webnovel

OH MY BOSS!

Jelita tidak akan pernah menyadari, jikalau hidupnya dipenuhi hal-hal penuh teka-teki. Seumur hidupnya lahir di negara Indonesia, kali pertama dia harus berjumpa seorang pria yang bercukupan. Jelita tidak menyangka bahwa dia harus berurusan dengan CEO menyebalkan, apalagi meminta dirinya menjadi kekasih pura-pura demi menghindari perjodohan dari orangtuanya. Lalu, bagaimana nasib Jelita? Apakah dia bersedia menerima permintaan dari CEO nya? **** Cerita baru tak bermutu Buat cerita 19 Juli 2019. Imajinasi konyol yang tak berharga!

Lsaywong · Urban
Not enough ratings
7 Chs

OMB - 03.

Aaahh .... gila! Dasar bibir sialan, kenapa bisa nyosor  sih. Gila, gila, gila ...!

Dilirik jam ponsel miliknya sudah pukul satu dini hari. Belum juga untuk memejamkan  dari mimpi yang indah itu.

Uring-uringan seperti anak kucing bermain bola, rasanya dia ingin gantung diri. Mati sekarang mungkin sempat, diurungkannya kembali jika dia mati sekarang masa usia panjang tersia-siakan.

Aarrghh!

Dia sangat frustrasi sekali bayangan kejadian beberapa menit lalu sangat menggila, malam minggu adalah peristiwa  dunia depresi.

Lalu bagaimana dengan pria tengah duduk di ruangan cukup gelap hanya di iringi lampu remang tersebut. Senyuman dari bibirnya masih tercetak belum juga hilang. Bahkan  cap sentuhan lembut kenyal tipis itu sangat terasa sekali.

Membayangkan wajah gadis ditemuinya buatnya kagum, bagaimana jadinya ketika gadis itu berani mengambil ciuman pertama setelah pertemuan berikutnya.

****

Langit gelap telah berganti terang tanda sudah pagi matahari meninggi ke atas memancarkan sinar seluruh permukaan kota yang padat dipenuhi oleh kendaraan bermotor.

Suara ketukan pintu depan kostnya berulang kali terdengar. Tetap tidak membuat gadis remaja yang tidur posisi kepala di lantai sementara setengah badannya di atas tempat tidur tanda tidur terbalik menggantung.

Masih terdengar suara pintu depan kostnya, suara lenguh dari gadis itu keluar dari tenggorokan kering.

"Siapa sih, pagi-pagi sudah ganggu tidurku!" celetuknya buka kedua mata melebar.

"Aduuhh! Sialan!" Memaki diri sendiri, mengelus pinggang saat terjatuh dari kasur. Rambut masih berantakan.

Dia melangkah kaki ke depan pintu untuk membuka dari tadi berisik.

"Siapa sih, orang lagi tidur juga ganggu mulu! Sabar kenapa sih ...." Ketika membuka pintu depan bertemu sosok bayangan tinggi senyuman merekah serta memamerkan deretan gigi putih rapi itu.

"Hai ...."

Tak beri kesempatan untuk pria berdiri di depan pintu. Pakai acara menutup pintu tiba-tiba.

Lalu untuk gadis remaja ada di dalam kostnya, terperangah tidak yakin yang dia lihat itu.

Oh em ji, aku nggak salah lihat? Itu ... itu ...

Terdengar suara dalam kost itu oleh pria berpakaian santai setia berdiri. Teriakan Jelita mengundang sejuta penginapan ada di sana tak berani memarahi atau menegur karena sosok pujaan pagi hari terpesona pertama kali.

****

Sekarang Jelita berada di salah satu KFC yang memang sudah buka jam sepuluh pagi. Hanya belum ada pengunjung yang datang.

"Kau tidak merasa lapar? Kenapa tidak di makan?" suara pertama terdengar dari mulut seksi serak basah tepat diseberang hadapan gadis remaja blasteran itu.

"Nanti saja, belum  lapar," jawab ketus seadanya.

