webnovel

5. Perempuan Misterius

Tante, kenapa tega mengambil Papa

dari pelukanku?

--Vidi Putra Haikal--

Ara terpaku tidak bergerak sedikit pun. Bergeser satu langkah saja tidak ada nyali untuk itu. Dia sebenarnya kaget dan tidak menyangka.

"Din, aku kenal Sonia waktu mengandung Vidi. Tapi? Kenapa? "

Dina mengedipkan mata berulang kali dan seakan mengetahui sesuatu. Ara juga terlihat gamang saat itu.

"Bu, ini aneh sekali. Harusnya Sonia tidak ada di foto pernikahan Ibu dan Bapak, kan? "Dina mengernyitkan kening merasa tambah bingung.

" Iya, harusnya seperti itu. "

"Aku waktu menikah belum kenal Sonia, "lanjut Ara.

Dalam pikiran Dina terlintas hal yang buruk. Tapi dia berusaha tidak mengatakannya.

" Ah, enggak-enggak. Gak mungkin!" tanpa sadar memukul mulutnya sendiri.

Ara melihat gelagat yang aneh pada pengasuhnya itu, "Eh, kamu kenapa? " Ara memukul pundak Dina.

Dina salah tingkah memainkan bibir dan kuku jarinya. Ara paham sifat pengasuhnya. Saat dia menyembunyikan sesuatu pasti selalu memainkan kuku jarinya.

Ara menghela nafas panjang, "Din, apa yang gak mungkin? Bilang sama saya! "

Dina terbelalak panik dan melandaskan tangan ke dahinya.

"Emm, anu Bu. Itu... tiba-tiba saja saya berfikir kalau Bapak sudah mengenal Bu Sonia sebelum kenal sama Ibu. " Dina menjelaskan penuh keraguan. Kebiasaan pengasuh itu muncul lagi. Sering berprasangka buruk pada orang lain. Tapi dalam hal ini selalu banyak kejadian yang sesuai prasangkanya.

Ara menjadi gusar mendengar penjelasan Dina. Haikal saat ini sudah menjadi mantan suaminya. Tapi kehadiran Sonia di pernikahannya adalah sesuatu yang aneh menurutnya. Terlintas banyak kemungkinan yang menurutnya bisa saja terjadi. Yang pasti Sonia adalah serigala berbulu domba.

"Bu, apa masih ingat kenal Bu Sonia, dimana?"

"Aku sudah agak lupa, " jelasnya penuh penekanan.

"Tapi dia kenalan dengan Haikal di rumah ini, " lanjut Ara.

Ara merasa udara semakin dingin. Dina menguap berulang kali. Mulai terdengar suara burung di malam hari dan teriakan orang ronda.

"Din, ini sudah menjelang pagi. Segera tidur dan jangan lupa cek semua pintu, ya, "titah Ara pada Sonia.

" Iya, ibu. "

Dina turun ke bawah mengecek semua pintu dan jendela rumah. Dia mengintip dibalik gorden. Beberapa orang ronda terlihat di sana. Tanpa diduga dia melihat sosok perempuan berdiri di balik pohon. Dina sontak berlari membangunkan Ara.

Tok... tok!

Ara tidak jadi merebahkan badan. Dia membuka pintu dan kaget melihat wajah Dina memutih pucat.

"Din, kamu kenapa? " Ara panik menggoyangkan tubuh dina.

Dina terasa sulit mengeluarkan kata dari mulutnya. Lidahnya kaku. Seluruh badan bergetar kencang.

"Dina! "

"Bu-bu-bu Ibu, " terbata-bata berusaha bicara.

Ara mengajak Dina duduk dan mengambilkannya segelas air putih. Dina menyeruput dengan pelan.

"Kamu udah tenang? " Ara mengelus tangan sembari menyibak rambut yang menempel pada pipi Dina.

"Bu, ada hantu. " terang Dina singkat.

"Hantu? Kamu jangan bercanda ah. Mana mungkin ada hantu? " Ara terkekeh mendengar penjelasan Dina yang tak masuk akal.

"Bu, tadi ada perempuan di belakang pohon dekat pagar, " jelas Dina lagi.

Ara menengok dari jendela atas. Dia memiringkan kepala sedikit melihat ke arah pohon. Tapi tidak terlihat apa pun di sana.

