webnovel

Pembalasan Dendam Sang Ksatria Wanita

Rowena hampir dibunuh setelah ketahuan ingin membunuh pangeran mahkota dari Kerajaan Sunverro dalam peperangan kali ini. Namun, setelah melihat kemampuan Rowena, Pangeran mahkota itu memutuskan untuk mengangkat Rowena sebagai ksatrianya dan membantunya agar bisa memenangkan pertempuran yang membosankan itu. Rowena pun setuju untuk menjadi ksatria dari Pangeran mahkota. Hal itu membuat Rowena menjadi ksatria wanita pertama di dunia. Ikuti petualangan, pembalasan dendam, dan kisah cinta Rowena!

Seorina · Fantasy
Not enough ratings
30 Chs

Mulainya Pertempuran

"Baiklah kalau begitu, aku akan segera pergi ke sana," jawab Rowena.

"Kalau begitu Sir Ivan, aku pergi dulu untuk menemui Yang Mulia. Sampai jumpa," ucap Rowena sebelum pergi meninggalkan Sir Ivan.

Rowena berjalan mengikuti pengawal itu setelah sampai di depan tenda Pangeran Helios, ia langsung masuk ke dalam sana dengan santainya. Di dalam tenda itu sudah ada Pangeran Helios, Sir Cedric, Sir Damian, dan beberapa kesatria lainnya yang merupakan perwakilan dari divisi penyusunan strategi perang, yang tengah duduk di kursinya masing-masing.

Melihat ada sebuah kursi yang kosong tepat di sebelah Sir Cedric, Rowena dengan cepat langsung duduk di sana. Dengan Rowena yang sudah hadir, maka rapat pembahasan strategi penaklukan Kerajaan Valeccio pun dimulai.

"Rowena, silahkan kau jelaskan strategi yang kau bahas kemarin kepada semua orang yang ada di sini. Biar mereka yang akan menentukan apakah strategimu pantas untuk digunakan atau tidak," perintah Pangeran Helios.

Rowena pun bangkit dari kursinya dan membuka tiga gulungan peta yang sudah ada di meja. Ia mulai menjelaskan strateginya kepada semua orang yang ada di sana.

"Menurut saya, sebaiknya kita menaklukan wilayah Richella dan Kerajaan Terania terlebih dahulu. Jika kalian semua bertanya kenapa, jawabannya adalah Kerajaan Valeccio merupakan Kerajaan terbesar di benua barat ini. Jika kalian langsung menyerangnya seperti yang kalian lakukan beberapa bulan yang lalu sebelum kalian menaklukan benua Utara, maka yang akan terjadi adalah pengulangan kekalahan."

Sebenarnya sebelum Helios dan pasukannya menguasai seluruh Kerajaan di Benua Utara, pada awalnya ia berencana untuk menaklukan Kerajaan Valeccio yang ada di benua barat terlebih dahulu, namun ketika ia memulai penaklukan itu pasukan Valeccio benar-benar menghajar pasukannya habis-habisan sehingga pasukan Sunverro terpaksa mundur. Setelah berhasil menaklukan benua Utara, Helios kembali berencana ingin menaklukan Valeccio.

"Secara Geografi, Kerajaan Terania dan wilayah Richella mengelilingi Kerajaan Valeccio. Jika kita berhasil menaklukan kedua wilayah itu bukannya kita bisa mengepung Valeccio dari segala arah."

"Kalau begitu bagaimana dengan rencana penaklukan Valeccio?" tanya seorang kesatria.

Rowena kembali duduk di kursinya. "Jika kita sudah berhasil menaklukan kedua wilayah itu pasti pihak Valeccio akan mulai merasa terancam karena tahu kalau kerajaannya telah dikepung oleh pasukan kita. Sebagai solusi pertama, mereka pasti akan mengundang kita ke sebuah pesta yang diadakan oleh mereka untuk mengajukan permintaan perdamaian."

"Kurasa strategi yang dijelaskan oleh Rowena sangatlah bagus dan masuk akal. Tapi meskipun begitu aku masih harus mendengar pendapat dari kalian semua," ujar Pangeran Helios.

"Menurut saya strategi yang dipaparkan oleh Dame Ernest sudah sangat sempurna."

"Saya sangat setuju jika kita menggunakan strategi milik Dame Rowena."

"Sepertinya strategi Dame Ernest akan memberikan keuntungan yang lebih besar kepada Sunverro."

"Baiklah kalau begitu kita akan menyerang Kerajaan Terania dan Wilayah Richella secara bersamaan. Perintahkan para komandan pasukan untuk mengumpulkan pasukannya dan bagi menjadi dua lalu kita akan menyerang kedua wilayah itu nanti malam!" perintah Pangeran Helios.

Semua kesatria pun keluar dari tenda Pangeran Helios setelah rapat itu berakhir. Sekarang di tenda itu hanya tersisa Rowena, Pangeran Helios, Sir Cedric, dan Sir Damian.

