Pranaya sangat marah pada Iranela. Karena ulah gadis itu, hubungannya dengan Arais hancur berantakan. Arais pergi dari rumah dan sekarang keadaan perusahaan kacau. Ingin sekali Pranaya memukul Iranela sampai dia puas. Sayangnya, dia tidak suka melukai perempuan. Apalagi umurnya muda dari umur anaknya.
"Mau jelaskan apalagi? Semuanya sudah jelas. Kamu wanita jahat. Licik kamu, Iranela." Pranaya memandang Iranela dengan tatapan nyalang. Apalagi yang bisa dia lakukan pada orang yang sudah membuat hubungannya dengan sang anak bermasalah selain mencaci maki sepuas hati.
"Aku gak salah, Pak. Aku dijebak. Aku bisa buktikan semua itu. Ini semua udah direncanain. Dan dia punya rencana yang lebih buruk lagi dari ini. Tolong percaya sama aku dan aku akan membuat hubungan kalian kembali membaik," pinta Iranela dengan buliran air mata, mencoba membuat Pranaya percaya padanya.
Sudah cukup dengan semua sandiwara yang dilakukan Iranela selama ini. Pranaya tidak akan percaya lagi. Satu kali sudah membuat Pranaya kapok dan dia tidak akan jatuh lagi ke lubang yang sama untuk kedua kalinya.
"Maaf, Iranela. Saya tidak percaya lagi dengan kamu. Daripada kamu saya laporkan pada polisi, lebih baik sekarang kamu pergi dari sini. Sudah cukup kamu membuat hubungan saya dengan anak saya hancur. Saya tidak akan membiarkan kamu kembali merusak hubungan saya dengan Arais lagi. Pergi kamu dari sini. Saya tidak mau melihat wajah kamu lagi di paviliun atau di manapundi kota ini."
Walaupun Pranaya tidak mau percaya padanya, dia tidak putus asa. Iranela terus merengek, meminta Pranaya percaya padanya. Dia bahkan berlutut agar Pranaya mau mendengar ucapannya satu kali saja.
"Tolong percaya sama aku, Pak. Aku bisa buktiin semua omonganku," isak Iranela sambil memegangi kaki Pranaya.
"Jangan sentuh saya. Saya tidak sudi disentuh tangan kamu yang kotor itu. Saya bilang pergi, ya, pergi! Saya tidak mau kamu membuat saya semakin jauh dengan anak saya." Pranaya menghentakkan kakinya hingga membuat tubuh Iranela menjauh. Lalu dia mengangkat gagang telpon untuk menghubungi satpam. "Satpam, ke sini. Cepat bawa Iranela pergi dari ruangan saya."
"Pak, jangan usir saya dari sini. Saya difitnah dan saya bisa buktikan itu. Ada seseorang yang berusaha hancurin kalian berdua," ucap Iranela tanpa menghentikan berlutut di hadapan Pranaya.
Iranela terus mengiba pada Pranaya agar dia percaya padanya. Namun, yang sudah dilakukan oleh Iranela sangat keterlaluan. Pranaya tidak mau memaafkannya.
Satpam pun datang dan menyeret tubuh Iranela keluar.
"Pak, jangan bawa aku. Aku mohon. Pak Pranaya, tolong aku, Pak. Aku gak salah." Iranela terus berontak saat satpam itu membawa tubuhnya menjauh dari ruangan Pranaya.
Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa hubungan Pranaya dan Iranela malah memburuk setelah Arais mengetahui kebenarannya? Kenapa Pranaya marah pada Iranela yang seharusnya setelah kepergian Arais mereka akan semakin leluasa menjalin hubungan. Sedangkan kabar dari koran itu mengatakan kalau mereka akan menikah, justru hubungan mereka sangat buruk. Apa yang sebenarnya terjadi?
Satpam mendorong tubuh Iranela hingga terjatuh di halaman kantor Pranaya yang besar. Sambil terisak, Iranela menjauh dari kantor itu. Di sebuah lorong di samping kantor Pranaya, dia berjongkok sambil meratapi nasibnya yang pilu.
"Kenapa ini semua terjadi padaku? Apa salahku Tuhan? Kenapa Engkau tega menghukumku seperti ini?" keluh Iranela sambil membenamkan wajahnya pada pangkuannya.
Semenjak sikap Pranaya berubah padanya, Iranela berusaha menjalin kembali hubungan baik dengan pria itu. Namun, semuanya sia-sia.
Kruk kruk
Perut Iranela berbunyi. Sejak pagi dia sama sekali belum makan. Dia pun merasa lapar dan berusaha mencari makan di sekitar kantor Pranaya.
"Ada lima ribu. Hanya cukup untuk beli roti dan minuman," kata Iranela merasa beruntung sambil merogoh saku bajunya.
Dia pun mencari warung. Tak lama berjalan, dia melihat warung ada di seberang jalan. Banyak sekali mobil dan motor lewat, Iranela harus menunggu keadaan sedikit sepi agar bisa menyeberang jalan.
Di tempat yang tak jauh dari Iranela berdiri, ada Pranaya yang berdiri sambil menerima telpon. Iranela hanya bisa memandang sedih calon mertuanya yang ada di jalan yang sejajar dengannya.