"Din, orang gak ada apa-apa kok. Udah, kamu tidur sana! Mungkin kamu ngantuk dan lelah. "

Dina mengangguk lemas meninggalkan kamar Ara. Dalam otaknya masih terbayang sosok perempuan tadi. Berambut panjang dan memakai pakaian serba hitam. Bulu kuduknya seketika berdiri. Dina berlari dan mengunci pintu kamarnya.

***

Meja makan penuh makanan bergizi. Nasi putih dan merah, ayam kukus, ikan kukus, sayur rebus, apel, jeruk, dan segelas susu menggugah selera. Sonia terlihat sibuk mempersiapkan semua.

"Wah, ada apa ini? "

" Ada apa? maksudmu, Mas? "

"Mana ayam goreng kesukaanku? kenapa dikukus? " heran Haikal membolak balik daging ayam.

Sonia menghela napas berlalu kembali ke dapur.

Haikal terdiam di meja makan. Sonia duduk di samping suaminya sedari memperhatikan belum mengambil nasi.

"Kamu harus makan makanan yang sehat. Jangan gorengan terus! " menaruh secentong nasi dan daging ayam di piring Haikal.

"Sudah cukup! Aku belum nafsu makan. Gak usah pakai sayur, "sela Haikal.

Sonia melirik tajam sembari mengunyah makanan di mulutnya. Dia duduk tanpa mempedulikan raut Haikal yang tidak selera makan.

"E-eh,aku baru ingat." Haikal berhenti ngunyah lalu meletakkan sendok di piringnya.

"Ingat apa, Mas? " Sonia menyipitkan mata.

Haikal memicingkan mata. Sepertinya ada pertanyaan yang sangat serius.

"Kamu sekitar jam 2 pagi keluar rumah? "

"Uhuk... uhuk, " tersedak mendengar ucapan Haikal. Sonia duduk tidak tenang memainkan rambut merahnya.

Dulu rambut Sonia hitam legam. Sekarang rambutnya dicat merah menuruti permintaan suaminya. Haikal terobsesi artis korea berambut merah yang sedang hits saat ini.

"Kalau makan hati-hati. Minum dulu! "menyodorkan segelas air ke istrinya.

" Ehem, A-aku tadi malam tidur sampai pagi, "jawabnya gugup menghela napas.

" Iya juga, ya. Lagian ngapain juga kamu keluar malam. "Haikal memegang dagunya.

Kurang kerjaan.

" Mungkin kamu salah lihat, Mas. Biasa orang sakit seperti itu, " lanjut Sonia kalem.

Haikal mengingat kembali apa yang dia lihat semalam. Seorang wanita keluar dari pintu rumah dan mendadak dia pusing kembali ke kamar.

"Iya, kamu benar. Pasti hanya halusinasiku saja." Haikal berdiri menyudahi sarapan kemudian pergi ke kamar mandi. Sonia berusaha tidak gugup dan santai. Ternyata Haikal tidak sengaja melihat Sonia membuka pintu rumah.

"Hish, hampir saja aku ketahuan, " gerutu Sonia.

***

Ara bersiap pergi kerja. Seperti biasanya tidak ada deretan makanan di meja makan. Ara setiap hari sarapan di kafe kantor. Vidi sudah mendapat jatah sarapan dan makan siang di sekolah. Dina setiap hari mengantar dan menunggu di sekolah sampai bel pulang. Tak lupa sarapan dan makan siang di kantin sekolah Vidi.

"Eh, Din! "

"Iya, Bu. " Dina mendekat ke Ara.

"Nanti saya pulang malam lagi. Kalau ada tamu atau siapa pun jangan dibiarkan masuk. Terutama Haikal. "

Ara selalu berpesan pada Dina tiap akan berangkat kerja.

"Ma, hati-hati di jalan dan jangan lupa makan, ya, Ma!"

"Iya." Ara menjawab tanpa menoleh ke anaknya. Pemandangan biasa rutinitas pagi.

Vidi melambaikan tangan ke Mamanya, "Bye Mama! "

Ara acuh masuk ke mobil yang terparkir di halaman rumahnya.

"Sampai kapan Bu Ara bersikap seperti itu? Kasihan anak ini. Aku tidak tega melihatnya. "Dina melihat dari kejauhan sikap acuh Ara pada Vidi.