"Apakah aku juga harus ikut bertempur dalam menaklukan kedua wilayah itu?" tanya Rowena pada Pangeran Helios.

"Tentu saja kau tidak boleh ikut. Jika kau ikut maka pasukan Sunverro benar-benar akan mengalami kerugian yang sangat besar," jawab Pangeran Helios dengan tegas.

"Jika kalian semua berperang nanti malam, lantas apa yang harus kulakukan di sini?" ujar Rowena yang tidak mengerti dengan ucapan Pangeran Helios itu.

"Cedric dan Damian akan menemanimu di sini saat kami semua berperang," jawab Pangeran Helios dengan santainya.

Sir Cedric, Sir Damian, dan Rowena langsung terkejut dan berteriak," APA??"

"Yang Mulia, apa maksudmu menyuruh aku untuk tinggal di sini bersama mereka?" tegas Sir Cedric yang nampak kesal dengan keputusan dadakan sang Pangeran.

"Karena semua orang yang ada di sini akan pergi, bukannya kita tetap harus menyisakan beberapa orang untuk berjaga di sini," jawab Pangeran Helios.

Damian yang sudah tahu akan apa yang terjadi selanjutnya pun menyuruh Rowena untuk pergi. "Dame Ernest, kurasa lebih baik kau keluar dari sini sebelum perang antar Cedric dan Pangeran berlangsung."

"Baiklah. Sampai jumpa, Sir Damian," kekeh Rowena.

Seperti biasa waktu berjalan dengan sangat cepat. Tanpa disadari pagi telah berganti malam. Sekarang semua prajurit dan kesatria sedang mempersiapkan kuda dan memakai baju zirah, begitu juga dengan sang Pangeran. Setelah semuanya siap mereka pun mulai berangkat dan menyebar ke dua arah. Semua prajurit nampak sangat bersemangat dengan pertempuran kali ini. Melihat itu Rowena sendiri yakin kalau pertempuran ini akan berakhir dalam tiga hari saja.

Sesuai perintah Pangeran Helios, sekarang di kamp militer Sunverro hanya ada Rowena, Sir Cedric, dan Sir Damian yang berjaga di sana. Sekarang yang harus mereka bertiga lakukan adalah menjaga kamp militer sampai semua pasukan Sunverro kembali dengan selamat.

Sir Cedric, Sir Damian, dan Rowena sekarang sedang duduk bersama mengelilingi api unggun. Sir Cedric dan Sir Damian masih belum terbiasa dengan dinginnya benua barat.

"Dame Ernest, apa yang membuatmu bisa menjadi kesatria seperti sekarang?" tanya Sir Damian.

Rowena yang sudah lelah mengingatkan orang-orang untuk memanggilnya dengan tambahan Dame di depan namanya pun menjawab, "Aku dipaksa oleh ayahku untuk menjadi kesatria saat aku berumur 10 tahun. Setidaknya itu lebih baik daripada aku disuruh untuk menikah dengan lelaki tua yang kaya."

"Bukannya lebih baik kau menikah dengan lelaki tua yang kaya itu. Setidaknya kehidupanmu akan tercukupi dan terjamin daripada menjadi beban seperti sekarang," sahut Sir Cedric.

"Apa maksudmu mengatakan aku beban, Sir Cedric? Kurasa selama aku di sini, aku selalu melakukan hal yang menguntungkan kalian daripada menjadi beban," jawab Rowena yang nampak tidak terlalu peduli dengan perkataan Sir Cedric.

"Kalau kau merasa kau bukanlah beban seharusnya Yang Mulia mengikutsertakan kau dalam pertempuran kali ini. Tetapi kenapa Yang Mulia malah melarang dirimu dan menyuruhmu untuk berjaga disini?" sarkas Sir Cedric.

Sir Damian yang duduk bersampingan dengan Sir Cedric pun menyenggol bahu kanannya dan berbisik," Sudahlah Cedric. Tadi pagi kau sudah bertengkar dengan Yang Mulia, apakah sekarang kau ingin bertengkar lagi dengan Dame Ernest?".

"Selemah itukah aku di mata kalian semua?" ujar Rowena dengan kedua ujung bibir yang terangkat.

"Sudahlah, Dame Ernest. Jangan terlalu dipikirkan perkataan dari manusia batu yang satu ini. Dia itu sering sekali beromong kosong," kata Sir Damian yang berusaha agar tidak terjadi pertengkaran diantara kedua orang yang bersamanya itu.

Rowena pun bangkit berdiri. "Kalau begitu aku kembali ke tendaku lebih dahulu."

Rowena berjalan santai ke arah tendanya sembari melihat bintang yang bertaburan di langit malam yang indah itu. Padahal ia mengira di tempat ini sudah tidak akan ada orang yang meremehkannya hanya karena ia seorang perempuan. Ternyata masih saja ada orang seperti itu.