webnovel

3. Tradisi [Ospek]

Partner in crime, sebuah hubungan yang mereka jalani. Hanya sebatas sahabat tapi terkadang melebihi kekasih. Chakra adalah moodboster Lova, selalu jadi tempat bercerita saat dia senang, sandaran saat dia bersedih. Chakra selalu mengusahakan bahwa apapun keadaannya, dia harus bisa berada di samping Lova saat gadis itu membutuhkannya. Pria itu selalu menyediakan bahu untuk tempat bersandar, jari untuk menghapus airmatanya, dan tangan yang senantiasa menggenggamnya kemanapun mereka pergi.

Bagi Chakra, Lova memiliki tempat tersendiri di hatinya. Bukan sebatas sahabat namun juga bukan sebagai kekasih. Meskipun banyak orang yang bilang hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan itu tidak lepas dari yang namanya love and lust….

***********

Ujian Nasional Sekolah Menengah Pertama berlangsung dengan lancar bagi seorang Shalova Dirja Brawijaya. Gadis yang otaknya cukup encer itu tersenyum lebar sembari menatap gerbang sekolah yang menjulang tinggi di hadapannya. Berdiri kokoh dengan tulisan 'Roma High School' berlapis emas.

Bagi remaja seperti Lova, masuk ke masa putih abu-abu adalah salah satu fase yang mereka tunggu-tunggu. Meninggalkan sisi bocah SMP-nya dan bersiap menyambut awal kedewasaannya. Fase yang banyak memberi kenangan untuk semua orang. Orang bilang, masa putih abu-abu itu adalah masa yang paling indah.

Di masa ini, para remaja akan mengalami kali pertama yang akan menjadi album kenangan di otak mereka. Pacaran, mendapat KTP atau bahkan ciuman. Berteman, berpacaran atau meraih impian.

"Selamat datang, putih abu-abu," gumam Lova sebelum melangkah melewati gerbang. Masuk ke dunia baru bernama putih abu-abu.

*****

Well, dunia yang dibanggakan oleh Lova barusan ternyata tidak semenyenangkan itu. Lova lupa kalau sebelum menjadi bagian dari putih abu-abu, ia harus melewati neraka bernama OSPEK.

Pagi begitu mereka datang melapor pada para kakak pembina, setelah itu para peserta didik baru disuruh keliling lapangan sebanyak 5 kali, setelah itu mereka akan di bawa keliling sekolah. Siangnya mereka kembali ke lapangan dan berbaris rapi layaknya upacara bendera.

Ditengah teriknya matahari, mereka -calon siswa-siswi baru di Roma- dijemur di lapangan sekolah. Buliran keringat terus mengalir lewat pelipis Lova. Topi yang ia pakai tak membuat matahari melunak dengan tak menyengat kulitnya.

Banyak bisikan di sekitarnya yang mengomeli sengatan matahari yang menyerang kulit mereka. Ada juga yang mendumel tentang ocehan dari Ketua OSIS yang tak ada ujungnya. Mengobrol dengan teman di sampingnya dan bahkan ada yang menebar rayuan gombal.

Lova melihat ke sekeliling, ke arah teman-teman seangkatannya. Tak mengacuhkan ketua OSIS yang memberi sambutan di depan sana. Tatapan mata milik Lova berhenti di satu titik. Pada pemuda yang berdiri di barisan nomor tiga dari samping kanannya.

Dari samping, Lova dapat melihat alis tebal yang menggantung di atas kelopak matanya. Hidung mancungnya berdiri kokoh pada tempatnya. Bibirnya yang terlihat penuh, juga Adam Apple yang entah kenapa begitu menggoda saat bersanding dengan bulir keringat di lehernya.

"Ganteng," gumam Lova pelan.

Lova masih terus memandangi pemuda itu. Semua ocehan ketua OSIS di depan sana tak ia acuhkan. Fokusnya tersita untuk pemuda itu. Lalu tiba-tiba saja tatapan mereka saling bertubrukan. Selama 4 detik mereka hanya saling pandang sebelum akhirnya Lova mengalihkan pandangannya karena malu.

"Bodoh," umpat Lova dalam hati.

Lova tak berani melirik ke arah pemuda itu lagi. Tapi kalau difikir-fikir sayang sekali jika dia melewatkan anugrah Tuhan yang tampan ini. Belum tentu dia akan mendapat kesempatan emas seperti ini lagi. Lova akhirnya memutuskan untuk kembali melirik pemuda itu.

"Bubar! Laksanakan!" Arya. Si Ketua OSIS berseru nyaring.

