Malam itu juga jasad Edgar dibawa ke kastil Terania dengan kereta kuda. Rowena memutuskan untuk menguburkan jasad Edgar di sebuah taman bunga yang ada di kastil Terania karena kerajaan itu sudah menjadi miliknya.
Acara pemakaman Edgar yang bisa dibilang dadakan itu hanya dihadiri oleh Rowena, Sir Cedric, Sir Damian, dan Pangeran Helios. Awalnya Helios mengira kalau Rowena akan menangis lebih keras daripada saat dirinya baru bertemu dengan Edgar. Nyatanya, perempuan itu sama sekali tidak menitihkan air matanya sedikitpun.
Rowena hanya terus-menerus menatap makan Edgar dengan tatapan sayunya. Setelah prosesi pemakamannya selesai, Rowena kembali ke kamarnya. Ia tidak mengganti pakaian berkabungnya sama sekali dan langsung merebahkan seluruh tubuhnya di tempat tidurnya. Padahal seharusnya ia menangis disituasi seperti ini, tetapi air matanya sama sekali tidak bisa keluar.
Suara ketukan pintu memecahkan lamunannya. Seorang pria yang memakai pakaian serba hitam masuk ke dalam kamar Rowena. Pria itu adalah Pangeran Helios yang merasa khawatir dengan keadaan Rowena dan memutuskan untuk memeriksa keadaannya. Ia berjalan ke arah tempat tidur perempuan itu lalu duduk di sana.
"Apakah kau baik-baik saja, Rowena?" tanya Pangeran Helios dengan ekspresi wajah yang menunjukkan kalau ia sangat khawatir dengan keadaan ksatrianya itu.
Rowena membalikkan badannya dan menoleh ke arah Pangeran Helios yang sedang duduk disamping dirinya yang masih berbaring. "Apa menurutmu aku baik-baik saja, Yang Mulia?"
"Entah, aku juga tidak tahu. Kau adalah satu-satunya manusia yang tidak bisa kutebak. Padahal saat pemakaman, aku mengira kau akan menangis seperti saat kau menemukan kalau ayahmu sudah tewas. Ternyata kau sama sekali tidak mengeluarkan setetes air mata pun."
"Sejujurnya tadi maupun sekarang, aku sangat ingin mengeluarkan air mataku sebanyak-banyaknya. Sayangnya entah mengapa aku tidak bisa menangis. Mungkin karena aku sudah memprediksi tentang kematian ayahku dan juga..."
"Dan juga apa?" tanya Pangeran Helios.
"Dan juga ayahku tewas dengan tenang dalam kondisi tubuh yang masih utuh. Oleh karena itu setidaknya aku harus bersyukur karena kematiannya bisa dibilang tidak tragis," jawab Rowena.
Pangeran Helios merentangkan tangannya lebar-lebar. "Apakah kau ingin kupeluk?"
"Hah? Apa?" ujar Rowena yang merasa kalau telinganya salah menangkap hal yang diucapkan oleh Pangeran Helios.
"Dulu saat aku masih kecil, setiap aku merasa sedih pasti ibuku akan memelukku. Katanya berpelukkan setidaknya dapat mengurangi rasa sedihmu," jelas Pangeran Helios.
Rowena pun bangkit dan duduk tepat di sebelah Pangeran Helios. Kemudian ia menaruh kepalanya di dada Helios dan kedua tangannya memeluk tubuh pria tersebut. Helios tersenyum kecil sembari menepuk pelan punggung Rowena.
Helios bisa merasa suhu hangat dari tubuh Rowena. Selama berpelukan dengan Rowena, jantung Helios terus berdetak dengan kencang. Tiba-tiba saja tangisan Rowena pecah saat itu juga. Pangeran Helios pun dibuat kewalahan karena harus menenangkan dirinya.
"Aku benar-benar benci dengan kematian. Terkadang aku berpikir kenapa aku selalu saja terlibat langsung dengan yang namanya kematian. Padahal aku hanya ingin hidup berkecukupan, memiliki keluarga yang harmonis, dan hidup bahagia selamanya. Kenapa hal itu sanga sulit untuk kuwujudkan?" keluh Rowena sembari menangis.
Pangeran Helios membelai rambut Rowena dengan lembut. "Terkadang kehidupan memang tidak berjalan sesuai yang kita impikan. Tapi itu bukan akhir dari segalanya. Yang penting kau sudah menjadi seseorang yang hebat meskipun tidak sesuai dengan impianmu. Bagiku kau yang sekarang sudah sangat keren. Bahkan kau selalu saja membuatku terpesona setiap saat."