"Kau takut bahwa aku mencampuri racun di sana? Kalau kau merasa pusing atau sakit perut setelah makan makanan itu. Tentu makanan yang aku makan serupa," katanya lagi seperti memaksa banget.

Jelita membuka bungkusan nasi terus di ambil daging ayam letak tengah-tengah.

Makanan gratis kok tolak sih, Jel... batinnya dalam hati.

Pria itu tersenyum membuat Jelita tertegun melihat senyuman sama kejadian kemarin.

"Apa yang kau senyumkan? Jangan-jangan benar kau mencoba meracuniku?" Jelita kembali bertanya sekarang nada bicaranya sedikit waspada

Apalagi nasi ada di tangannya belum sempat di masukkan mulutnya. "Aku tersenyum bukan berarti racun makanan itu, aku tersenyum karena senang kau memang gadis penurut," jawabnya.

"Alasan!"

Satu suapan masuk sempurna ke mulutnya tidak ada gengsi, malu, atau segalanya deh untuk tipe cewek seperti dia. Menunjukkan sikap sebenarnya kepada pria yang duduk memperhatikan cara makan orang kelaparan.

****

Selesai sarapan dengan pria yang tidak sengaja dia cium kemarin. Pada akhirnya Jelita memilih untuk segera menghindar darinya.

"Kau mau ke mana?" tegur pria itu

"Hah? Mau pulang dong memang mau ke mana lagi?" respons Jelita

"Duduk dulu, aku ingin bertanya sesuatu padamu," ucapnya

"Sesuatu? Memang kau kenal diriku?" Jelita mulai was-was dengan ucapan pria di sebelahnya

"Justru aku tidak kenal kau, maka mulai hari ini kita berkenalan," ucapnya lagi

"A--"

Ringtone jadul milik Jelita berdering kata-kata yang mau di jawab harus di tunda seseorang meneleponnya sedikit menjaga jarak soalnya sangat bahaya jika sampai pria itu mendengar pembicaraan dengan si penelepon.

"Halo,"

"....."

"Iya, saya sendiri,"

"..."

Jelita mendengar sambil melirik pria jarak beberapa meter tengah bermain ponsel miliknya.

"Benarkah, ibu yakin aku di terima?" Suara bahagia terdengar jelas oleh beberapa pengunjung di KFC ini.

"Baiklah, Bu. Hari ini ya! Ketemu dengan siapa jika aku boleh tahu?"

"...."

"Baik, Bu, terima kasih banyak."

Telepon berakhir Jelita kembali menghampiri pria sedang sibuk dengan ponselnya.

"Eh ... Maaf, aku harus kembali ke kos ku, jam satu siang aku  interview kembali, jadi untuk sarapan tadi terima kasih, permisi!" ucap Jelita berpamitan dengan pria itu tidak beri kesempatan untuk perkenalan diri terlebih dahulu.

Jelita malah bergegas keluar, karena waktu yang ia punya sekarang tidak akan cukup sampai di kantor kemarin itu. Pria yang berdiri depan KFC memperhatikan gerak-gerik gadis manis itu telah menjauh dari penglihatannya.

Ponsel miliknya bergetar, "Baiklah, aku akan ke sana lima belas menit lagi," ucap pria itu melangkah ke parkiran di mana mobil miliknya berada.

Jelita mulai bersiap diri untuk mandi mencari baju layak di pakai, setelah itu tas samping. Asal bisa di pakai bersyukur.

Waktu tinggal satu jam, ia sudah terlambat apalagi menunggu bus di halte paling ramai. Semua lengkap tidak ada lagi yang tertinggal ia berdoa kepada orang tua ada di meja kecil.

"Semoga interview kali ini berhasil, Ma, Pa. Do'ain Jelita, ya! Aku berangkat dulu," ucapnya berpamitan kepada figur foto yang kusam hanya hitam putih.

