webnovel

OHM 17

Ralisya meminta Gev agar duduk di ruang tamu. Sementara itu Ralisya mencari film yang Gev maksud.

Gev sudah duduk di sofa ruang tamu, sementara Raydan memperhatikan Ralisya yang tengah mencari film superhero milik Gev di dalam laci tempat biasa menyimpan film-film miliknya.

"Ehem ... Haus, ya. Di sini lumayan panas," ucap Raydan seraya melihat sekitar ruang tamu.

Ralisya berhenti sejenak begitu mendengar ucapan Raydan. Setelah itu, dia mencari film itu kembali.

"Ade mau minum, tidak?" tanya Raydan. Gev menggeleng. Dia tak sabar menunggu Ralisya menemukan filmnya yang tertinggal.

Raydan menghela napas. Dia justru berharap Gev haus dan meminta minum. Maka dia akan meminta minum pada Ralisya. Sebetulnya, tak panas di sana. Justru sebaliknya, ruang tamu apartemen Ralisya terasa sejuk. Ruangan itu begitu rapi, bersih sudah tentu. Ralisya seorang Dokter, sudah tentu dia mencintai kebersihan. Raydan hanya ingin mencari topik pembicaraan, agar dapat bicara dengan Ralisya.

'Duh ... Di mana, ya?' gumam Ralisya.

Ralisya mencari di laci tempat semua film tersimpan, di sana dia tak menemukan film yang Gev maksud. Yang dia temukan justru film-film miliknya sendiri.

"Coba kubantu!" Raydan menunduk, kemudian berjongkok di samping Ralisya.

Ralisya sedikit bergeser, memberikan ruang untuk Raydan agar mudah mencarinya.

"Yang mana, sih, Dek?" tanya Raydan.

Gev beranjak dari sofa, dia menyelusup di tengah Raydan dan Ralisya. Lagi-lagi Raydan menghela napas melihat kelakuan Gev, keponakannya itu mengganggu saja. Tak mudah berdekatan dengan Ralisya dalam keadaan Ralisya hanya diam saja dan tak menolak dirinya. Semenjak kejadian di mobil beberapa hari lalu, Ralisya terus menghindarinya.

Gev ikut mencari, dia pun tak menemukan film miliknya.

Pandangan Gev tertuju pada film action, dia menyukai film-film yang seperti itu.

"Ini saja," ucap Gev seraya menunjukannya pada Ralisya.

"Jangan. Film itu tak boleh ditonton oleh Adek," ucap Ralisya dan segera merebut filmnya dari tangan Gev.

Raydan yang melihat hal itu mengerutkan dahinya. Dia berdiri dan melangkah mendekati Ralisya yang masih berjongkok. Raydan mendekatkan bibirnya ke telinga Ralisya.

"Ada adegan dewasanya, ya?" bisik Raydan.

Ralisya membulatkan matanya, dia menatap Raydan dengan tajam.

Raydan tersenyum, dia mengalihkan pandangannya ke arah lain seolah tak tahu apapun.

"Pokoknya, tidak boleh! Nanti, Aunty kasih tahu Mami kalau Adek mau nonton film ini!" ancam Ralisya.

Gev mengerucutkan bibirnya.

"Mami lagi, semuanya Mami!" kesal Gev dan kembali duduk di sofa. Gev takut pada sang mami, dan dia sebal karena Ralisya mengancamnya dengan sang mami.

Ralisya dan Raydan saling tatap, merasa bingung melihat perubahan ekspresi Gev.

"Aunty seperti Mami. Tidak boleh nonton, semuanya tidak boleh," keluh Gev.

Ralisya menghela napas, dia mendekati Gev.

"Gev, dengarkan Aunty. Ini filmnya seram, lho. Banyak adegan yang tidak boleh ditonton oleh anak-anak seusia Gev. Nanti saja kalau Gev sudah besar, Gev boleh nonton film ini," ucap Ralisya mencoba memberikan pengertian pada Gev.

"Kelamaan," protes Gev.

Ralisya melihat Raydan, dia mengerlingkan matanya memberikan isyarat agar Raydan membujuk Gev.

Raydan tersenyum. Dia mengerti maksud Ralisya tetapi ide gila bersarang di kepalanya.

"Oke. Kita nonton itu saja. Tapi, adegan menyeramkannya di potong saja, di lewati," ucap Raydan.

Ralisya menatap Raydan dengan tajam.

Raydan tak mempedulikan tatapan Ralisya, dia mengambil film yang ada di tangan Ralisya dan memasukannya ke dalam dvd. Gev tampak senang, om nya itu benar-benar pengertian.

Ralisya mengerutkan dahinya.

"Kalian nonton di sini?" tanya Ralisya bingung. Ralisya pikir, Raydan dan Gev akan segera pergi dari apartemennya setelah mendapatkan film yang Gev mau.