Lova tersentak kaget mendengar seruan Arya barusan dan menoleh ke depan. Gadis itu menatap ketua OSIS sok kecakepan itu jengkel. Namun karena tak ingin merusak moodnya hari ini, Lova mencoba tak mengacuhkannya dan kembali fokus pada pemuda yang menarik minatnya tadi.

"Lhah, cowok tadi kemana?" gumam Lova saat tak lagi melihat pemuda tadi.

Lova melihat gerombolan siswa dengan segala atributnya yang mulai bubar. Mencari-cari keberadaan pemuda itu. Namun ia tak menemukan sosok yang ia cari.

"Hai!" sapa seseorang menepuk pundak Lova dari belakang.

Lova kaget dan sontak menoleh ke belakang.

"Lo Shalova Dirja Brawijaya , 'kan?" tanya gadis berkucir kuda pada Lova.

Lova mengerutkan keningnya tanda bingung.

"Name tag Lo," sahut gadis yang satunya. Gadis cantik dengan rambut di kuncir jadi dua.

Lova tersenyum saat teringat namanya tertulis di kertas buffalo putih yang tertempel di punggungnya.

"Kita satu sekolompok," ujar gadis berkucir kuda lagi.

"Hah? Kelompok apaan?" tanya Lova bingung.

"Tadi Kak Arya 'kan udah ngasih tahu kau kita akan dibagi jadi beberapa grub yang terdiri dari 30 orang. Daftar grubnya udah di share di grub angkatan baru kok" jelas gadis berkucir dua.

Lova teringat saat di lapangan tadi, ia tak fokus pada pidato dari Kak Arya. Alhasil, dia jadi tak tahu dengan pengumuman pembagian grub.

"Oh, gitu." Lova mengangguk paham.

"Gue Winta." Gadis berkucir dua mengulurkan tangannya ke arah Lova.

"Lova." Lova menyambut uluran tangan tersebut dengan senyum lebar.

"Gue Sana." Gantian gadis berkucir kuda yang mengulurkan tangannya ke arah Lova.

Sekali lagi Lova menyambut uluran tangan tersebut sembari menyerukan namanya.

"Heh! Kalian ngapain masih ada di sini? Cepat ke kelas grub kalian!" seru salah satu kakak pembina pada mereka bertiga.

Lova dan dua teman barunya lari setelah mendengar teguran tersebut. Mencari kelas untuk grub mereka.

Tak disangka, pucuk di cinta ulam pun tiba. Pemuda yang tadi ada di lapangan ternyata satu grub dengannya. Lova yang baru masuk ke dalam kelas melirik pemuda yang duduk di bangku paling belakang deret dekat pintu.

Karena kursi yang tersisa hanya dua bangku yang paling depan, alhasil Lova duduk di sana. Winta mengambil tempat duduk di sebelahnya sedangkan Sana duduk di belakang mereka yang sebelumnya hanya tersisa satu kursi kosong.

"Baiklah! Karena semuanya sudah berkumpul, kita akan mulai sesi pengenalannya!" seru salah satu kakak pembina yang ditugaskan di grub ini.

"Nama saya Angger Dwisekar. Kalian bisa memanggil saya Kak Angger. Yang pakai jaket hitam itu namanya Kak Revo, sedangkan yang bando biru itu namanya Kak Cantika."

"Wah, cocok banget. Nama dan orangnya sama-sama cantik," celetuk sebuah suara dari arah belakang.

Kelas menjadi heboh setelah celetukan tadi.

Lova menoleh ke belakang dan melihat pemuda yang dikalangan tadi tersenyum geli.

"Sudah! Sudah! Sekarang giliran kalian yang berkenalan!" seru Kak Revo menengahi suasana. "Ada yang ingin berkenalan duluan? Cukup berdiri dan menyebutkan nama serta asal SMP-nya?"

Kelas menjadi hening. Tentu ada perasaan gugup dan juga takut. Berkenalan di depan orang-orang baru tentu bukan hal yang mudah. Namun tiba-tiba ada seseorang yang berdiri dengan percaya diri, membuat kelas berseru heboh.

Lova kembali menoleh ke belakang. Ternyata pemuda yang berdiri saat ini adalah pemuda di lapangan tadi. Si Penarik perhatian. Degup jantung gadis itu tiba-tiba saja menggila, tidak sabar ingin mengetahui siapa nama pemuda itu.

"Nama saya Naruchaka Sangabiru Arsangaji. Biasa dipanggil Naka. Saya dari SMP Garuda!" seru pemuda yang ternyata bernama Naka itu.

Tepuk tangan bergemuruh setelah Naka memperkenalkan dirinya. Lova masih terus menoleh ke belakang bahkan saat seseorang di samping Naka berdiri dan memperkenalkan dirinya.

"Naruchaka. Nama yang unik," gumam Lova pelan.

Next chapter