webnovel

One Victim Becomes Three

gara-gara satu orang punya masalah sama pacarnya dan terobsesi dengan cowok lain, kedua temennya juga ikut dalam masalahnya. — satu di antara tiga merasakan kerisihan terhadap pacarnya. karena kerisihan itu, ia memilih menghindar, dan mendekati pria lain. namun perkiraannya salah. bukan dia, namun 'dia'. dari situlah, wanita itu dan kedua temannya menjadi korban, dan sedang mencari jalan keluarnya.

jemimakoelima · Teen
Not enough ratings
6 Chs

05 ❝ asap ❞

"Jol, mandi sana." Jane pukul pelan lengan atasnya.

"Joy." Jolie goyang-goyangin tangan Joy. "Pinjem bajunya, dalemannya juga, anduknya juga."

"Hah? Lo mau minjem kolor gue?" Joy gelengin kepalanya. "Ada banyak penyakit di dalem—"

"Penyakitan!" Jolie langsung berdiri, ambil baju, celana, sama anduknya si Joy.

Aduh, Jol. Berasa rumah sendiri, ya?

"Kampret banget tuh orang," kata Jane, setelah Jolie jalan menuju kamar mandi.

"Tau, emang. Jolie 'kan gila."

Sampenya di kamar mandi, Jolie menegang di tempat. Ketakutan menyelimuti dirinya.

"A-apaan, nih?" Jolie lari sekenceng-kencengnya ke kamar Joy. Sayangnya, dia gak sengaja nginjek darah kering di lantai, yang buat dirinya jatoh.

Jatoh karena kakinya bergetar tak karuan, ditambah jijik sama darah yang bau amis, dan udah menuhin lantai dua.

Jolie berusaha bangkit, dan langsung tergelepak di lantai kamar Joy.

"Eh, lo kenapa Jol?" tanya Joy, yang mulai ngedeketin dia, disusul Jane.

"Kita harus secepetnya pergi dari sini," ucapnya dengan suara yang melemah.

"Lah?" Jane celingak-celinguk. "Et, lo ngapa sih?"

Jolie ngegeleng, terus ubah posisinya jadi duduk. "Di kamar mandi ada darah. Ditulis 'welcome to the hell'. Kalo gak percaya, cek aja."

Joy ngehela napas. "Serius, lo? Lagi kayak gini, bukan waktunya bercanda."

"Gak ada yang bercanda! Kalo lo semua gak bakal mual, gue berani sumpah, gue terjun dari sini!"

Mereka berdua saling adu tatap. "Ayo, Jane. Gue penasaran."

Jolie keluarin hp-nya yang geter-geter di saku celananya.

0812341——

| hai, jolie

| gimana hari pertamanya?

| semoga berhasil selamatin temen-temen kamu

| karena dikit lagi, kalian akan menghilang!

| hahahaha!

"Jangan-jangan, Jane, Joy ...." Jolie langsung bangun, langkahin kakinya secepet mungkin ke kamar mandi.

"Heh, lo pada gapapa 'kan?"

Mereka berdua noleh ke belakang. Terdapat Jolie yang lagi ngos-ngosan.

"Jol, lo liat, deh. Gak ada apa-apa," kata Joy, yang berhasil buat dahi Jolie mengkerut.

"Lo ngehalu, Jol? Makan dulu, yuk. Daripada semuanya makin sableng." Waktu Jane mau ninggalin tempat, Jolie langsung tahan tangannya.

"Tadi gue liat, tulisannya ada di sini." Jolie nunjuk-nunjuk tembok di hadapan mereka.

"Beneran!"

Jane dan Joy menatapnya datar.

"Kenapa lo terus-terusan ngarang, Jol?" Joy gelengin kepalanya. "Kalo ada, kenapa pas kita liat, gak ada?

"Y-ya mungkin orang itu gak pengen kalian tau dulu. Semua dihajar ke gue, biar lo berdua mojokin gue."

"Apa sih, lo? Gak jelas," cibir Jane.

"Jane, lo jangan—"

"Jol, gue yang adanya curiga sama lo. Jangan-jangan lo bo'ongin gue? Sebenernya lo gak liat Simon 'kan?"

Jolie menelan air liurnya, pas Joy mojokin dia ke belakang pintu. "Enggak!"

"Kenapa juga, lo minta mata Simon ke gue? Mau lo apain? Lo potong, terus lo makan?"

"Joy, bukan gitu!" Jolie ngelirik Jane yang lagi lipet tangannya di depan dada.

"Kenapa lo berdua mojokin gue terus? Salah gue di mana? Gue cuma ungkapin perasaan gue, apa itu salah? Hah?"

"PERASAAN LO TUH SALAH! SELALU SALAH! Gak usah ngomong, kalo belom mikir!" sarkas Jane, membuat Jolie mengepalkan tangannya.

"Terserah, lo berdua mau anggep gue—"

Pluk pluk

Sesuatu bergelinding, dan tepat berhenti di depan pintu kamar mandi.

