggung jawab jika terjadi apa-apa pada pria ini?" Beberapa perawat mulai berteriak.

"Kalau kalian tidak ingin pria ini mati, diam saja." Erza benar-benar kesal. Dia berdiri dan langsung berteriak dengan keras. Saat berteriak, mata Erza juga penuh dengan amarah. Ketika para dokter dan perawat ini menatap Erza, mereka merasa sangat takut.

Erza berlutut, bersiap untuk menyelamatkannya, lalu pergi.

"Apa yang terjadi?" Namun, pada saat ini, beberapa satpam tiba-tiba berlari ke arahnya.

"Orang ini sakit jiwa. Singkirkan dia segera!" Melihat satpam datang, dokter dan perawat yang ada di sana menjadi berani. Keributan di antara dokter dan para perawat terdengar lagi. Hal ini membuat hati Erza semakin panas karena marah.

"Apa yang terjadi?" Suara yang familiar tiba-tiba terdengar.

"Dokter Suwarno?" ucap salah seorang dokter di sana.

"Tidak apa-apa, dok. Orang ini menghalangi kami, biarkan satpam yang mengusirnya," kata seorang perawat. Sayangnya, Dokter Suwarno tidak menggubrisnya sama sekali. Dia justru menatap Erza dengan sangat bersemangat, "Itu kamu? Kenapa kamu ada di sini?"

Suasana menjadi sangat sunyi. Semua orang menggelengkan kepala dengan penuh rasa heran. Bagaimana ini mungkin dokter ahli seperti Dokter Suwarno bersikap sangat sopan di hadapan pemuda tidak tahu tata krama ini?

"Bukankah Anda wakil direktur Rumah Sakit Pelita Bangsa? Kenapa Anda juga ada di sini?" Erza juga sedikit penasaran, tapi dia tidak menyangka bisa bertemu Dokter Suwarno di sini lagi.

"Aku sebenarnya adalah direktur di rumah sakit ini. Aku hanya bekerja paruh waktu di Rumah Sakit Pelita Bangsa." Dokter Suwarno sangat sopan.

"Kalau begitu, bantu saya dulu. Tolong minta para dokter dan perawat ini menyingkir. Mereka tidak bisa menyelamatkan orang sama sekali," kata Erza terlalu malas.

"Apa kalian tidak mendengarnya? Beri dia ruang." Wajah Dokter Suwarno juga sedikit berubah. Tentu saja, itu bukan ke arah Erza, tapi ke arah dokter dan perawat. Dokter Suwarno sangat kesal. Terakhir kali, dia melihat Erza saat menyembuhkan Wina. Sejak saat itu, Dokter Suwarno ingin berkenalan lebih jauh dengan Erza. Namun, dia tidak menyangka bahwa bawahannya memberikan kesan buruk pada Erza.

Para dokter dan perawat itu benar-benar tercengang. Mereka tidak bisa memercayainya. Dia selalu bersikap elegan dan penuh rasa hormat tapi hari ini, di depan Erza, dia justru bersikap seolah bukan siapa-siapa. Para dokter dan perawat akhirnya mundur dan membiarkan Erza membantu pria tua yang sekarat itu.

"Dok, tolong bantu saya. Anda jauh lebih dapat diandalkan daripada para dokter itu," kata Erza.

"Oke, bagaimana cara melakukannya?" Kata-kata Erza itu membuat Dokter Suwarno bersemangat.

Saat ini, banyak juga orang di sekitar mereka. Sebagian besar dari kerumunan itu adalah dokter. Ketika mereka melihat pemandangan ini, mereka semua tercengang, dan tidak dapat memercayainya.

"Pegang arterinya. Dia mengalami stroke tulang belakang. Saya akan menggunakan jarum untuk membersihkan syarafnya." Erza telah mengeluarkan jarum dari sakunya ketika dia berbicara.

"Stroke tulang belakang?" Dokter Suwarno sedikit penasaran karena rekam medis menunjukkan bahwa pria tua itu punya penyakit jantung. Bagaimana mungkin itu adalah stroke tulang belakang? Tetapi ketika dia ingat bahwa Wina disembuhkan oleh pemuda di depannya, Dokter Suwarno memilih untuk percaya pada Erza.

Setelah Erza mengeluarkan jarum, dia menarik napas yang kuat dan menusuknya langsung ke suatu titik di tubuh lelaki tua itu. Jika awalnya Dokter Suwarno masih khawatir, namun saat melihat teknik akupuntur Erza, Dokter Suwarno benar-benar terkejut. Dokter Suwarno sebenarnya pernah belajar tentang akupuntur selama setidaknya beberapa dekade, tetapi dia bisa mengatakan bahwa teknik yang dilakukan Erza ini sangat tidak biasa.

