webnovel

Lauren // Aira

Saga kini berdiri di depan Haris ia menatap pada orang kepercayaannya itu dengan kedua tangannya yang berkacak pinggang. "Ke mana Reres?" Tanyanya kesal.

"Tadi bilang mau pulang sama Pak ahyat saya juga nggak tahu ke mana Reres. Waktu saya tanya tadi dia nggak menjawab," jawab Haris.

Saga kemudian berdecak kesal, semalam ia ditolak dan siang ini Reres meninggalkannya di kantor. Ia mempertanyakan nasibnya saat pulang dari kantor nanti. Sang CEO kembali berjalan masuk ke dalam ruangan yang lalu mengambil ponsel dan menghubungi babysitter nya. Hanya saja Reres pemilih untuk tidak menerima panggilan dari Saga. Pria berkulit putih itu mencoba berkali-kali menghubungi reres hanya saja tetap gadis itu tak ingin menerima panggilan dari atasan yang juga sahabatnya.

"Sialan! Awas aja si gendut!" ancam Saga kesal.

Sementara yang saat ini sedang dicari oleh Saga tengah berjalan menuju sebuah salon ia berniat untuk mewarnai rambutnya menjadi berwarna coklat untuk mendapatkan suasana baru pikirnya.

Reres masuk ke dalam sebuah salon yang terlihat dengan desain yang cukup mewah. Lovilola salon yang kini menjadi tujuan untuknya untuk sedikit memanjakan diri. Lagi pula tak ada salahnya ia datang ke salon lagi pula saat ini masih jam kerja dan ia tidak diharuskan untuk pulang. Setelah di dalam Gadis itu segera dihampiri oleh seorang karyawan yang bertanya apa yang diinginkannya hari ini.

"Ada yang bisa saya bantu Mbak?" Tanya salah satu pegawai salon.

"Saya mau mewarnai rambut mbak bisa?" Tanya Reres.

Pegawai salon itu tersenyum kemudian mengangguk. "Bisa dong Mbak, silahkan." Ia kemudian mengajak Reres untuk duduk si salah satu tempat yang kosong.

Setelah Reres duduk salah seorang pegawai datang menghampirinya bernama Tata, yang membawakan beberapa contoh warna rambut untuk dipilih Reres.

"Mau warna yang mana Mbak?"

"Dark brown aja kak," jawab Reres.

"Oiya nama saya Tata kak, kakak?"

"Reres kak," jawab Reres sopan.

"Baik kakak Reres, boleh aku kasih masukan?" Tanyanya lalu dijawab anggukkan kepala oleh Reres. "Kalau aku liat warna light brown atau ash blonde ini juga bagus buat Kakak lho karena kalau punya kulit yang putih dan mata yang cantik banget lho. Sayu sayu manjalita. Ini bakal lebih menonjolkan penampilan kakak." Tata menjelaskan pendapatnya pada Reres.

Rerez menatap pada katalog yang ia pegang melihat warna pilihan dari tata. Sejujurnya ia merasa tidak percaya diri jika ia harus mewarnai rambutnya dengan warna yang cenderung lebih terang dan terlihat jelas perbedaannya. Maka tadi ia memilih warna coklat tua sebagai pilihan utama.

"Saya gendut kak."

"Aish, sekarang tang montok yang terdepan kak jangan khawatir atau minder," sahut tata meminta agar Reres tetap percaya diri.

"Aku pilih, light brown aja deh kak." Kini Reres telah menjatuhkan pilihan warna untuk rambutnya. Ia berharap akan lebih percaya diri setelah selesai nanti.

"Oke kalau begitu saya siapkan dulu ya." Tata pamit lalu membiarkan Reres menunggu.

Saat itu seorang gadis memasuki salon memiliki tubuh yang bagus, dengan tinggi 171 cm dan berat badan 56 kilo. Saya lalu berjalan ke dalam beberapa karyawan terlihat menyambutnya. Reres menatap dari cermin saya mencoba memperhatikan dengan jelas kemudian menoleh ke belakang tepat saat Gadis itu juga menatapnya.

"Reres?"

"Mbak Lauren?"

Gadis bertubuh tambun itu kemudian berjalan mendekati Lauren mantan kekasih Saga. Lauren adalah seorang gadis keturunan Indonesia Belanda dan Jepang. Itu yang menyebabkan mengapa wajahnya begitu cantik dan menjadi salah satu kesayangan. Hanya saja Lauren tak terlalu agresif seperti Vinny. Itu yang membuat Lauren tak banyak mendapat perhatian dari Saga untuk urusan ranjang. Namun Lauren sering diajak oleh Saga untuk memenuhi beberapa pertemuan yang mengharuskannya membawa pasangan.

"Loh enggak di kantor?" Tanya Lauren.

Reres gelengkan kepala lalu menjawab. "Hari ini aku diminta pulang cepat. Mbak mau nyalon?"

Lauren gelengkan kepalanya. "Ini salon aku Res."

Reres menatap Lauren dengan kagum. Apalagi ia melihat mantan kekasih atasannya itu semakin cantik. "Wah keren Mbak."