Tiba-tiba ada sebuah mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi padahal jalanan sedang ramai. Iranela merasa curiga. Setelah diperhatikan laju mobil itu mendekati Pranaya yang sedang berdiri di sisi jalan.
"Awas, Pak," teriak Iranela sambbi berlari dan langsung menarik tubuh Pranaya menjauh dari jalan. Mobil itu sengaja mau menabrak Pranaya.
Pranaya jatuh di depan satpam sedangkan Iranela jatuh di sisi jalan. Mobil itu menyerempet kaki serta tangan Iranela.
Iranela tak sempat bangun karena mobil itu seketika melewatinya dengan sangat cepat. Tangan serta kaki Iranela yang ada di bahu jalan menjadi korban.
"Ah," teriak Iranela.
Tangan serta kaki Iranela berdarah sangat banyak. Terdengar pula bunyi tulang patah karena ban mobil melindas dua bagian itu dengan sangan cepat. Iranela merasakan sakit yang luar biasa dari tangan serta kakinya yang terluka. Tak kuat menahan sakit, kemudian Iranela pingsan.
Pranaya kaget dan tak mengira akan mengalami kejadian seperti ini. Dia yang tadi jatuh langsung bangun dan menghampiri Iranela yang tergelatak di bahu jalan.
"Ya, Tuhan, Iranela. Iranela bangun. Iranela. Sepertinya dia pingsan. Ayo bawa dia ke rumah sakit," pekik Pranaya, tak menyangka Iranela akan berani melakukan itu.
Pranaya sangat panik, dia pun langsung membawa Iranela ke rumah sakit. Pranaya tidak menyangka Iranela masih mau menolongnya padahal dia sudah sangat keterlaluan pada Iranela. Pranaya merasa bersalah.
Billy menemani Pranaya untuk mengantar Iranela ke rumah sakit. Merasa janggal dengan kecelakaan itu, Billy meminta rekaman CCTV pada bagian kantor.
Sesampainya di rumah sakit, Billy menunjukkan rekaman CCTV yang sudah dia minta dari kantor sambil menunggu Iranela diperiksa.
"Sepertinya mobil itu mengincar Pak Pranaya, Pak. Coba lihat ini. Sejak tadi mobil itu menunggu di depan kantor. Setelah Pak Pranaya keluar, dia buru-buru jalan. Dan sangat terlihat kalau dia mengarah pada Pak Pranaya," duga Billy sambil menunjukkan rekaman itu pada Pranaya.
Pranaya memperhatikan video itu dengan seksama. Apa ini semua ada hubungannya dengan Iranela? Apa mungkin Iranela sengaja melakukan ini agar Pranaya mau memaafkannya? Namun, kenapa dia juga mengorbankan keselamatannya?"
"Maksud kamu ini disengaja?" tanya Pranaya.
"Saya rasa begitu, Pak. Karena mobil ini melaju kencang padahal keadaan jalan sedang ramai. Itu sangat beresiko. Tidak mungkin hanya kecerobohan karena itu sangat membahayakan banyak orang."
Siapa yang berniat melukainya? Musuh Pranaya memang banyak di dunia bisnis, tetapi dia tidak bisa menuduh mereka tanpa bukti.
Seorang dokter keluar dari ruang pemeriksaan. "Keluarga pasien?"
Pranaya mendekat. Bagaimanapun juga Iranela sudah menolongnya. Dia masih punya hati nurani untuk membiayai Iranela sampai sembuh total.
"Iya. Bagaimana keadaan Iranela, Dok?" tanya Pranaya cemas.
"Pasien mengalami patah tulang di bagian kaki dan tangan. Dia harus dirawat intensif agar tidak terjadi yang lebih parah. Dia juga akan butuh waktu untuk jalan lagi sama menggerakkan tangannya."
"Lakukan yang terbaik untuk dia, Dokter."
"Iya. Kami akan lakukan yang terbaik untuk pasien. Silahkan urus admistrasinya dulu di bagian bawah. Saya permisi dulu," suruh dokter.
Kemudian dokter pergi dan menyuruh suster untuk melanjutkan tugasnya. Pranaya duduk dan menggeleng pelan. Keadaan keuangannya sedang tidak baik, bagaimana membayar rumah sakit ini?
"Biaya rumah sakit ini bagaimana, Pak? Di sini tidak murah." Billy mengingatkan.
Pranaya menghela napas. Dia masih punya beberapa tabungan uang dan properti. Jika mendesak sekali, terpaksa dia akan menjual properti yang dia miliki.
"Kita pakai uang perusahaan dulu." Pranaya memerintah.
"Tapi, Pak. Keuangan kita sangat kecil sekarang. Kalau kita pakai uang perusahaan untuk membayar rumah sakit ini, kita bisa kekurangan uang untuk membayar karyawan," protes Billy.
"Lakukan saja apa yang aku suruh. Masalah gaji karyawan saya akan jual properti saya. Kalau sampai bulan ini kita tidak bisa mendapat proyek apapun, perusahaan akan bangkrut dan siap-siap untuk kalian cari tempat kerja baru," ucap Pranaya sambil pergi meninggalkan Billy.
Billy menggenggam tangan lalu memukul kursi dengan kesal. Kalau perusahaan bangkrut, mau di mana lagi dia mencari uang, sementara dia butuh banyak uang untuk kebutuhan keluarganya? Apa dia bergabung saja dengan perusahaan Armail Group?