1 Biasa

"Ahhhhh sangat panas hari ini, kenapa musim panas selalu saja sepanas ini?" Gerutuku sembari mengipasi kepala yang tengah berkeringat sangat banyak.

Aku Kevin Raihan Putra, umur 16, tinggi 175, berat badan 60, kulit putih, rambut hitam, tampan, dan sedikit berotot mungkin. haha.

Aku adalah orang biasa, keluargaku juga keluarga biasa, ayah ibu biasa, dan kehidupanku juga biasa-biasa saja. Ayahku pekerja kantoran yang memiliki gaji biasa-biasa saja, ibuku meninggal saat aku kecil, dan dari cerita ayahku atau foto keluarga aku juga bisa melihat bahwa ibuku juga orang biasa.

Aku anak satu-satunya dari orang tuaku, tanpa saudara, tanpa kakek atau nenek, dan bahkan tanpa sepupu atau sejenisnya.

Oh ya ngomong-ngomong saat umurku sekitar 13 tahun ayahku membawa seorang wanita kerumah, dia sangat cantik. Dia memiliki tubuh yang seksi, dada besar, pinggang ramping, bokong seksi, dan kaki yang ramping serta indah. Wajahnya begitu cantik, rambut hitam panjangnya menambah kesempurnaan wanita itu.

Aku ingat saat pertama kali ayahku membawa wanita itu kerumah ayah memperkenalkan wanita itu.

"Hei Kevin, perkenalkan dia akan menjadi ibumu" Dengan senyum dia membelai kepalaku.

"Hai kevin, kau bisa memanggilku ibu"

Ugghh aku tidak suka wajah tersenyum ayahku itu, laki-laki biasa yang memakai kacamata dan sok-sok bahagia karena menemukan cinta baru. cuiih. Seperti ini pertama kalinya saja.

Setelah ayahku berkata begitu dia juga menambahkan.

"Dan mereka bertiga akan menjadi saudaramu" Jelasnya sembari bergerak ke samping memperlihatkan tiga orang gadis yang berdiri di belakang wanita itu dan mengintip ke arahku. Aku masih dengan ekspresi orang biasaku melihat mereka tanpa mengubah wajahku.

Salah satu anak yang berdiri paling depan dan berusia sekitar sama denganku memberanikan diri dan maju kedepan.

"Hai aku Paula, senang bertemu denganmu" dia mengangkat tangannya menjak salaman.

aku dengan biasa menerima salamnya dan kamipun berjabat tangan. ughh tenaga ini, bagaimana bisa wanita memiliki tenaga sekuat ini?

"Aku Kevin" Setelah itu wanita yang berdiri di belakang paula juga maju dan dengan malu malu memperkenalkan dirinya juga.

"A-a-aku Naula, senang berkenalan denganmu" aku melihatnya dan baru menyadarinya bahwa ternyata dia sangat mirip dengan Paula.

'anak kembar?' fikirku. Meski sudah jelas mereka anak kembar sih, haha.

"Aku kefin" Aku menjabat tangannya juga, namun baru sedetik kita berjabat tangan, dia langsung menarik tangannya seperti ketakutan.

'Apa-apaan anak ini?' fikirku.

Setelah itu dari belakang mereka berdua muncul kepala seorang anak kecil yang berumur sekitar 9-10 tahun mungkin, dia memandangku dengan ekspresi antisipasi seperti memeriksa seorang penjahat.

"Diana" kata anak kecil itu sembari mengulurkan tangannya.

"Kevin" Aku menjawab seadanya, karena memang aku bukan orang yang terlalu pintar berbicara.

Setelah kami berempat saling berkenalan wanita yang berdiri di samping ke tiga gadis itu mengulurkan tangan indahnya dan mengusap kepalaku.

"Mulai sekarang, aku akan menjadi ibumu. Panggil aku ibu jika kau mau, semoga kita bisa menjadi keluarga yang bahagia" Aku menoleh ke arah ayahku dimana dia juga melihat ke arahku. Aku lalu menghela nafas dan memeluk ibuku dan dengan sedikit air mata.

"Ibu, ibu. Aku punya ibu" Yaaah seperti itulah saat pertama kami bertemu kurasa.

