webnovel

Pasti Ada Cinta Untukmu

Aku dan Rannu adalah saudara sepupu yang sangat dekat. Usia kami sebaya. Ibuku dan ibu Rannu bersaudara. Aku adalah tempat Rannu berbagi keluh kesah. Ia merasa berbeda dengan saudaranya dan berpikir mungkin ia hanya anak angkat. Apa yang dikerjakannya selalu salah, mulai dari cara berbusana juga pergaulannya. Keluarga meminta Rannu untuk tinggal di rumah kakaknya menemani istri kakaknya sambil kursus. Sayangnya Rannu malah dijadikan seperti asisten rumah tangga. Tidak tahan dengan perlakuan itu, Rannu minggat. Yang membuat aku terkejut, aku malah menemukannya sudah di Rumah Sakit Jiwa. Karena Rannu-lah, membawaku bertemu dengan dua orang bersaudara Arion dan Ferdy. Ferdy adalah kekasih dari masa lalu Rannu. Sementara Arion, adalah kakak Ferdy yang punya masa lalu kelam yang berusaha menarik perhatianku secara paksa. Started August 2020 - Finished May 2021

Sandfah · Urban
Not enough ratings
80 Chs

PACU #9 Reuni

Tatapan Rannu membuatku seolah berhenti bernapas. Aku tegang menunggu reaksinya melihat kami. Sementara Ferdy, berusaha keras menahan kakinya agar tidak berlari ke arah Rannu.

Rannu masih menatap kami. Ada kerutan di keningnya. Sepertinya ia berpikir keras untuk mengingat sesuatu. Mulutnya terlihat mulai bergumam. Aku khawatir ia akan histeris. Tetapi setelah lima menit, ia hanya bergumam. Sorot matanya tidak tajam, seperti saat aku dan tante Elis melihatnya. Sorot matanya kali ini seperti biasa saja, walaupun nampak awas dengan sekelilingnya.

"Mba Ika, apa saya boleh mendekati Rannu?" tanya Ferdy pada Kak Ika.

Walaupun kondisi Rannu saat ini, jika kami lihat, cukup stabil, Kak Ika masih ragu untuk memperbolehkan kami mendekat.

"Sebentar ya, baiknya saya ke sana dulu. Kalau ntar setelah saya dan Rannu ngobrol kondisinya masih baik, kalian boleh mendekat."

Aku dan Ferdy mengangguk. Kami berharap semoga kali ini kami bisa mendekatinya dan syukur-syukur jika kami juga bisa mengajaknya berbicara.

Kak Ika berjalan mendekati tempat duduk Rannu. Semenjak melihat kami, Rannu belum menunduk, tetapi tetap melihat ke arah kami.

"Hallo, Rannu. Saya boleh duduk di sini?" tanya Kak Ika sambil menunjuk tempat di sebelah Rannu yang kosong.

Rannu tidak mengeluarkan suara, tetapi menepuk tempak kosong di sampingnya yang berarti mengijinkan kak Ika mendudukinya. Tidak berapa lama, mereka sudah terlihat asik mengobrol. Sesuai arahan kak Ika tadi, jika mereka sudah ngobrol dan Rannu masih tenang, kami boleh menyusulnya.

Dengan langkah perlahan, aku dan Ferdy mendekat ke tempat Rannu dan Kak Ika. Kami berusaha tidak menimbulkan suara agar Rannu tidak terkejut. Tetapi sepertinya orang-orang yang sedang mengalami gangguan mental, indra perasanya lebih peka. Tinggal selangkah lagi, kami sudah tiba tepat di samping Kak Ika, Rannu menoleh. Aku sontak berhenti namun Ferdy tetap melangkah. Aku hanya terpaku, saat dekat, Ferdy langsung memeluk Rannu. Rajutan yang tadi dikerjakan Rannu, terjatuh ke rumput. Mata Rannu terbelalak, tetapi ia diam. Aku sudah berjaga-jaga, jika Rannu kambuh. Kak Ika masih duduk memperhatikan interaksi Rannu dan Ferdy. Aku tahu, Kak Ika juga pasti sudah siap jika tiba-tiba terjadi sesuatu pada Rannu. Namun yang kami khawatirkan tidak terjadi. Rannu tetap diam. Matanya menyorot seperti biasa, hanya saja tangannya terkepal. Kemudian dia menangis.