"Ya, memangnya di mana lagi? Lagi pula, tanggung. Nonton paling hanya sebentar," ucap Raydan.

Televisi sudah menyala, film itu sudah dimulai. Gev duduk tenang, dia tak peduli dengan dua orang dewasa di dekatnya.

Ralisya menarik tangan Raydan, membawa Raydan menjauh dari Gev.

"Sebaiknya kamu pulang," ucap Ralisya.

Raydan mengerutkan dahinya.

"Memangnya kenapa?" tanya Raydan.

"Aku tak ingin ada kesalahpahaman. Jangan sampai orang lain berpikir yang tidak-tidak karena ada kamu di apartemenku!" tegas Ralisya.

"Lho ... Aku datang ke sini hanya menemani Gev, dia akan menginap di apartemenku. Lagi pula, aku datang ke sini bukan untukmu. Jadi, jangan berpikir yang tidak-tidak," ucap Raydan.

Ralisya menghela napas. Dia merasa malu mendengar ucapan Raydan.

"Terserah!" geram Ralisya dan berlalu. Dia pergi ke kamarnya. Tak lupa dia mengunci pintu kamarnya.

'Benar-benar keterlaluan! Jangan-jangan dia sudah meracuni pikiran Gev,' gumam Ralisya.

Ralisya pergi ke kamar mandi, dia membersihkan tubuhnya.

***

Waktu berlalu, Ralisya sudah selesai mandi. Dia memakai pakaiannya dan keluar dari kamar. Dia belum makan malam, dan ada Gev juga di sana. Ralisya berpikir Gev pasti belum makan malam.

"Adek sudah makan belum?" tanya Ralisya sedikit berteriak.

Raydan menempelkan jari telunjuknya di bibir, Ralisya sontak terdiam.

"Dia tidur," tunjuk Raydan pada Gev yang terlelap di sofa dalam keadaan duduk.

"Ya ampun ... Dia sudah makan malam belum?" tanya Ralisya.

Ralisya cemas, dia begitu menyayangi keponakannya. Jangan sampai keponakannya itu tidur sebelum makan malam.

"Belum," jawab Raydan.

"Bangunkan saja! Suruh makan dulu," ucap Ralisya.

"Jangan! Biarkan saja dia tidur. Dia lelah sepertinya, nanti setelah bangun aku akan berikan makan di apartemenku," ucap Raydan.

Ralisya diam saja. Terserah Raydan saja, pikirnya.

"Aku juga belum makan malam, Sya," ucap Raydan.

"Lalu, apa urusannya denganku? Aku bahkan tak bertanya," ucap Ralisya.

"Hm ... Aku juga lapar," ucap Raydan.

"Aku tak peduli, nikmati saja rasa laparmu!" tegas Ralisya dan berlalu menuju dapur.

Raydan menghela napas panjang. Bukannya kesal, dia merasa gemas melihat Ralisya.

Raydan memperhatikan Ralisya yang mulai membuat makan malam. Tiba-tiba saja dia merasa ingin buang air kecil.

"Sya ... Aku ingin ke toilet," ucap Raydan.

"Tak ada toilet," ucap Ralisya.

"Apa maksudmu? Tak mungkin di apartemen ini tak ada toilet," ucap Raydan bingung.

Ralisya terdiam sesaat. Dia melihat Raydan.

"Pakai saja kamar tamu. Di ujung," ucap Ralisya.

"Ya, baiklah!"

Raydan bergegas menuju kamar yang Ralisya maksud, dia tak sengaja melewati kamar Ralisya yang pintunya sedikit terbuka. Raydan masuk ke kamar Ralisya, dia sudah terlalu ingin buang air kecil, sekligus penasaran dengan isi kamar mantan kekasihnya itu.

Ralisya masih sibuk membuat makan malam. Sementara Raydan memakai kamar mandi di kamar Ralisya untuk buang air kecil. Setelah selesai, dia keluar dari kamar mandi.

Raydan melangkah perlahan seraya melihat setiap sudut ruangan. Kamar yang tak terlalu besar, tetapi terlihat rapi.

Pandangan Raydan tak sengaja tertuju pada sebuah kotak di atas laci nakas. Dia mengerutkan dahinya. Rasanya, dia pernah melihat kotak tersebut.

Raydan mendekati laci nakas, dia mengambil kotak tersebut dan menelan air liurnya.

Raydan memperhatikan kotak hadiah itu, isinya masih tampak utuh seperti baru.

"Lancang!" Raydan terkejut ketika Ralisya berteriak dan bergegas menghampirinya. Ralisya merebut kotak yang ada di tangan Raydan.

"Siapa yang mengizinkan mu masuk ke kamar pribadiku? Siapa yang mengizinkan mu menyentuh barang-barang pribadiku, ha?" teriak Ralisya.

Raydan menelan air liurnya, dia tak menyangka Ralisya akan semarah itu.

"Maaf, Sya. Aku--"

Plak!