webnovel

Benda Magis di Pasar Terbuka

Tensi tegang terasa di sekitar meja dagang Cien. Jeanne bertanya setenang mungkin namun emosi geram tetap terasa keluar dari tubuhnya. Membuat Veronica sedikit gemetar, setidaknya sampai ketika dia melihat roti yang ditunggunya berada di atas tanah.

"Apa yang Kakak lakukan?! Rotiku!"

"Eh?"

Jeanne melirik ke Veronika yang berjongkok memungut roti-roti yang dijatuhkannya. Teriakan sepupu kecilnya itu berhasil membuat tensi mereda. Bahkan membuat Jeanne agak merasa bersalah.

"Ma-maaf, tapi! Ini salah dia, siapa suruh nyebutin harga yang gak masuk akal kayak gitu? Walaupun sekadar bercanda, ini gak lucu."

"Itu bukan candaan, kok. Itu memang harga aslinya. Bahkan aku sudah murah hati memberikan harga segitu untuk kreasiku ini."

Cien memotong dengan nada yang percaya diri. Orang-orang di sekitar kembali terdiam.

"Apa kau gila, Pak Penjual?" Tanya Jeanne.

Cien menggeleng, "Tidak, kamu tahu ini apa, Nona?"

Ucap Cien sambil mengambil satu sarung tangan dari meja.

"Sarung tangan."

"Hmm, ya sarung tangan. Tapi bukan sarung tangan. Ini benda magis, yang kunamai Fire Glove."

"Benda magis?!"

Mustahil! Itulah yang ada di pikiran Jeanne dan beberapa orang lain yang mendengarnya. Bahkan Veronica sendiri tahu akan keberadaan benda magis yang langka. Walaupun dia masih kecil, Veronica adalah siswi dari Akademi Sihir di Huntara, bahkan dia sudah direncanakan untuk mengikuti pertukaran pelajar tahun depan ke Westya, menggantikan Putri Sravati. Jadi, dia tahu betul betapa bernilainya benda magis yang disebutkan sang penjual.

"Maaf, Pak. Bukannya ingin menyangkal, namun tidak baik menyebar keboho—"

"Bagaimana kalau anda mencobanya sendiri, Nona. Ini tawaran spesial untuk anda, karena sepertinya banyak keraguan di sekitar kita. Bagaimana menurutmu?"

Cien tidak membiarkan Jeanne menyelesaikan kata-katanya, dia langsung memotong pembicaraan, karena dia merasa hawa sekitar sudah mulai merugikannya. Dia bisa melihat tatapan skeptis dari para pengunjung sekitar. Dia bahkan bisa melihat Lina penjual roti menggelengkan kepalanya.

Kalau terus begini, sebelum festival berakhir, bisa-bisa namanya sudah tercoreng duluan.

Jeanne yang mendengar tawaran dari Cien agak ragu, namun Veronica yang sebelumnya telah mengobrol dengan sang penjual merasa kalau penjual itu bukanlah seorang penipu.

'Apa mungkin?'

Veronica mendekat, "Kalau Kak Jeanne tidak mau, biarkan saya yang mencobanya."

Jeanne tertegun, dia melihat Veronica mengambil satu sarung tangan dari tangan penjual. Jeanne mencoba mencegahnya, namun dia melihat tatapan serius Veronica.

"Saya rasa Paman bukan orang yang jahat, iya, kan?"

Cien mengangkat bahu, "Saya bukan penipu."

Veronica memakai satu sarung tangan itu di tangan kanannya. Cien yang melihat itu lalu menjelaskan kemampuan yang dimiliki Fire Glove dan sihir yang terekam di dalamnya. Semakin Veronica mendengar penjelasan dari Cien semakin takjub dia dalam dirinya.

'Apa itu berarti sarung tangan ini bisa mengeluarkan serangan sekuat rank 10? Kalau sarung tangan ini banyak dan dipakai oleh tentara rank 1 atau 2, maka keseimbangan akan hancur.'

Setelah mendengar seluruh penjelasan dari Cien, Veronica ingin mencoba mengaktifkan sihir yang ada pada Fire Glove namun tidak akan menembakkannya karena akan berbahaya. Sebagai penyihir, dia akan langsung tahu apakah sarung tangan itu benda magis atau bukan dengan sedikit mencoba saja.

Dalam sebuah benda magis terdapat inti mana, Veronica akan langsung tahu, ketika dia mengaktifkan sihir yang terekam di dalamnya.

Veronica mengkonsentrasikan diri, mengaktifkan inti mana yang ada di sarung tangan. Suatu cahaya kecil seketika menyala di bagian sarung tangan yang terbordir. Hanya sesaat, lalu cahaya tersebut redup kembali.

Veronica membuka mata dengan lebar, karena sungguh dia tidak percaya.