Ferdy mengusap kepala Rannu dengan sayang, berusaha menenangkannya. Aku hanya berharap, Rannu tahu jika yang memeluknya adalah Ferdy. Aku yang berada di belakang Ferdy, mundur dan mendekati Kak Ika. Kemudian kami berpindah ke tempat duduk lain, yang masih dekat dengan tempat Rannu, yang ada di taman itu. Kami memberikan ruang agar Ferdy dan Rannu bisa mengobrol.

Setelah menjauh dari mereka, aku mulai menceritakan tentang Ferdy ke Kak Ika, sambil mata kami mengawasi Rannu.

"Ferdy dulu mau melamar Rannu, tetapi karena latar belakang keluarganya, keluarga Rannu menolaknya Kak."

"Ohhh...!"

"Padahal saat itu Rannu sudah hamil dan Ferdy ingin bertanggung jawab"

"Anak Rannu di mana sekarang Sand?"

"Meninggal Kak."

"Ya Tuhan, sedih banget."

"Saya juga baru tadi info ke Ferdy, kehidupan Rannu setelah mereka berpisah."

Aku melihat ke tempat Rannu. Mereka sudah duduk dan tangan Rannu dipegang oleh Ferdy sembari mengusapnya dengan lembut. Kemudian mereka sudah mulai bercakap-cakap. Walaupun tidak jelas terdengar oleh kami, tetapi melihat raut wajah Rannu, sepertinya ia senang mengobrol dengan Ferdy. Semoga saja ini bisa jadi jalan kesembuhan Rannu, harapku. Namun yang masih aku khawatirkan jika kejadian ini diketahui oleh keluarga Rannu, terutama Kak Arie. Apa yang akan terjadi?

"Kak Ika, boleh minta tolong?" ucapku ke Kak Ika yang juga sedang asik melihat Rannu & Ferdy. Di wajahnya nampak kelegaan melihat kondisi Rannu yang sampai saat ini masih stabil.

"Boleh."

"Tolong kejadian ini jangan di infokan ke keluarga Rannu ya Kak. Aku khawatir mereka akan marah dan mengusingkan Rannu kembali agar mereka nggak bisa bertemu."

"Mereka nggak bisa mengeluarkan Rannu dari tempat ini begitu saja, jika belum sembuh Sandri." Kak Ika mencoba meyakinkanku.

"Saya tahu Kak, tetapi Kak Nita pasti akan meminta secara khusus ke Dokter Firdaus untuk melarang orang lain, selain keluarga dekat, untuk menjenguk Rannu."

"Ok Sandri, jangan khawatir. Karena melihat efek kehadiran Ferdy, baru kali ini saya melihat Rannu bisa menerima kehadiran orang lain selain kami di sini, bisa ngobrol pula. Itu kemajuan banget."

"Makasih ya Kak."

"Saya juga akan melaporkan kemajuan Rannu hari ini ke Dokter Firdaus."

Kami kembali fokus melihat Rannu dan Ferdy. Beberapa kali aku melihat Ferdy seperti menjelaskan sesuatu dan Rannu mengganguk. Tampaknya ia paham apa yang diutakan oleh Ferdy. Walaupun aku masih melihat keningnya yang kadang mengeryit, tapi aku juga melihat ada senyum di bibirnya. Tidak terasa kami sudah sejam bersama Rannu. Aku jamin, jika saja tidak ada batas waktu kujungan, Ferdy pasti akan tetap menemani Rannu. Tetapi hari sudah menjelang petang, dan itu berarti jam kunjungan kami harus berakhir. Kak Ika pun sudah mengingatkanku.