****

Sementara di kantor perindustrian tepat jalanan penuh polusi asap menyiksa batin. Seorang wanita mengetuk pintu tiga kali lalu masuk tanpa perintah izin dari pria duduk tengah melihat laporan hasil kinerja karyawannya.

"Ini, Pak, sesuai dengan bapak perintahkan. Mungkin sebentar lagi peserta yang lolos seleksi dari tes psikotes menghadap," lapor wanita itu berikan lembaran kertas yang ia koreksi dari peserta terakhir Nama terpampang jelas di sana.

Jelita Angelika Putri,

20 tahun,

NIP : 100027839

Posisi di tetapkan : Office Girls

"Baiklah, kau boleh kembali ke tempat kerjamu," ucap pria itu datar masih menatap tulisan huruf rapi dan tidak ada sedikit coretan di kertas tersebut.

Tidak berapa kemudian seseorang gadis meneriaki supir angkot umum, "Kiri Bang!"

Angkot umum itu mendadak berhenti di pinggir jalan membuat para penumpang ikut memiringkan badan masing-masing. Jelita turun kemudian berikan selembar ribuan kepada angkot tersebut.

Setelah itu ia pun masuk dengan mata silau karena sinar matahari tepat di atasnya sulit buka kedua mata itu. Ia masuk sebuah gedung tinggi pernah di datangi beberapa hari itu. Pertama di tendang keluar karena dikatai pengemis, kedua di suruh datang lagi untuk interview mengetes kepintaran dan sekarang ia berdiri di depan gedung tinggi dengan seseorang satpam berbeda lagi.

"Selamat siang, Pak, aku mau--"

Belum selesai berbicara satpam ini sudah membukakan pintu untuk Jelita. "Silakan, mbak, masuk saja," potong satpam itu senyum begitu ramah

"Oh, terima kasih," tanpa ragu ia pun masuk dan di sana seorang karyawati berdiri menunggu kedatangan peserta terakhir ini.

"Dengan Jelita?" sapa karyawati itu menyebut nama gadis remaja ini.

"I-iya," sahutnya gugup

"Silakan ikut denganku, perkenalkan nama saya Jenni bagian divisi marketing pemasaran, kebetulan di gedung ini kami memang kekurangan karyawati, jadi direktur kami menerima Anda sebagai peserta terakhir. Semoga saja anda di Terima dan bisa bekerja sama dengan kami di sini," terang Jeni panjang lebar suara dentingan lift pun terbuka lebar

Jelita hanya menyimak kata-kata wanita cantik di sebelahnya. Ia melirik sekitar ruangan rata-rata sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Wanita itu masuk ke salah satu ruangan dan entah apa yang di bicarakan karena Jelita masih di luar ruangan itu.

Beberapa menit kemudian wanita cantik itu keluar dari ruangan tersebut lalu mempersilakan Jelita untuk masuk ke ruangan itu.

"Silakan Mbak Jelita, semoga berhasil." senyum Jeni memberikan semangat untuknya. Jelita hanya bisa senyum ciut.

Ketika ia masuk ke dalam ruangan itu kembali menutup pintu oleh Jeni. Di depan mata seseorang duduk membelakanginya karena kursi besar itu tidak terlihat siapa pemilik perusahaan ini.

"Selamat siang, aku Jelita untuk interview kedua ka--"

Jelita terkatup rapat bibirnya, karena kursi besar itu berputar  memunculkan sosok orang pernah ia temui dan juga pernah ia ceroboh tidak sengaja telah mencium sembarang tidak ia kenal sama sekali.

"Kamu!" lanjut Jelita bersuara karena kaget dengan apa ia temukan itu.

"Hai, kita bertemu kembali, Jelita Angelika Putri," sapa pria itu penuh senyuman lebar.

Ardian Pratama Alterio, 31 tahun, pria termuda memiliki perusahaan industri dan asuransi kesehatan salah satu terbesar di Negara Indonesia. Jelita kembali bertemu dengan Ardian untuk ke tiga kalinya tepat di mana ia di Terima perusahaan miliknya sendiri.

****