"Ini memang benda magis…"

Gumam Veronica yang terdengar ke sekelilingnya. Begitu pula dengan Jeanne yang kali ini memperlihatkan wajah kosong menganga.

'Orang gila macam apa yang menjual barang berharga seperti ini di pasar terbuka?!'

Teriak Jeanne dalam hati, dia benar-benar tidak mengerti apa yang ada di pikiran si penjual. Dia pun tadi mendengarkan penjelasan yang diberikan akan kemampuan Fire Glove. Kalau kemampuan itu benar, maka benda itu akan sangat berguna dalam pertarungan.

Jeanne memegangi pundak sepupu kecilnya, mengkonfirmasi pendapat sepupunya itu akan kebenaran benda magis dan kekuatan yang bisa dihasilkannya.

Veronica mengangguk dengan serius, dia tahu apa yang diinginkan oleh Jeanne. Benda magis bukanlah hal yang bisa dilihat sehari-hari, bahkan bertahun-tahun. Hal seperti ini sangatlah langka, dan mereka sebagai orang yang menemukannya harus mendapatkannya!

Veronica tidak menyangka kalau dia akan mendapat harta karun sungguhan.

Jeanne mengangguk setuju, dia lalu berpaling ke Cien. Orang-orang di sekitar yang tadinya skeptis, kini ramai dan mulai bergerak juga. Benda magis! Ada seseorang yang menjual benda magis di sini! Toko Cien pun menjadi bahan perbincangan yang akan menarik banyak peminat, sayangnya Jeanne tidak akan membiarkan orang lain mendapatkannya.

"Lima puluh ribu Tia untuk sepasang, apa itu benar?" Tanya Jeanne, ingin mengkonfirmasi. Jujur, harga yang diberikan Cien bagi benda magis termasuk murah. Kalau Fire Glove dijual di pelelangan, harganya akan jauh lebih mahal daripada sekadar lima puluh ribu.

Cien mengangguk mengiyakan, "Yup, hanya lima puluh ribu. Bukankah sudah kubilang, saya penjual dengan murah hati, Nona muda."

Jeanne tidak peduli dengan kata-kata memuji diri sendiri yang diutarakan Cien. Dia hanya melihat sarung tangan yang ada di meja, dan di tangan Veronica. Mengambil keduanya dengan kilat bagai seorang pencuri, bahkan Cien tidak mampu berkata melihat kelakuan perempuan tersebut.

Setelah merebut semua sarung tangan, Jeanne mengangkat Veronica hingga duduk di meja.

"Dengar, saya sekarang tidak membawa uang sebanyak yang kau inginkan. Jadi, akan saya gadaikan dulu Veronica, dia adalah putri dari Viscount Amary. Saya akan pulang untuk mengambil uang, dan akan kembali secepatnya untuk mengambil dia kembali. Okay? Bye!"

Jeanne berkata dengan cepat tanpa jeda, lalu berlari setelah membawa sepasang Fire Glove dan meninggalkan seorang gadis kecil di atas meja Cien.

Kejadian itu sangatlah cepat, sehingga Cien hanya bisa terdiam melihat tingkah perempuan yang membawa lari sarung tangannya.

Bahkan Veronica sendiri tidak menyangka perbuatan sepupunya itu. Dia menganga melihat siluet Jeanne yang semakin menjauh.

'A-apa yang terjadi?!'

"Apa itu kakakmu?" Tanya Cien dengan wajah kosong.

"Bukan, hanya sepupu."

"Apa dia agak gila?"

"Tadinya kurasa tidak. Sekarang, aku tidak tahu."

Keduanya semerta terdiam. Cien tidak mengira kalau barang dagangannya akan dibawa lari, walaupun dia mendapat seorang gadis kecil sebagai bayaran sementara. Dia tetap tidak bisa menghilangkan perasaan kalau ini adalah hal yang absurd.

"Dia akan kembali, kan?"

"Pasti, kalau tidak, apa jadinya aku?" jawab Veronica agak murung.

Cien melihat sekelilingnya, kejadian tadi membuat Fire Glove menjadi suatu sensasi. Dia bisa melihat kehebohan yang terjadi, ada beberapa yang maju bertanya apakah dia memiliki benda magis lain, yang langsung dijawab Cien dengan tidak.

Cien mencoba menawarkan beberapa senjata lain yang ada di mejanya, namun mereka langsung tidak tertarik setelah melihat senjata itu hanyalah tombak kayu dan pisau biasa.

Ketertarikan pada Cien berangsur mengurang, namun sensasi akan adanya Fire Glove masih terasa. Cien bisa merasakan beberapa orang mencurigakan yang mengamati keadaan, dan mulai bergerak cepat ke arah Jeanne berlari.

"Kakakmu-"

"Sepupu."

"…Kakak sepupumu itu, aku harap tidak ada yang terjadi padanya."

Next chapter