" Kak, ayo berangkat! Nanti aku telat! "

Lamunan Dina pecah mendengar teriakan keras Vidi. Seketika meranggeh tas ransel dan sepatu Vidi di lantai.

Di perjalanan menuju sekolah, Dina mengingat sosok perempuan yang sempat dilihatnya. Rasa penasaran dan takut menyelimuti dirinya saat ini.

"Kak...Kak Dina? Kakak! " Vidi menggerakkan tangan Dina berkali-kali. Tidak ada respon dari pengasuhnya itu. Dan tiba-tiba klakson berbunyi dari aeah belakang.

Tin.... tin....!

Dina sontak kaget menjerit keras. Vidi menutup telinga mendengar suara klakson dan teriakan Dina.

"Mbak, kok malah berhenti? Bel sebentar lagi bunyi. "

"Eh, Bu Vina. I-iya, Vidi cepat masuk ke kelas! "

"Kak, lagi mikirin apa sih? tak panggil kok gak njawab? "protes Vidi pada Dina pengasuhnya.

" Gak apa-apa, sudah kamu masuk sana. Aku mau sarapan dulu, ya! Bye Sayang! "

Vidi berlari ke kelas bareng dengan Bu Vina. Teman-teman riuh di luar kelas. Dalam sekejap suasana sepi semua anak masuk ke dalam kelasnya masing-masing. Dina menuju kantin untuk sarapan.

"Mbak Dina! "

Terdengar suara yang memanggil namanya. Dia menengok kanan kiri tapi tidak ada orang yang terlihat. Dia melanjutkan langkahnya. Tidak lama setelah itu...

"Mbak Dina!"

Dina kembali menghentikan langkahnya. Dia menengok kanan kiri dan depan. Tak seorang pun yang terlihat.

"Ini aku Bu Sonia! Aku di sini, " terlihat tangan yang melambai dari balik pagar sekolah Vidi.

"Hah, ngapain dia di sini? " gumam Dina heran.

Dina berjalan cepat ke pagar mencari tahu maksud kedatangan Sonia ke sekolah Vidi.

"Sini, Mbak. Eh, kamu mau uang gak? "

"Uang? uang apa, Bu? "

"Tapi ada syaratnya dong. Kamu mau? "

Dina sama sekali tidak mengerti maksud Sonia. Tapi dalam hatinya yakin ada nita jahat yang akan dilakukan Sonia.

"Nanti aku pinjam Vidi sebentar, ya? Ini ada 500 ribu buat kamu! "Sonia menyodorkan lima lembar uang pada Dina.

Dina menerima uang itu dan senyum penuh makna ke Sonia. Dia teliti menghitung uang ditangannya.

Slash...!

Uang berhamburan tepat di muka Sonia. Sonia mengepalkan tangan diperlakukan Dina seperti itu. Wajahnya memerah emosinya membuncah ke pengasuh itu.

" Bu, dengar baik-baik! Malaikat kecil itu bukan barang yang segampang itu bisa ditukar dengan uang!" Dina menunjuk uang yang berhamburan di bawah Sonia.

"Heh, pengasuh sialan! Berani kamu berbuat seperti itu ke aku! Lihat saja nanti! " bentaknya pada Dina.

***

"Kak, ayo cepetan! Nanti es krimnya habis! " rengek bocah enam tahun melihat promo es krim di toko dekat taman.

"Nak, bentar! Gak akan habis kok, Sayang!"

Vidi mengajak Kak Dina beli es krim. Pulang sekolah tadi tidak sengaja melihat promo es krim. Beli es krim 2 aneka rasa maka bonus satu es krim coklat. Vidi tergiur hingga tidak sempat ganti seragam sekolah.

"Kak , itu kan? "Vidi menunjuk pada dua orang yang lewat di seberang jalan.

" Apa? "Dina melihat seberang jalan tapi tidak ada orang yang lewat.

" Enggak, Kak. Itu mobilnya udah jalan. Barusan melewati kita. "

"Siapa yang kamu lihat? "

"Kayak tante Sonia. "

Dina melihat ke arah belakang dan mobil itu sudah tidak terlihat. Vidi diam mengingat kembali.

"Nak, tante Sonia sama Papa? "

"Bukan. Tante Sonia tadi mencium orang lain terus masuk dalam mobil. "

Dina bengong mendengar penjelasan anak enam tahun yang begitu polos.