webnovel

PANGERAN UNTUK ELLA

Ella putri seorang bangsawan kaya yang harus tinggal sendiri setelah ayahnya meninggal, sampai suatu ketika seorang pemuda terluka ditolongnya dan ternyata dia seorang pangeran dari negeri seberang ...

pangeran_Biru · Fantasy
Not enough ratings
32 Chs

Arthur 2

"Aurel anu ... !"

"Maaf, permisi ..." dia pun pergi dan melayani orang lain. Aku terdiam. Sejak itu aku selalu datang dan hanya memperhatikannya dari jauh.

Aku tetap melanjutkan kuliahku, suatu hari aku di ajak temanku untuk datang ke sebuah pesta. Awalnya aku menolak, terus terang saja aku tidak tertarik dengan pesta-pesta yang hanya bermabuk ria. Tapi ku pikir sesekali tidaklah mengapa, hanya sekedar untuk bersenang-senang.

"Ayolah Arthur, disana banyak perempuan cantik loh !" begitulah rayunya teman-temanku.

Terus terang sampai saat ini aku belumlah mempunyai pacar selain Aurel tentu saja, aku anak pendiam yang tidak pandai bergaul, terutama dengan anak perempuan. Itu karena nenek dan kakek menyekolahkanku di sekolah elit yang mayoritasnya laki-laki semua, sejak aku SD sampai SMU. Barulah, setelah kuliah aku bisa bebas bergaul dengan siapa saja termasuk perempuan hanya masih kaku.

Pesta itu seperti biasanya, yang semuanya adalah para lelaki mahasiswa, bir, perempuan dan musik dance yang sedang hit masa itu, setelah perang berlalu semua berubah. Eropa mulai bangkit dari keterpurukan akibat perang dunia 2, yang saat kejadian itu aku masih kecil ketika umurku 9 tahun, perang pun usai. Meninggalkan duka mendalam bagi keluarga papa, karena kakek dan Nenek tewas terkena bom Jerman.

Aku mencicipi minuman yang diberikan. tapi rasanya aneh sekali, oh iya teman-teman belum tahu aku anak orang kaya dan juga seorang bangsawan. Sengaja tak kuberitahu aku ingin bebas tanpa embel-embel klan di belakangku, aku memperhatikan keadaan sekelilingnya. Aku memutuskan untuk pergi, ini bukanlah sesuatu yang ku inginkan. Tak terasa aku sudah tiba di depan Cafe tempat Aurell bekerja, rupanya masih buka dan aku pun masuk.

"Ada. yang bisa ku bantu ?" tanya seseorang perempuan, bersikap ramah kepadaku tapi sayangnya dia bukan Aurell.

"Kopi, please !" kataku, dia hanya menatapku untuk mengetahui pemesanan selanjutnya.

"Itu saja, oh ya ada .... Aurell ?" tanya ku kepada gadis pelayan dihadapanku.

"Dia tidak masuk, ibunya sakit keras, harus dibawa ke dokter !" jawabnya singkat.

"Oh begitu, terima kasih !" kataku terdiam. dia pun pergi. Tak lama, dia datang membawa cangkir dan teko kopi dan menuangkannya. Dan pergi lagi. Aku menghirup kopi pahit dan ku tambahkan cream beberapa sendok dan gula satu kotak kecil, dan kemudian aku minum ah ... lezatnya !

Udara di luar mulai dingin, aku menyadari ini sudah memasuki musim gugur. Tiba-tiba telepon pun berdering, gadis itu pun mengangkatnya.

"Hallo? Aurell ? apa... oh aku turut berduka! semoga kamu kuat sayang, oh iya....ada yang menanyakanmu? apa? oh, baiklah ... nanti aku akan mampir, setelah menutup toko ya... " ucapnya, aku pun tertegun.

"Ibunya meninggal kah ?" tanyaku tanpa sadar. Wanita itu mengangguk, sambil mengusap air matanya.

"Kasihan dia, Aurell sebenarnya ingin juga kuliah! tapi apa daya, ibunya sakit-sakitan dan harus mengurus adik-adinya! oh, kamu kenal Aurell ?" tanyanya, aku pun mengangguk.

"Kami teman masa kecil, dia dan aku berpisah ketika lulus SD! karena, dia pergi tanpa pamitan setelah ayahnya di PHK dari perusahaan tempatnya bekerja !" jawabku, dia mengangguk.

"Oh, astaga! aku ingat, kamu beberapa kali kemari kan ?" ujarnya, sambil menatapku dan aku mengangguk.

"Yes, Mam! tapi dia tidak mengenaliku ..." kataku sambil menerawang jauh.

"Waduh, jangan salah sangka! kamu, tahu ? dia jarang berbicara dengan lelaki loh! ketika aku melihat kalian berbicara, baru kali ini Aurell bersikap ramah kepadamu !" ujarnya sambil tersenyum, sambil menambahkan kopi ke cangkir kecilku.

"Benarkah ?" kataku dengan mata berbinar.