Lauren mengeluarkan sesuatu dari dompetnya dan memberikan kepada Reres. Itu adalah sebuah voucher VIP yang bisa Reres gunakan untuk mempercantik dirinya di salon miliknya. "Ini kartu VIP buat kamu kalau kamu mau mempercantik diri kamu bisa datang ke sini. Aku suka ada di sini setiap Sabtu dan Minggu karena kalau Senin sampai Jumat aku ada di kantor papaku. Pokoknya kamu harus sering-sering datang ke sini. Kapan-kapan kita ngobrol ya, aku bakal traktir kamu kopi."

Reres menerima kartu pemberian Lauren. "Terima kasih banyak ya mbak," ucap Reres.

"Oke deh sama-sama." Lauren kemudian menatap pada karyawannya. "layanin yang baik ya, teman aku nih."

Melihat Lauren membuat reres merasa kagum. Gadis itu memiliki usaha sendiri dan juga bekerja di tempat sang ayah. Meskipun Ibu Nindy seringkali mengatakan bahwa Lauren itu adalah gadis nakal. Namun, sejujurnya selama ini Reres melihat bahwa Lauren adalah sosok yang mandiri. Terlepas dari hal-hal apa saja yang telah ia lakukan bersama Saga.

***

Setelah pulang dari bekerja, Aira segera melajukan mobilnya menuju kantor candramawa. Perjalanan dari kantor miliknya menuju kantor Saga tak perlu membutuhkan waktu yang lama karena jarak kantor yang tak terlalu jauh. Ia kemudian memarkirkan mobil setelah sampai di lokasi yang ia tuju, setelahnya berjalan masuk untuk segera menuju ruangan sang CEO.

Ia melangkah menaiki lift menuju lantai di mana ruangan Saga berada. Tentu saja akhirnya masih mengingat di mana ruangan sang CEO dari chandramawa corporation. Terakhir kali ia berada di sana bersama Nindi dan ia masih ingat bagaimana Saga menolak penawaran darinya saat itu.

Sampai di depan ruangan ia bertemu dengan Haris. "Selamat sore Bu Aira."

"Sore, Pak Saga?"

"Biar saya hu—" Belum sempat Haris melanjutkan kata-katanya kini ia melihat Saga yang sudah membuka pintu dan berdiri bersiap untuk pulang.

Pria berkulit putih itu terdiam sejenak di depan pintu ruangannya, kemudian menatap Aira yang kini berdiri Dan tersenyum. Melihat itu membuat Saga menjadi kesal tatapannya memicing dan ia menarik nafas dalam kemudian menatap pada hari yang juga menatapnya.

"Saya numpang pulang." Saga katakan itu pada Haris.

"Maaf pak saya naik mobil online. Mobil saya kebetulan rusak." Sahut Haris.

Saga kemudian menatap Aira tepat saat ponselnya berbunyi, Nindi. Ia dengan cepat menerima panggilan tak ingin nindi menjadi kesal.

"Ya Mi?"

"Pulang sama Aira."

Saga menghela napas. "Kenapa sih—"

"Enggak ada tapi, dan enggak ada alasan. Sebelum pulang beliin mami brownies dulu. Yaudah bye." Nindi kemudian mematikan panggilan.

Saga hela napas, lalu berjalan menuju lift. Pria itu berjalan tanpa menghiraukan Aira yang masih berdiri mematung. Ketika ia melihat gadis itu tak berada di belakangnya Saga menghentikan langkah lalu menoleh pada Aira.

"Ayo buruan!" Seru Saga pada gadis itu.

Aira segera berjalan cepat, lalu kini berjalan bersama Saga menuju parkiran mobil. Saga dan Aira berjalan beriringan keluar kantor. Tentu saja hal itu menarik perhatian karyawan yang dilewati keduanya.

"Mau ngopi dulu?" tanya Aira coba menarik atensi Saga.

"Boleh, Kamu yang traktir saya ya? 'Kan kamu yang ngajak."

"Boleh, kita bisa beli kopi nanti sekalian beli brownies buat tante Nindi. Aku tahu kopi di sana tuh lumayan enak apalagi caramel latte-nya." Hanya karena Saga mengiyakan ajakannya untuk minum kopi itu cukup membuat Aira senang dan berbunga-bunga.

Mereka ini berada di parkiran. Aira segera masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi kemudi sementara seharga duduk di belakang di kursi penumpang. Tentu saja Ini membuat Aira menatap Saga dengan heran.

Gadis itu kemudian menatap Saga dari kaca dashboardnya. "Kamu duduk di belakang?"

Saga anggukan kepala. "Kalau kamu duduk di kursi kemudi saya duduk di belakang. Tapi kalau saya duduk di kursi kemudi, kamu yang duduk di belakang. Saya nggak suka ada orang yang duduk di kursi penumpang depan."

Aira sebenarnya merasa heran dengan apa yang dilakukan Saga saat ini. Tentu saja Aira tidak mengetahui mengapa Saga bersikap seperti ini. Semua itu adalah karena trauma yang ia alami saat kecil dulu. Waktu kecelakaan Saga duduk di kursi penumpang dan itu kini menjadikan trauma berat. Ia tak suka jika ada orang atau dirinya duduk di kursi penumpang depan. Setiap kali ia melihat itu jantungnya berdebar kencang dan merasakan panik seketika. Maka Saga memilih untuk membiarkan kursi penumpang depan kosong. Karena mengingatkannya dengan masa lalunya dulu. Saat sang ayah harus tewas dalam kecelakaan mobil.