Braaaaaakkk.....
"Aaaaa.. tolong cepat tolong dia."
Suara gaduh dan teriakan orang-orang di pinggir jalan terdengar riuh, pasalnya mereka tengah menyaksikan sebuah tabrak lari di hadapanya dengan kondisi korban berlumuran darah.
Maura kala itu tengah bersekolah, ia duduk di bangku kelas 2 Sekolah Menengah Atas.
Ketika sedang asyik mengikuti pelajaran di kelasnya, tiba tiba saja pamanya menyusulnya kesekolah dan mengabarkan jika ayahnya mengalami kecelakaan dan koma.
Tanpa berpikir panjang, Maura langsung meminta izin pada ibu guru dan langsung menyusul ayahnya ke rumahsakit ditemani sang paman.
Di sepanjang jalan ia hanya menangis, perasaanya menjadi sangat tak tenang, ia takut akan terjadi hal yang buruk pada ayahnya.
Sesampainya dirumah sakit, ia berlari menyusuri lorong rumah sakit yang senyap itu, hingga langkahnya terhenti tepat di depan kamar yang bertuliskan "Ruang ICU" tempat ayahnya terbaring.
Terdengar suara monitor ruang ICU dengan nada panjang tanpa putus.
diiringi dengan suara tangisan dan teriakan ibu dan adiknya yang memanggil-manggil ayahnya.
Maura melangkahkan kakinya dengan cepat masuk keruangan itu, tampak sesosok pria terbaring diatas kasur rumah sakit yang telah ditutupi kain putih oleh suster.
Maura berjalan pelan menghampirinya, ia seolah tak percaya jika sosok yang ada dibalik kain putih itu adalah Ayahnya, ibu dan adiknya yang melihat Maura kemudian memeluknya,
"Bapak Ra... bapak sudah tidak ada." ucap ibu sambil menangis tersedu-sedu.
Mendengar itu, nafasnya serasa sesak, tubuhnya menjadi lemas dan seketika semuanya menjadi gelap. Maura pingsan, ia tak kuasa menerima kenyataan yang terjadi.
Hari itu menjadi hari terkelam di hidup maura, bagaimana bisa ia melanjutkan hidupnya tanpa Ayah.
Ibunya hanyalah seorang buruh cuci setrika yang penghasilanya tidaklah seberapa, mana mungkin bisa memenuhi kebutuhan keluarga.
Hari itu juga Ayah Maura dikebumikan, diatas gundukan tanah itu ia menangis terisak,
"Pak.. kenapa kau tinggalkan kami." batin Maura.
Taburan bunga pun memenuhi gundukan tanah itu.
Selang 3 hari setelah kepergian sang ayah, ia mulai masuk sekolah seperti biasa. satu persatu murid diberikan secarik kertas pengumuman ujian tengah semester.
Maura diharuskan membayar uang semester dan praktikum sebesar 300 ribu. Ia bingung bagaimana mungkin ia meminta uang itu pada ibunya, sedangkan untuk makan saja mereka kesusahan.
"Bu.. Maura akan berhenti sekolah dan mencari pekerjaan, biar Nisa saja yang sekolah hingga tamat SMK." ucap Maura pada ibunya yang tengah meyetrika baju tetangganya.
"Tapi kamu sebentar lagi lulus Ra, sayang jika tidak diteruskan." jawab ibu dengan wajah sedih.
"Gak apa-apa bu !!, Maura akan akan bekerja untuk membantu membiayai Nisa." ucapnya dengan tekad yang sudah bulat.
Tak butuh waktu lama, ia pun mendapat pekerjaan di home industri pembuatan camilan makanan di desanya. selama tiga tahun ia bekerja di tempat itu. upah yang ia dapatkan selalu ia berikan pada ibunya.
kini adiknya sudah duduk di bangku kelas 2 Sekolah Menengah Pertama.
©©©©
Hari ini semua pegawai berkumpul di home industri pembuatan makanan ringan itu, usaha tempatmya bekerja dinyatakan bangkrut dikarenakan sang pemilik memiliki banyak hutang dan tidak mampu lagi membayar pegawainya.
Maura yang kala itu harus bekerja untuk membantu menghidupi keluarganya menjadi bingung, jika ia tidak bekerja ia tidak dapat membantu membiayai sekolah adiknya.
Dengan memakai sepatu yang kondisinya sudah tidak bagus lagi, maura berjalan menyusuri jalan setapak menuju rumahnya.
"Assalamualaikum.." ucap Maura sambil membukakan pintu rumahnya.
"Wa'alaikumsalam.." jawab adik dan ibu Maura.
Dengan wajah sedih, Maura duduk di sofa tua yang keadaanya sudah robek, ia kemudian membuka amplop putih berisi uang merah sebanyak 30 lembar itu, dengan seksama ia menghitungnya,
" Tiga juta cukup gak yaa sampai saya dapet pekerjaan baru ?" batin Maura.
Ibu yang melihat maura diam termenung sambil memegang amplop putih kemudian bertanya,
"Kenapa Ra ??" ibu menghampiri Maura.