Hanya dalam beberapa menit, tujuh puluh sembilan jarum akupuntur sudah ditusukkan oleh Erza pada tubuh lelaki tua itu. Pada saat ini, keringat muncul di dahi Erza. Hanya langkah terakhir yang tersisa.

"Anda harus menahan nadinya. Jangan lepaskan." Erza menatap Dokter Suwarno dan berkata seperti itu. Dokter Suwarno mengangguk dengan penuh semangat. Erza meraih tangan pria tua itu dan mulai mentransfer energinya ke tubuhnya. Sekitar sepuluh menit berlalu. Pria tua itu terbatuk dua kali dan membuka matanya sedikit.

"Oke, sekarang Anda boleh membawanya ke ruang rawat, tapi ingat dia mengalami stroke tulang belakang, bukan serangan jantung. Coba gunakan teknik pengobatan tradisional untuk melancarkan peredaran darah dan menghilangkan gumpalan darahnya." Setelah melepas jarum akupuntur dari tubuh pria itu, Erza juga berkata kepada Dokter Suwarno.

"Baiklah, terima kasih." Setelah melihat pria tua itu bangun, Dokter Suwarno benar-benar percaya pada kata-kata Erza. Jika ada yang berani meragukan Erza sekarang, Dokter Suwarno akan melawan orang itu tanpa henti.

"Apa kalian tidak dengar? Bawa pria ini ke kamar. Jangan lakukan apa-apa untuk saat ini. Aku akan mengurusnya sendiri untuk sementara waktu." Dokter Suwarno buru-buru berkata pada beberapa dokter tidak jauh dari sana. Pada saat ini, beberapa dokter bergegas untuk membawa pria tua itu ke kamar.

"Ngomong-ngomong, aku tidak tahu bagaimana memanggilmu? Siapa namamu?" tanya Dokter Suwarno.

"Erza," jawab Erza.

"Oke, Erza. Aku tidak menyangka kamu masih muda tapi sangat ahli dalam bidang medis. Mengapa kita tidak mengobrol sebentar di kantorku?" tawar Dokter Suwarno.

"Tidak perlu memanggilku tuan. Panggil saja aku Erza," kata Erza. Dokter Suwarno ini berusia lebih dari 50 tahun, dan Erza selalu merasa canggung jika dia memanggilnya dengan sebutan "tuan".

"Tidak ada perbedaan usia dalam dunia medis. Keahlianmu jauh lebih tinggi dariku. Aku ingin bertukar pengetahuan denganmu." Setelah berbicara, Dokter Suwarno menatap Erza penuh harap. Erza mengangguk. Dia tidak menolak karena merasa bahwa Dokter Suwarno adalah orang yang baik. Selain itu, Erza membutuhkan bantuan Dokter Suwarno untuk mendapatkan obat dari rumah sakit ini.

Mereka menuju kantor Dokter Suwarno. Kesan pertama Erza untuk ruangan ini adalah kesederhanaan. Seharusnya, Dokter Suwarno yang memegang jabatan tinggi di lebih dari rumah sakit adalah orang yang super kaya, tapi ruang kerjanya tampak biasa saja. Hanya ada sebuah meja dan kursi kuno. Lalu, buku-buku medis lama tertata rapi di rak yang juga tampak kuno.

"Tak disangka, Anda cukup sederhana," kata Erza.

"Aku tidak tertarik pada kemewahan. Aku hanya tertarik pada dunia medis." Dokter Suwarno sedikit tersenyum saat dia mengerti maksud Erza.

"Ngomong-ngomong, dok, saya harap Anda bisa membantu saya kali ini." Saat Erza berbicara, sikapnya jauh lebih sopan.

"Itu akan menjadi kehormatan bagiku." Saat ini, Dokter Suwarno bahkan lebih bersemangat. Erza selalu merasa bahwa Dokter Suwarno agak berlebihan terhadapnya.

"Istri saya tidak dalam kesehatan yang baik dan membutuhkan beberapa obat, tetapi kualitas obat di apotek terlalu buruk. Saya tidak tahu apakah saya bisa mendapat obat yang lebih baik di rumah sakit ini," jelas Erza.

"Ada banyak obat berkualitas tinggi di rumah sakit ini. Aku akan membawamu langsung untuk mendapatkannya." Dokter Suwarno berkata dengan senyum lebar.

"Kalau begitu, terima kasih banyak," sahut Erza penuh hormat.