"Ha... ha... ! kamu sedang jatuh cinta rupanya !" ucapnya, mukaku langsung memerah.

"Siapa, namamu anak muda ?" tanyanya, kemudian duduk dihadapanku.

"Arthur ...mam !" jawabku, wanita itu tersenyum. Tak lama dia memberikan sebuah kertas kepadaku.

"Apa ini ?"

"Kamu,ingin bertemu dia kan? pergilah, dia sedang berduka, dan dia membutuhkan seseorang di dekatnya! dia terlihat kuat, sebenarnya rapuh !" Ucapnya berwibawa, aku menatap alamat itu dan beranjak berdiri.

"Terima kasih, mam! dan ini uangnya !" ujarku kemudian pergi,perempuan itu hanya menggeleng saja.

---------

Aku, menatap sebuah rumah kecil dihadapanku, yang terlihat terhimpit di antara rumah agak besar di kiri dan kanannya, tanpa sadar ada lelaki menyenggolku.

"Maaf ... " kataku, lelaki berumur 30 tahun itu menatapku.

"Kamu, mau kemana ?" tanyanya.

"Oh, anu ... ini rumah, Aurell ?" tanyaku, dia mengangguk.

"Dia berada di gereja di ujung sana ..." jawabnya, sambil menunjuk dengan jarinya.

"Oh begitu, terima kasih sir! permisi !" kataku pamitan.

Udara semakin dingin, tapi kenapa harus sekarang di bawa ke Gereja?, tanyaku heran. Sesampainya di depan gereja yang kecil dan sepi ... aku melihat dua anak lelaki dan perempuan sedang bermain. Dan seorang perempuan duduk tertunduk lesu dan sedih sedang duduk di depan gereja, memakai gaun hitam.

"Sir, apa anda ingin berkabung untuk ibuku ?" tanya polos, anak perempuan berumur 13 tahun, sedangkan yang anak lelaki itu hanya menatapku. Aku hanya tersenyum.

"Aurell ..." sapaku pelan, perempuan itu mengangkat kepalanya dan ... kemudian menghambur ke pelukanku dan kemudian menangis sejadinya. Aku, hanya tertegun tapi kemudian membalasnya dengan memeluknya erat agar hangat.

"Arthur ... " ucapnya di sela tangisnya, dan aku tersenyum.

"Ya, akhirnya ... kamu mengenalku ..." bisikku, tak lama dia melepaskan pelukannya dan manatapku sambil mengusap air matanya.

"Tentu, saja ... bodoh ..." ujarnya dan memukul dadaku pelan. Aku menariknya kembali dalam pelukanku.

"Dasar ... aku sudah mencarimu kemana-mana loh !" kataku.

"Tapi, kamu menghilang begitu saja ..."

"Kenapa mencariku? kamu kan bisa mendapatkan yang lebih baik dariku ?" tanyanya sambil menatapku. Aku menyentuh wajahnya yang bersemu merah dan agak pucat karena dingin.

"Kamu yang bodoh, hanya kamu ... cinta pertamaku ... " bisikku.

"Aku, tahu ... tapi, kita ... berbeda ... " ucapnya sambil menunduk kepala.

"Tak ada, yang berbeda ... aku melihatmu apa adanya ... kamu harusnya, pun begitu ..." ucapku, kembali ku peluk erat tubuhnya.

"Maafkan aku ..." bisiknya, aku tersenyum. "Tidak apa-apa ... "

"Ehem ... maaf, mengganggu ... ?" tanya seseorang dengan suara berat. Aku dan Aurell terkejut dan melepas pelukan dan membalik ke arah suara itu dan ternyata pak pendeta.

"Oh, maafkan saya, bapa ... " jawab Aurell bersemu merah, begitu pun denganku.

"Oh, tidak apa-apa anakku ... hanya, apa sekarang atau besok ?" tanyanya.

"Hanya ... saya mohon maaf, mengenai peti dan lainnya ..."

"Maaf, bapa ... anu, semuanya saya yang urus biayanya ... bapa, hanya melakukan upacaranya saja !" kataku, dan merangkul pundak Aurell.

"Oh, baiklah kalau begitu ... nona, sebaiknya anda pulanglah dahulu! istirahatlah ... besok, pukul 9 pagi kita akan memulai acaranya! sedang yang lain, biar saya urus ... tapi ... anu ..." ucapnya, aku mengerti dan mengeluarkan dompetku, ku keluarkan beberapa pound dan aku berikan kepada, dia terkejut.

"Apa ini cukup ?" tanya.

"Ya ... ya, ini lebih dari cukup !" jawabnya.

"Bila ada, hal lain atau kekurangan, biar nanti memberitahu saya !" kataku, pendeta itu mengangguk.

"Tentu saja, tuan muda !" jawabnya tersenyum. Aurell hanya menunduk saja, Aku mengusap pundaknya dan dia menatapku merasa bersalah, aku menggeleng kepala.

Bersambung ...