webnovel

Pelukan Sang Mantan

Dalam waktu bersamaan, Nastya mengalami banyak kesedihan. Ayahnya meninggal dunia dan ibunya koma di rumah sakit. Rumah yang mereka tinggali harus segera dijual untuk biaya perawatan ibunya. Di saat Nastya membutuhkan dukungan dan semangat dari sang kekasih, ia malah mendapati Narendra berselingkuh dengan sahabatnya sendiri. Rasa kecewa, marah, dan benci pun ia rasakan secara bersamaan. Demi membalas rasa kecewanya pada Narendra, Nastya memutuskan untuk berpura-pura menjadi istri dari ayahnya. Itu membuat pria itu sangat marah. Tapi, berperan sebagai ibu tiri dan hidup satu atap bersama dengan mantan kekasihnya, Nastya malah terjebak di dalam pelukan Narendra seumur hidupnya. Pria itu tidak melepaskannya, dan tidak membiarkan Nastya hidup bahagia bersama dengan ayahnya. Bagaimanakah nasib Nastya selanjutnya? Simak cerita selengkapnya, hanya di "Pelukan Sang Mantan". Semoga terhibur ^_^ Follow IG @rymatusya

Tusya_Ryma · Urban
Not enough ratings
222 Chs

Rastya Lebih Penting

Di dalam taksi, Nastya duduk sambil melipat kedua tangan di depan, matanya melihat jalan raya yang lumayan padat menuju rumah Hindra. Dalam keheningan itu, tiba-tiba terasa getaran dari dalam tasnya diiringi suara nada dering ponsel.

Nastya segera membuka tas dan melihat ponselnya. Tertera nama "Giovani." memanggil.

Tanpa membuang waktunya lagi, Nastya segera mengangkatnya. "Halo!"

"Nanas, bisakah kita bertemu? Ada ahli design interior yang ingin aku kenalkan padamu," ucap Giovani dari seberang telepon. Itu membuat Nastya terkejut.

"De-design interior? Sekarang?"

"Ya, sekarang! Apa kau tidak sibuk?" tanya Giovani memastikan.

"Tidak ... tidak, aku sama sekali tidak sibuk."

"Baiklah, temui aku di Kafe Dam, ya! Sekarang!"

"Oh, oke! Aku segera ke sana."

"Siap, aku tunggu!"

Klik!

Sambungan terputus.

Nastya segera memberitahu Hindra, bahwa dirinya akan pulang terlambat karena mau membicarakan masalah bisnis dengan Giovani. Setelah mendapat persetujuan dari Hindra, barulah Nastya meminta sopir taksi untuk memutar arah, meminta sang sopir untuk mengantar dirinya pergi ke Kafe Dam yang ada di ujung kota itu.

Butuh waktu dua puluh menit untuknya bisa sampai di kafe Dam. Nastya segera turun dari dalam taksi, dan berjalan menuju pintu masuk kafe. Di meja nomor dua puluh tiga, Nastya melihat Giovani sedang duduk bersama dua orang pria. Kedua orang itu terlihat serius memperlihatkan sesuatu pada Giovani.

Dengan cepat, Nastya segera berjalan menghampiri meja mereka.

Ketika melihat Nastya datang, terdengar Giovani menyapa, "Nanas, kau sudah datang?"

"Oiya, perkenalkan, ini Fredi, dan ini Syam. Mereka adalah ahli design interior untuk mendesign rumahmu yang akan dijadikan mini kafe," ucap Giovani sambil memperkenalkan kedua pria itu.

"Oh, halo, saya Nastya, senang bisa berjumpa dengan kalian berdua," sapa Nastya sambil mengulurkan tangga. Mereka segera bersalaman, dan mereka balas menyapa Nastya.

"Ayo duduk!" Giovani meminta Nastya dan kedua orang itu untuk kembali duduk.

"Baiklah! Bisa kalian jelaskan ide yang tadi sudah dibuat, pada Nastya?" tanya Giovani pada dua orang itu.

Mereka segera mengangguk. Mulai menjelaskan design-design yang sudah disiapkan sebelumnya. Nastya cukup puas dengan ide dari mereka berdua.

Hingga tidak terasa, waktu berlalu sangat cepat. Di sore hari, mereka berempat baru keluar dari kafe tersebut setelah berbincang dan menghabiskan beberapa menu makanan dan minuman.

"Terima kasih untuk hari ini," ucap Nastya sambil membungkukkan badan pada Fredi dan syam. "Minggu depan, kalian sudah bisa mendekorasi rumah, karena besok atau lusa, rumah itu sudah mulai dikosongkan oleh pemilik sebelumnya. Mungkin besok, saya akan membayar uang mukanya dulu."

"Siap! Besok aku akan menghubungi Giovani lagi untuk bertemu," ucap Syam.

"Oke!" Giovani mengangguk. "Sampai jumpa besok. Sekarang, kami pergi dulu."

"Ya! Sampai jumpa!"

Lalu Nastya dan Giovani pergi terlebih dulu menggunakan mobil Giovani. Mereka segera pergi meninggalkan tempat itu, berjalan menuju jalan raya yang cukup padat.

"Nas ... bagaimana menurutmu dengan ide mereka tadi?" tanya Giovani yang sedang mengemudikan mobil. "Apa kau puas? Atau masih ada yang ingin kau ubah?"

"Bagus! Aku sangat menyukai semua ide yang mereka buat," jawab Nastya dengan lantang.

"Gio memang paling pintar mencari sesuatu yang bagus untukku!" Nastya mengacungkan dua jempolnya untuk Giovani. Mengapresiasi pekerjaan sahabatnya itu yang selalu berakhir sempurna.

