webnovel

OH MY BOSS!

Jelita tidak akan pernah menyadari, jikalau hidupnya dipenuhi hal-hal penuh teka-teki. Seumur hidupnya lahir di negara Indonesia, kali pertama dia harus berjumpa seorang pria yang bercukupan. Jelita tidak menyangka bahwa dia harus berurusan dengan CEO menyebalkan, apalagi meminta dirinya menjadi kekasih pura-pura demi menghindari perjodohan dari orangtuanya. Lalu, bagaimana nasib Jelita? Apakah dia bersedia menerima permintaan dari CEO nya? **** Cerita baru tak bermutu Buat cerita 19 Juli 2019. Imajinasi konyol yang tak berharga!

Lsaywong · Urban
Not enough ratings
7 Chs

OMB - 05.

Di tengah-tengah keramaian walau tidak begitu ramai seperti yang lain tetap untuk seorang gadis manis berpakaian formal kemeja putih dan rok hitam selutut dibaluti oleh sepatu sederhana yang kusam.

Sedangkan sosok pria duduk jarak tidak jauh berdiri gadis manis itu sedang menyimak percakapan dua manusia bisnis ini. Jelita makin bingung entah apa yang dibicarakan oleh mereka berdua. Tentang kecelakaan, kesehatan jiwa, terus kematian nasabah.

Dua jam sudah gadis itu berdiri membuat kedua kaki menahan berat badannya kesemutan. Ardian yang menyimak diam-diam melirik gadis disebelahnya terlihat muka kusut dan cacing kepanasan.

"Sampai kapan sih selesainya, begini pertemuan sama seseorang. Aduuh... Penyiksaan namanya belum lagi aku tuh lapar cacing diperut uda pada demo nih!" - gerutu Jelita dalam hati mengomel.

****

Kafe Tiara Garden dua orang duduk paling ujung suara garpu dan sendok bersenandung semangat sehingga dari pengunjung ada disini memperhatikan sumber itu.

"Makan yang pelan tidak usah terburu-buru begitu?" Cibir pria yang melipat kedua tangan didepan dada lebar itu.

"Lhain khali akhu nggak bakhal mhau ikhut khau lagi!" Balas gadis itu masih berisi di penuhi makanan didalam mulut.

Pria itu jadi geli antara malu atau horor lihatnya. Tapi, menurut dirinya ini unik sikap gadis di depannya.

Dua puluh menit kemudian Jelita selesai menghabiskan semua makanan ada didepan mejanya. Tanpa ada rasa malu lagi ambil tusuk gigi membersihkan sisa-sisa sayuran pada gusi-gusinya.

"Untung kau mengerti situasi, gila saja dua jam pembahasan tentang kejiwaan nasabah, kesehatan, kecelakaan. Memang kau itu tidak merasa lapar?" omel si gadis manis kulit putih susu itu.

"Tidak, itu sudah biasa bagiku. Kenapa? Kau keberatan? Ini masih belum apa-apa akan ada banyak lagi nasabah bergabung di produk asuransi ini." Ucap Ardian

"Hah?" Jelita terperangah. Penderitaannya belum berakhir.

Setelah bersantai di kafe tadi, Jelita dan Ardian kembali untuk ke kantor. Tetapi kali ini bukan Jelita mengemudi melainkan Ardian.

"Kau pikir aku ini supirmu?" Ardian menegur gadis itu ketika dia duduk di belakang.

Jelita membalas menatap pria dibalik kaca depan. Dua mata tajam itu tidak lepas dari bayangan nya.

"Aku itu bukan siapa-siapa, Bapak. Aku itu... Baiklah." Dengan berat hati dia menuruti pak bos itu. Keluar dari tempat duduknya pindah ke depan.

Ardian senyum diam bahagia bisa melihat gadis itu mematuhinya. Mobil pun di jalankan oleh Ardian, pada dalam perjalanan mereka berdua bisu tidak ada satu kata keluar dari mulut hanya suara AC mobil dan juga mesin.

Getaran dari tas selempang kusam milik gadis itu bergetar. Dia pun dengan cepat mencari benda getaran itu memang dari tadi siang dia buat tanda getar.

Ardian melirik dan memperhatikan gadis itu ragu untuk mengangkat panggilan telepon.

"Kenapa tidak diangkat?" Tanya Ardian kepo

"Aku turun disini saja, sampai jumpa besok," Jawab Jelita dengan cepat membuka tali pengaman dan keluar dari mobil Ardian.

"Eh..." Ardian belum sempat menghentikan gadis itu.

Suara klakson dari belakang mengganggu rencananya. Terpaksa dia menjalankan mobil dan Jelita telah menjauh dari tempat itu. Kembali bergetar panggilan dari HP jadul nya.

"Kau ada dimana?!" Suara dari seberang lebih dulu membuka pembicaraan.

"Aku ada diluar, bu." Jawab Jelita

"Mau coba kabur? Mana janjimu untuk bayar kost yang menunggang itu!"

"Aduh, Bu. Aku pasti akan bayar tidak sekarang, aku baru saja dapat kerjaan akhir bulan aku pasti bayar kok, bu!"