"Granat! Cepetan turun dari sini!" Jane narik kedua tangan, dari orang yang berbeda.

"Kemana? Kayaknya, bawah juga udah dilempar granat," kata Joy, setelah mereka berhenti di ujung tangga lantai dua.

"Itu cuma granat asap, dan gak beracun juga. Kita bisa lewatin."

Jane noleh ke Jolie. "'Cuma' lo bilang? Kita bisa mati di sini!"

"Terus kita ke mana?! Lo aja gak kasih solusi. Cuma ngomel-ngomel gak jelas. Useless!"

Joy noleh ke belakang. Terlihat asap semakin besar, dan hampir menyentuh tubuh mereka.

"Mau gak mau, kayaknya kita harus ke bawah," usul Joy, berhasil membuat mereka berdua menoleh.

"My God, asapnya gede banget." Jane menutup hidung dan mulutnya dengan tangan.

"Eum, iya. Kayaknya ada yang lempar satu granat lagi." Jolie mendecak. Dia tambah kesel sama dua temennya ini yang banyak omong.

"Yaudah—"

"Ah, banyakan ngomong! Cepetan!" Jolie cuma lari sendirian, ninggalin mereka berdua di belakang.

"Woy, gak ditinggalin juga!" panik Jane, yang larinya lebih cepet dari Joy.

"T-tolongin gue— uhuk." Joy kipas-kipas di area mulut sama hidungnya.

"Egois, lo." Jane menyentil leher Jolie, sebelum dia nuntun Joy ke pintu. "Senderan dulu aja."

Jolie elus-elus leher kirinya yang abis disentil Jane. "Kok gelap banget, ya? Pantesan masih jam 5."

"Coba lo buka mata batin lo. Pasti gak gelap lagi." Karena Jolie udah geram sama Jane, akhirnya dia nendang bokongnya.

"Buka pintunya, Jol. Gue udah gak kuat." Jane kumpulin tenaganya buat mapah badan jangkungnya si Joy.

"Dikunci, anjir. Daritadi gue udah coba buka." Jolie semakin dorong-dorong pintunya.

"Jangan digebrak-gebrak gitu juga. Rumah gue jadi korban gara-gara lo."

"Yeu, ancurin aja sekalian. Nyawa lebih penting dari harta."

Gak lama dari Jolie nyindir Joy, ada seseorang yang ngetok pintunya.

"Joy, ini gue Hery!"

"Eh, tuh ada Hery. Biar Hery aja yang buka." Jane tarik tangannya Jolie, biar dia yang mapah Joy.

"Lah?"

"HER, HERY! TOLONG BUKAIN PINTUNYA!" Jane gak berhenti gedor-gedor pintunya.

"HAH? EMANG KALIAN KENAPA?"

"Ini kekunci. Kita gak bisa keluar! Ada asap dari arah belakang!" teriak Jane, diiringi dengan batukan di akhir kalimat.

"Iya, iya! Gue coba dobrak, ya! Minggir lo semua!"

Jane peluk mereka berdua, lalu bawa mereka ke anak tangga pertama.

"Idih, ngapain lo peluk-peluk gue sama Joy?" tanya Jolie yang lagi nunduk, berusaha ngelindungin mukanya dari asap.

"Soalnya di sebelah lo ada Joy. Kalo enggak, lo yang gue tendang."

"Dih."

BRAK

"Heh, ayo keluar!" Hery cepet-cepet ajak mereka. Asapnya makin tebel.

Jane balik badan, terus narik tangan mereka, keluar dari rumahnya Joy.

"Darahnya pasti udah kering, ya?" tanya Hery, sambil menghela napas.

Cewek yang lebih pendek dari Joy sama Jolie itu, ngangguk semangat. Kayaknya dia yang paling panik.

"Iya, Her! Lo bisa tolong bersihin, gak? Kayaknya gue sama mereka udah tepar." Dia nunjuk Joy. "Nih, si Joy udah lemes duluan."

"Joy?" Hery ngehadap Joy. Tapi waktu dia mau elus pipinya, Jolie udah keburu tepis tangannya.

"Ngapain lo megang-megang temen gue? Cabul!"

Jane senyum canggung, terus nyamperin Jolie. Dia cubit kedua pipinya. "Lo sekali lagi ngomong gitu, gue gali ubun-ubun lo pake cangkul."

"Yaelah, cangkul karatan aja belagu— aw." Dia semakin kencengin cubitannya.

"M-maaf ya, Her. Gue—" Belom sempet Joy selesain ucapannya, dia udah keburu pingsan.

Jane yang ngeliat itu, langsung bantu papah Joy dari tangan Jolie.

"Her, lo bisa gendong Jolie, gak?"

Hery ngangguk. "Bisa, sini."

Sedangkan Jolie gak berhenti merhatiin Hery yang lagi gendong Joy ke mobilnya.

'Dia tau dari mana, darah Simon udah kering?' tanya Jolie, dalam hatinya.