Dirinya memang sangat menyukai ide dari Fredi dan Syam tadi. Bukan hanya dekorasinya nanti akan dibuat sangat nyaman, tapi juga akan membuat ruangan itu terasa lebih luas dan tidak penuh sesak lagi.

Nastya puas dengan hal itu.

Ketika masih berbincang dengan Giovani, tiba-tiba terdengar ponselnya berdering. Nastya segera melihat nama kakaknya di layar ponsel.

"Rastya!" ucap Nastya dengan pelan. Membuat Giovani menoleh ke arahnya karena penasaran.

"Untuk apa dia menghubungimu lagi?" tanya Giovani dengan sinis. "Apa dia sudah lupa, pernah ingin mencelakaimu di tempat hiburan waktu itu?"

Giovani masih ingat kejadian hari itu, Nastya disuruh ke klub malam, dan ternyata ....

Untung saja saat itu dirinya segera menghubungi Narendra dan meminta pria itu untuk mencari Nastya di klub. Jika tidak, sesuatu yang buruk pasti akan terjadi.

"Entahlah!" jawabnya. Lalu Nastya mengangkat telepon dari kakaknya.

"Nastya ... tolong aku! Cepat ...." lirih seorang wanita dari seberang telepon. Suaranya sangat pelan juga penuh ketakutan.

Itu membuat Nastya khawatir.

Ia segera bertanya, "Ada apa, Rastya? Kau di mana sekarang?"

"Akuh ... akuh diiii ... di belakang gedung Pertan. Cepatlah kemari, Nast!" liris Rastya lagi dengan suara yang semakin kecil.

"Apa yang terjadi? Kau kenapa? Jawab aku, Rastya! " Nastya semakin panik mendengar suara lirih kakaknya.

"Kami berkelahi, sekarang aku terluka, datanglah!"

Klik!

Tiba-tiba suara Rastya mati, diiringi suara panggilan telepon yang ditutup.

"Halo ... Halo, Rast! Rastya, halo!"

Sudah tidak terdengar apapun lagi dari speaker ponselnya.

"Aisshhhh, sial!" Nastya memaki sambil memegang erat ponselnya.

Tiba-tiba ia menoleh ke samping, menatap Giovani dengan tajam.

"Gio, tolong antara aku ke gedung Pertan, sekarang!" ucap Nastya terdengar tidak sabar.

"Tidak mau!" tolak Giovani dengan cepat.

"Aku tahu apa yang akan kakakmu lakukan. Dia pasti berbohong lagi, dia pasti akan mencelakaimu lagi. Aku tidak akan membiarkan Rastya menjebakmu lagi," tuduh Giovani dengan penuh kekhawatiran pada Nastya.

"Tidak! Dia tidak mungkin menjebakku!" tepis Nastya dengan penuh keyakinan. "Kali ini, Rastya benar-benar membutuhkan bantuan kita."

Giovani masih melajukan mobilnya, sama sekali tidak ada niatan untuk mengantar Nastya ke gedung tua yang sudah tidak terpakai itu.

"Gio!" panggilnya dengan keras ketika melihat pria itu tidak mendengar dan tidak bersedia mengantarnya ke gedung Pertan. "Turunkan aku di sini!"

Nastya segera membuka sabuk pengamannya. Bersiap untuk turun dari mobil itu. Ia bisa naik taksi pergi ke sana, jika Giovani tetap tidak ingin mengantarnya.

Melihat tingkah sahabatnya yang keras kepala, Giovani tidak tahan. "Nanas, aku melakukan ini demi keselamatanmu juga. Aku hanya takut, kau akan dijebak lagi oleh Rastya. Hanya itu!"

"Jadi sekarang, diamlah! Aku akan mengantarmu pulang," tambah Giovani. Masih tidak berniat mengantarnya mencari Rastya.

"Tapi bagiku, Rastya lebih penting!" balas Nastya dengan hati bergetar. Rasa sayangnya pada sang kakak, melebihi apapun. "Sekarang, hentikan mobilnya! Aku akan mencari Rastya sendiri."

"Nastya!!!"

"Aku bilang, hentikan mobilnya!"

Melihat keras kepala Nastya, Giovani tidak punya pilihan lain. Walau enggan, akhirnya ia memutar roda kemudinya, berputar arah dan membawa mobilnya ke tempat gedung itu berada.

"Pakai lagi sabuk pengamanmu! Aku akan mengantarmu ke sana," ucap Giovani.

Melihat Giovani sudah berputar arah, akhirnya, Nastya memakai kembali sabuk pengamannya. Ia duduk dengan tenang, sambil melihat hari yang semakin sore, bahkan matahari sudah mulai tenggelam.

Hari sudah gelap, mobil itu sudah sampai di kawasan gedung Pertan. Giovani masuk ke area itu yang nampak kotor dan tidak terawat. Halaman yang sangat luas, kini berubah menjadi semakin belukar yang hampir sulit untuk dilalui mobil.

Giovani segera menghentikan mobilnya ketika sulit untuk berjalan.

"Coba kau hubungi Rastya, di mana dia? Suruh dia segera datang ke depan pintu masuk."

Giovani sangat enggak untuk mencari jalan lain masuk ke sana. Jika ada bahaya di depan, bagaimana? Giovani dan Nastya tidak bisa pergi untuk mencari bantuan.

"Baik!" Nastya segera menghubungi Rastya. "Aku akan meminta Rastya segera datang kemari."

Sudah untung Giovani mau dan bersedia mengantarnya sampai ke sini. Nastya tidak ingin membuat sahabatnya itu kesal. 'Nanti jika Gio pergi, bagaimana?'