Saat ini sudah dua tahun sejak kejadian itu, yang aku tau sesudahnya adalah. Ibuku adalah seorang CEO tempat ayahku bekerja, suaminya meninggal akibat kecelakaan dan dia dipaksa meneruskan perusahaan suaminya dengan ke tiga anaknya yang masih kecil. Ayahku yang menjadi asisten mantan suaminya membantunya mengatasi kekacauan akibat dari kematian suaminya, ayah membantunya mengatasi segala masalah hingga perusaahaan kembali stabil.

Ahirnya mungkin karena rasa berterimakasih atau apapun, mereka berdua lalu menikah dan memutuskan untuk hidup bersama.

Namun kehidupan indah mereka berdua tak berlangsung lama, beberapa bulan setelah kami tinggal bersama, ayah jatuh sakit dan meninggal dunia. Dokter mendiaknosis ayahku terkena serangan jantung yang tak dapat di tolong kembali. Ahirnya ayahku meninggal sesaat setelah dia di rawat di rumah sakit.

Meski begitu wanita itu yang telah menikah dengan ayahku tetap ingin merawatku, aku kira saat ayah meninggal dia akan membuangku karena kami belum terlalu dekati. Namun saat proses pemakaman ayah, dia memelukku sembari meneteskan air mata kesedihan.

"Aku berjanji akan menjadi ibu yang akan werawatmu sekuat tenagaku" bisiknya di telingaku. Aku hanya sedikit tersenyum dan tetap diam melihat proses pemakaman ayahku.

Jadi sekarang aku hidup dengan ke tiga saudara tiriku dan ibu tiriku yang merawatku layaknya anaknya sendiri. Namun bagaimana bisa seorang biasa sepertiku hidup di lingkungan seperti ini. Maksutku ayolah.

Paula adalah seorang Martial master di usianya yang sekarang, tepatnya 16, karena dia seusia denganku. Sedangkan Naula adalah seorang Sword master. Diana apalagi, dia sangat ahli dalam bidang sihir hingga di juliki master kecil. Sedangkan ibuku adalah seorang CEO dari perusahaan internasional yang berbasis senjata untuk pertempuran.

Tunggu dulu, mungkin kalian sedikit bingung dengan yang aku katakan? haha. Oke-oke akan aku jelaskan.

Di dunia ini ada yang namanya mana, setiap manusia di lahirkan dengan mana. Beberapa orang memiliki kolam mana yang besar, beberapa kecil. Dan jangan tanya kolam manaku, tentu saja yang biasa. haha.

Mana adalah sebuah energi dari alam yang dapat di gunakan untuk berbagai hal, contohnya bertempur, bermeditasi, sihir, dan banyak lagi. Paula dan Naula memiliki kolam mana yang besar namun tubuh mereka cenderung mengkonsumsi mana dalam jumlah besar karena konstitusi tubuh mereka.

Sedangkan Diana memiliki kolam mana super besar dan berkah IQnya yang sangat tinggi. Dan aku..? yah aku adalah orang biasa, aku bisa menggunakan sihir juga bisa bertempur fisik.

Intinya seperti itulag duniaku.

"Hai Ke-Ra-Pu, apa yang kau lakukan bermalas-malasan. Ayo latian denganku" Seorang wanita muda yang memiliki dada yang sombong muncul tiba tiba di belkangku.

Paula sintia, 16 tahun, tinggi 175, berat badan 55, kulit putih bersih, ukuran dada d-cup....

"Ugh aku sangat capek kak, lagipula hari ini sangat panas" Jawabku sembari mendongak kebelakang.

"Bagaimana bisa seorang laki laki bermalas malasan sepertimu. Ini hanya panas, hanya panas. Iya kan Naula" dia menoleh kebelakang ke arah seorang gadis cantik yang memegang pedang di pinggangnya.

Naula sintia, 16 tahun, tinggi 174, berat badan 50, kulit putih susu, ukuran dada E-cup....

ugh kenapa aku bisa tau ukuran dada mereka? yah sebenarnya aku juga bertanya tanya tentang hal itu.

"uhhmm i-iya, Kevin a-ayo berlatih" katanya dengan gugup.

uggh ayolah, kita sudah hidup bersama selama 3 tahun bagaimana mungkin kau masih malu malu begitu kepadaku. Yah lagipula itu bukan masalah. Yang jadi masalah di sini adalah adikku yang paling muda, sertiap kita bertemu, pandangannya akan selalu penuh dengan rasa jijik ke arahku. Aku juga tak tau kenapa dia melihatku seperti itu, namun yang pasti, dari pertama kali kami bertemu dia tak pernah memperlihatkan pandangan baik ke arahku.