"Yuk, Sand, kita mendekat ke mereka lagi. Sebentar lagi waktu kunjungan kalian berakhir."

Aku beranjak mengikuti Kak Ika.

"Rannu, saatnya istirahat dulu ya? Dari tadi kan sudah di taman. Besok temannya datang lagi kok," ucap Kak Ika membujuk Rannu.

Ada keengganan di wajah Rannu. Seperti tak rela masuk ke ruangannya. Mungkin ia merasa, kebebasannya direnggut kembali. Terkungkung di dalam ruangan yang sepi.

"Iya, Rannu kan masih sakit, biar cepat sembuh harus istirahat. Besok Mas Ferdy datang lagi ya?" Kali ini Ferdy yang mencoba memberikan penjelasan ke Rannu.

Kulihat Rannu mengangguk. Perubahannya begitu pesat hari ini dan membuatku terharu.

"Oh, ya, kenalin ini teman Mas Ferdy, Sandri."

Aku menegang. Khawatir dengan reaksi Rannu mendengar namaku. Rannu meluruskan pandangannya ke arahku. Matanya menatap tajam. Tetapi kemudian ia mendekat. Aku waspada. Jujur aku ngeri membayangkan jika Rannu tiba-tiba menerjangku. Namun hal itu tidak terjadi. Ketika sudah dekat, ia mengulurkan tangannya. Ia ingin berjabatan tangan denganku. Kusambut uluran tangannya. Tangannya seperti mengalirkan ribuan rasa. Dingin namun aku tahu ia ingin berkenalan denganku. Tunggu, sepertinya Rannu belum mengenali kami sejak tadi.

"Sandri?" ujarnya ketika menyalamiku. Dahinya mengkerut. Rannu tampak berusaha ingin mengingat namaku.

"Rannu, ini Sandri. Kamu masih ingat?"

Ia masih melihatku dengan seksama. Bibirnya kemudian berguman tak jelas.

"Sandri, besok datang ke sini lagi ya?" ucap Rannu sambil memelukku. Aku kaget, tapi berusaha bersikap biasa. Kubalas pelukannya. Ya Tuhan, aku kangen. Setelah sekian lama, aku bisa menyentuhnya. Jika Tante Elis dan saudaranya bisa seperti ini, aku yakin mereka akan menangis bahagia. Aku juga mengalami ini. Saat berpelukan tadi, aku menangis. Kubayangkan penderitaannya. Pikiranku langsung melayang saat kami masih tinggal di rumah Kak Arie. Aku mengusap mataku.

"Saya dan Mas Ferdy akan selalu datang melihatmu. Kamu baik-baik ya. Turutin apa kata dokter dan suster. Di minum obatnya biar Rannu cepat sembuh," kataku membujuknya.

"Iya, Sandri."

Aku sangat bersyukur. Walaupun Rannu belum mengenali kami, tetapi jika nama kami di sebut, keningnya mengeryit seolah nama itu pernah di dengarnya. Itu aja sudah cukup bagi kami. Mungkin masih butuh waktu agar dia bisa kembali seperti semula.

Sebelum meninggalkannya, Ferdy memeluk Rannu kembali, mencium keningnya dengan lembut.

"Mas Ferdy pulang dulu ya? Rannu harus cepat sembuh, kalau sudah sembuh ntar Mas Ferdy jemput," ujar Ferdy sambil mengelus kepala Rannu.

Tidak seperti tadi, Rannu menjawab permintaanku, terhadap Ferdy, ia mengangguk dan tersenyum.

Kak Ika mengantar kami ke Lobby. Tetapi saat hendak berjalan ke tempat parkir, ada mobil hitam yang sangat kuhapal sebagai mobil Kak Nita, masuk. Hatiku langsung mencelos.

*****