"Semenjak kita bertemu di hari itu, aku selalu menganggapmu sebagai hartaku yang paling berharga," lanjut Pangeran Helios dengan kedua pipinya yang sudah merah merona.
Tidak ada balasan atau jawaban dari Rowena. Pangeran Helios pun melepaskan pelukannya dan melihat wajah Rowena. Ternyata perempuan itu sudah tertidur. Sepertinya dia sama sekali tidak mendengarkan perkataan Helios barusan karena sudah tidur pulas. Helios pun mengangkat Rowena ke tempat tidurnya.
Helios merapikan rambut Rowena yang berantakan. Ia terus menerus memandang wajah Rowena yang sedang tertidur. Baru kali ini ia melihat wajah perempuan itu dari jarak yang dekat. Jantungnya semakin berdebar kencang. Ia mendekatkan wajahnya dengan wajah Rowena. Entah mengapa saat melihat perempuan itu tertidur membuatnya ingin menciumnya sekali saja.
Saat bibir Helios hampir akan mengenai bibir Rowena, tiba-tiba Sir Damian membuka pintu kamar tersebut. Dengan cepat Pangeran Helios bangkit dari tempat tidur itu. Pipinya masih merah merona dan kedua cuping telinganya juga ikut memerah.
"Ada apa kau kesini, Damian?" tanya Pangeran Helios dengan nada yang sewot. Sepertinya ia kesal karena Damian merusak momen itu.
"Aku hanya ingin memastikan keadaan Rowena. Aku sangat khawatir melihat keadaannya seperti itu. Akan lebih baik jika dia menangis daripada diam tanpa ekspresi seperti itu," balas Sir Damian.
"Sudahlah, lebih baik kita keluar saja dari sini. Lagipula dia juga sudah tertidur pulas. Biarkan dia beristirahat dan menenangkan jiwanya untuk sementara waktu. Setelah keadaan sudah lebih baik kita akan kembali ke istana Valeccio dan merencanakan strategi untuk menaklukkan kerajaan lainnya," kata Pangeran Helios sembari menarik Sir Damian untuk keluar dari kamar Rowena.
Meskipun sudah keluar dari kamar Rowena, jantungnya masih saja tetap berdetak kencang. Sebenarnya apa yang sudah terjadi dengan dirinya? Setelah berpikir beberapa menit ia baru sadar, apakah kini ia sudah jatuh cinta pada Rowena? Kalau diingat-ingat gejala yang ia rasakan sangat sesua dengan yang dituliskan di salah satu buku yang pernah dibacanya saat masih di istana Sunverro.
Jantungnya berdetak tidak karuan saat bersama Rowena. Ia selalu merindukan perempuan itu saat berpisah dengannya sebentar. Ia juga merasa cemburu saat melihat Cedric memandang Rowena dengan tatapan penuh cinta. Sebentar... Bukankah itu berarti sekarang ia sudah terlibat cinta segitiga antara dirinya, Rowena, dan Cedric?
Memikirkan tentang hal ini lebih memusingkan daripada memikirkan strategi perang. Helios baru sadar kalau sesuatu yang berhubungan dengan cinta memang sangat rumit. Padahal seharusnya ia tidak boleh merasakan hal yang dinamakan cinta itu karena dirinya merupakan seorang pangeran mahkota, yang akan menikah dengan seorang perempuan yang akan menguntungkan posisinya kelak saat menjadi kaisar, bukan dengan perempuan yang dicintainnya.
Sayangnya ia sudah terlambat. Ia sekarang sudah terjerat dalam hal yang bernama cinta. Yang bisa dilakukannya sekarang adalah hanya menyembunyikan perasaannya dan mengharapkan kebahagiaan untuk Rowena. Ia juga tidak ingin melihat Rowena menitihkan air matanya lagi karena itu membuat dirinya sangat sesak.
Ia harus sesegera mungkin melupakan perasaan yang tidak seharusnya tumbuh ini. Sebab setelah perang ini selesai dan ia kembali ke Sunverro, pasti para bangsawan akan langsung menyodorkan anak perempuan mereka pada dirinya untuk dinikahi.
Saya sudah memberi tag untuk buku ini, datang dan mendukung saya dengan pujian!
Penciptaan itu sulit, dukung aku ~ Voting untuk aku!
Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!
Adakah pemikiran tentang kisah saya? Tinggalkan komentar dan saya akan menmbaca dengan serius
Hadiah anda adalah motivasi untuk kreasi saya. Beri aku lebih banyak motivasi!