Paula lalu menarik tanganku yang sedang memegang kipas. Ugghhh kulit ini, kulitnya sangat lembut, meski tangannya terlihat ramping aku tau tangan itu menyembunyikan kekuatan yang mengerikan di dalamnya. Aku tanpa daya di tarik Paula dari tempatku beristirahat dengan enggan aku mengikuti mereka berdua ke belakang rumah. Ngomong-ngomong rumah yang kami tempati adalah rumahku dan almarhum ayahku, meski ibu tiriku memiliki rumahnya sendiri, yang tentunya lebih mewah dari rumahku. Entah kenapa mereka bertiga malah memilih untuk tetap tinggal di rumah sederhana ini. Saat kau tanya alasannya ibu tiriku selalu bilang. "Aku ingin mengenang saat-saat bersama ayahmu" Oh ayolah, kau baru saja beberapa bulan hidup di rumah ini dengan ayahku dan kau sudah merasakan sebegitu dekatnya dengannya?

Aku, Paula, dan Naula ahirnya sampai belakang rumah. Ada sebuah tempat terbuka dimana di sana lengkap peralatan untuk berlatih. Set lengkap peralatan Gym dan tentunya beberapa senjata seperti tombak, panah, pedang dan masih banyak lagi. Saat kami tiba di tempat berlatih aku melihat Diana sedang membaca buku sembari mempraktekan sihirnya. Uggh anak jenius ini, meski dia sudah bisa di sebut master sihir, dia tetap saja berlatih dan bereksperimen sihir baru. Mendengar keributan di belakangnya Diana berbalik dan memandangku. Ahhh itu lagi, pandangan merendahkan dan jijik, aku selalu terganggu dengan pandangan itu, bagaimana bisa anak sekecil itu memiliki pandangan merendahkan seperti itu? sial.

" Baik, Ke-Ra-Pu. Hari ini kita akan latih tanding dengan tangan kosong, kau harus berlatih denganku" Paula berjalan ke tengah lapangan sembari tetap menyeret lenganku. Uggh bahkan aku tak di ijinkan untuk bersiap siap.

"Naula, kau akan menjadi wasitnya" Paula berbalik dan berkata kearah Naula. Naula hanya mengangguk dan menerimanya begitu saja.

Ahirnya aku dan Paula saling berhadapan di tempat latian pertempuran, Diana yang tadinya tengah berlatih sihir menghentikan kegiatannya dan melihat ke arah kami. oh sial dia pasti ingin melihat aku di hancurkan Paula.

"Paula siap?"

"YA"

"Kevin siap?"

"Apa aku boleh bilang tidak?"

"MULAI"

"Uggh aku di abaikan lagi' =_="

Saat Naula memberi sinyal Paula yang berdiri di depanku tiba-tiba menghilang, tubuhnya yang ramping dan indah itu lenyap di depan mataku begitu saja, hanya tersisa bayangan yang menandakan dia sempat berada di tempat itu namun telah hilang. Aku dengan tenang menekuk lututku membuat tubuhku berjongkok. Lalu dari atas kepalaku aku bisa merasakan hempasan udara tepat dimana kepalaku tadi berada. Paula yang tadi berada di depanku sudah ada di belakang tubuhku dan melakukan tendangan ke arah kepalaku. Melihat serangannya meleset Paula lalu menekuk kaki yang tadinya dia gunakan untuk menendang dan mengarahkannya ke bawah. Uggh sial aku sangat benci dengan orang berbakat yang bisa mengatur serangan sesuka hatinya. Normalnya jika seranganmu meleset dari target kau akan terkena tolakan akibat energi berlebihan yang kau gunakan untuk menendang saat pertama kali, namun Paula berbeda, dia bisa mengendalikan lintasan serangan sesuka hatinya, dia bisa merubah serangan yang tadinya tendangan horisontal menjadi vertikal dan sebaliknya, dia bisa mengubah tendangan yang semula kaki kanan menjadi kaki kiri, dan itu di lakukan dengan sekejap mata.

Sungguh hari yang sial.

"AAAAAAAAARRRRRRGGGGGGHHHHH"

avataravatar
Next chapter