"Saya diberhentikan kerja bu, ini uang pesangonya sebesar tiga juta." ucap Maura sambil menyodorkan uang itu pada ibunya.
"Yasudah... nanti kamu coba cari pekerjaan baru saja." ucap ibu Maura menyemangatinya.
Keesokan harinya, ia mencoba mencari pekerjaan kesana kemari,
Dibawah panas terik matahari, dengan keringat yang mengalir di pelipisnya, ia mendatangi beberapa rumah makan, tentunya bukan untuk makan, tetapi untuk menanyakan lowongan pekerjaan. Namun tak ada satupun lowongan yang tersedia.
Tak putus asa, ia terus mencari dan mendatangi usaha home industri dan konveksi yang ada di desanya. tetapi tetap saja tidak ada lowongan.
Hari itu matahari sudah mulai terbenam, seharian ia berjalan kesana kemari dengan menahan lapar dan haus.
Karena hari sudah semakin gelap, Maura pun pulang dengan menaiki angkutan umum.
"Assalamualaikum bu." ucap Maura sambil membuka pintu rumahnya.
"Wa'alaikumsalam.." jawab ibu dan Nisa.
Dengan wajah lusuhnya Maura bercerita jika ia sudah berusaha kesana dan kemari mencari pekerjaan tetapi belum ada lowongan.
"Sabar nak.. mungkin belum rejekinya." ucap ibu sambil menaruh segelas air untuk Maura minum.
"Sekarang kamu makan dulu sana, di meja ada tempe, habiskan saja, ibu dan Nisa tadi sudah makan." ucap ibu menyuruh Maura untuk segera makan.
Maura yang seharian menahan lapar itu pun pergi ke dapur untuk makan, ia membuka tudung sajinya, hanya tersisa dua potong tempe goreng, tanpa mengeluh ia pun makan dengan lahapnya.
Malam itu, di dalam kamar yang tidak terlalu luas itu Maura merenung dan menangis, ia merasa seolah tuhan tidak adil padanya. di usianya yang seharusnya menikmati masa remaja, ia harus banting tulang menghidupi keluarganya.
Keesokan harinya tanpa menyerah ia pun mencari lowongan pekerjaan baru lagi di daerah yang berbeda dengan kemarin. ia berjalan berkilo-kilo meter, memasuki rumah makan dan toko satu persatu, tetapi tetap saja belum ada lowongan pekerjaan.
Dibawah terik matahari ia terus berjalan tanpa letih, kerongkonganya terasa mengering, bulir-bulir keringat membasahi keningnya, sesekali ia menyekanya dengan saputangan lusuh yang ia bawa di saku celananya.
Ketika sedang berjalan, tanpa sengaja Maura bertemu dengan teman sekelasnya dulu, Rahma.
"Mauraaa... " teriak Rahma dari arah sampingnya.
"Loohh Rahma, apa kabar, lagi apa disini ?" sapa Maura dengan ramah.
Rahma adalah teman sebangku Maura ketika bersekolah di SMA, ia tau betul kejadian Maura yang berhenti sekolah dikarenakan ayahnya meninggal dunia.
"Aku kabar baik Ra.., ini aku baru beli roti bakar, kamu gimana, lagi apa disini ?" ucap Rahma sambil menunjukan jinjingan keresek putih yang berisi dus roti bakar.
"Aku lagi mencari pekerjaan, sudah kesana kemari tapi belum ada lowongan." ucap Maura dengan wajah sedih.
"Ahh kebetulan banget, bos tempatku bekerja lagi butuh Asisten rumah tangga, kalo kamu mau, kamu bisa ikut denganku ke jakarta, tapi ya gitu... jadi asisten rumah tangga !!" ucap Rahma.
"Gak apa-apa, aku gak masalah yang penting kerja halal." jawab Maura.
"Ini no hp ku, kalo kamu mau, kamu bisa tlp aku atau kamu dateng aja kerumahku. tapi lusa aku sudah balik lagi ke jakarta." ucap Rahma memberikan secarik kertas kecil bertuliskan no telpon nya.
Karena sudah terasa lelah, Maura akhirnya pulang kerumahnya, ia menceritakan kejadian tadi bertemu dengan Rahma.
"Boleh ga bu kalau Maura kerja di jakarta?" ucap Maura meminta ijin pada ibunya.
"Boleh nak.., Asal kamu hati-hati aja disana, jaga diri baik-baik." ucap ibu.
Kali ini tekad Maura sudah bulat, ia memutuskan akan ikut dengan Rahma ke jakarta.
Tok..tokk..tokkk..
"Assalamualaikum rahma." ucap Maura sambil mengetuk pintu rumahnya.
"Wa'alaikum salam.." jawab Rahma dari balik pintu rumahnya.
"Ehh masuk masuk Ra.." Rahma mempersilahkan Maura untuk masuk dan duduk.
"Ma.. Aku jadi ikut kamu ke jakarta, ibu sudah mengijinkan aku untuk bekerja disana." ucap Maura dengan antusias.
"Okee besok kita pergi ke jakarta, jam 7 pagi aku tunggu kamu di terminal bus ya" ucap Rahma.