"Alasan saja kau itu! Baik, aku kasih waktu tiga hari kalau kau tidak juga bayar, angkat kaki dari kost itu!"

"Kok begitu sih, bu... Halo... Halo..."

Panggilan telepon mati bukan karena si Ibu kost mematikan melainkan HP nya lowbet.

"Ah sialan! Tega amat sih tiga hari dapat uang darimana? Masa aku harus minta DP dulu sama pria gila itu?" Omel gadis itu melanjutkan langkah kaki menuju pulang.

***

Sampai di kos Jelita langsung masuk. Dia merasa sangat lelah untuk hari ini. Ternyata pekerjaan yang dia terima sekarang jauh lebih berat daripada dia ajukan.

Sekarang yang harus dia pikirkan adalah mendapat uang untuk membayar kos-nya yang sudah menunggang beberapa bulan.

"Aku harus cari di mana uangnya? Sekarang sudah hitungan satu hari, besok dan lusa. Huff! Dua hari lagi cari di mana? Ma, Pa, apa yang harus Jelita lakukan? Jelita bingung nih!" ucapnya mengeluh dan melirik figura foto yang kusam tidak berwarna.

Foto  orangtua ketika dia masih berumur lima tahun dipangkuan ibunya. Sekarang dia tinggal sebatang kara menghidupi sendiri. Jauh dari saudara-saudara.

Daripada dia memikirkan soal cara membayar utang itu. Dia memilih ke kamar mandi untuk menyegarkan badannya yang sangat lengket. Tak lama ponsel miliknya bergetar di atas kasur kusam itu.

Tetapi Jelita sedang mandi, layar kedap-kedip itu kembali menyala. Nomor tidak diketahui itu terpampang. Sehingga lima panggilan tidak dijawab oleh Jelita tersebut.

****

"Ini cewek ke mana sih!" omel Ardian terus menelepon tak kunjung di angkat.

"Tut ... Tut ... Tut ..." Nada panggilan tersambung tapi tidak ada jawaban sama sekali dari seberang.

Sepuluh kali telepon tidak juga diangkat sehingga dia melemparkan HP androidnya di samping sofa dia duduki.

Lalu dia melirik bungkusan plastik berisi cangkir yang dia beli tadi di restoran itu. Dia membuka kotak itu dan ternyata unik dan lucu. Senyuman terbit oleh pria itu apa yang buat dia kerasukan sehingga dia senyum-senyum seperti itu.

Lagu westlife - My Love dari HP milik Ardian bernyanyi, dia kembali meletakkan bingkisan kotak berisi cangkir itu semula. Kemudian dia meraih HP nya dan terpampang jelas nomor yang dia telepon tadi.

"Kau di mana saja? Aku telepon-telepon tidak kau angkat!" Ardian langsung ngegas tanpa nada lembut kepada cewek itu.

"Maaf, Pak, aku  lagi mandi. Memang ada apa malam-malam telepon?" jawab suara yang sangat merdu itu. Padahal di apartemen pria itu senyum - senyum merasa adem mendengar suaranya.

"Lain kali HP mu bawa ke kamar mandi! Kalau ada sesuatu penting tidak harus menunggu, mengerti!" Ardian memang pria sinting.

"Hah? Mana bisa? Kalau jatuh ke bak mandi, bagaimana? Sama saja boong hape aku tidak seindah punya bapak! Memang ada apa sih, Pak? Telepon-telepon?"

"Kau sudah selesai mandi? Aku mau minta dirimu datang ke apartemenku, bisa?" perintah Ardian pada cewek berkulit putih susu itu.

Sementara di tempat kos Jelita, dia menoreh jam dinding tertempel di sana telah pukul 8 malam, sedangkan dia sendiri tidak tau alamat tinggal atasannya itu.

"Sekarang? Kenapa tidak besok, Pak? Ini sudah malam, Pak! Apa kata tetangga apartemen bapak kalau seorang cewek malam-malam datang ke apartemen cowok? Ogah! Bapak kira aku ini apaan!"  Jelita menolak permintaan aneh itu.

Dia masih teringat kejadian dua hari yang lalu, kalau dia ketemu sama hidung belang itu lagi harga seorang perawan hilang dan sirna.

"Ini perintah, aku mengaji mu! Jadi datang atau aku yang mendatangi kostmu!" Ancam pria itu diseberang.

"Tapi ... Aku bagaimana bisa ke sana, tempat tinggal bapak saja aku tidak tau," jawab Jelita sambil melipat baju yang kemarin dia jemur itu.

"Aku kirim SMS untuk mu!"

Panggilan telepon terputus, beberapa menit kemudian suara ringtone pesan sms masuk dari HP jadul milik Jelita. Dia pun mendengus, tempat tinggal Ardian lumayan jauh. Dia terpaksa harus mengeluarkan receh di kantongnya untuk naik gojek.

Sedangkan di apartemen pria itu merebahkan tubuhnya di badan sofa sambil menerbitkan senyuman yang tipis banget. Seulas kebahagiaan untuk Ardian terpancar pesona setelah dia tunggu - tunggu.