"Apa kau punya koin perunggu atau perak? Aku tidak memiliki cukup kembalian untuk koin emas ini."
"Aku hanya punya koin ini. Apakah ada bank di sekitar sini atau apakah Bibi bisa memberitahuku tempat untuk menukar uang ini."
Dari sebuah meja, Odette melihat dan mendengarkan interaksi Anwen dengan seorang wanita paruh baya. Wanita itu adalah pemilik dari warung makan yang Odette dan Anwen singgahi sekarang.
Saat tiba di perkampungan tersebut, Anwen mengajak Odette untuk makan siang terlebih dulu sebelum mereka melanjutkan perjalanan. Selain itu Anwen juga membeli perbekalan untuk makan malam karena Anwen berkata bahwa mereka akan tiba di hutan saat malam hari.
Namun, saat Anwen ingin membayar semua belanjaannya, sang pemilik warung tidak memiliki cukup kembalian untuk uang yang Anwen berikan.
Odette memperhatikan koin emas yang Anwen letakkan di atas meja serta beberapa koin perunggu yang dikeluarkan oleh sang pemilik warung. Koin-koin tersebut juga terlihat kuno sama seperti pakaian yang dikenakan oleh semua orang yang Odette lihat di sana.
"Lima puluh tujuh, lima puluh delapan, lima puluh sembilan, enam puluh. Aku hanya punya enam puluh perunggu," kata sang bibi pemilik warung sambil menghitung koin perunggu yang dia keluarkan. dan j Jumlah koin tersebut jauh dari kata cukup dari kembalian yang harus diterima Anwen.
Dari perbincangan kedua orang itu, Odette mengetahui bahwa seratus koin perunggu setara dengan satu koin perak dan seratus koin perak setara dengan satu koin emas.
Total belanjaan Anwen hanya 70 perunggu, artinya sang bibi harus memberikan uang kembalian sebanyak 9930 perunggu.
Untuk beberapa saat Anwen hanya bisa terdiam di depan sang bibi pemilik warung. Biasanya Anwen akan merelakan uangnya dengan mudah namun kali ini situasinya berbeda.
Saat ini ia hanya punya satu koin emas itu, sehingga dia tidak bisa merelakan uang kembaliannya. Ia akan membutuhkan sisa uang itu untuk menopang hidupnya selama dia dalam pelarian.
Melihat Anwen begitu bingung, Odette memutusksn untuk menghampiri.
"Nona Ody, bibi tidak punya kembalian," ucap Anwen saat Odette berdiri di dekatnya.
"Bibi apa di sini tidak ada tempat yang bisa kami datangi untuk menukar uang?" tanya Odette. N Namun, sebelum sang bibi menjawab, seseorang telah datang dan meletakkan satu koin perak di hadapan Anwen.
"Biar aku yang bayar," kata orang tersebut.
Anwen dan Odette kompak menoleh dan mereka melihat seorang pemuda berambut pirang dengan poni yang menjurai ke samping dan menutupi dahi.
Pemuda tersebut tersenyum hangat saat bertatap muka dengan Anwen dan Odette yang menatapnya dengan bingung.
"Ini kembaliannya," kata sang bibi. Namun pemuda tersebut berkata bahwa itu tidak perlu, bibi bisa menyimpannya.
"Terima kasih, aku akan mengganti uangmu nanti," kata Anwen sambil mengikuti pemuda tersebut yang berjalan keluar warung.
Pemuda itu menghentikan langkahnya. "Apa aku terlihat seperti orang miskin?" tanyanya sambil menunjuk wajahnya sendiri.
"Tidak. Aku hanya tidak suka berhutang."
"Kau bisa mentraktirku kalau kita bertemu lagi. Sampai jumpa," kata pemuda itu lantas berjalan menuju sebuah tokoh senjata.
Setelah pemuda itu pergi Anwen langsung mengajak Odette untuk melanjutkan perjalanan sementara sang pemuda tadi berbalik menatap kepergian mereka lalu tersenyum misterius.
***
Bintang-bintang bersinar di langit malam, membuat suasana malam itu tidak terlalu gelap. Anwen dan Odette telah tiba di hutan dan kini mereka sedang duduk di tepi sungai sambil menghadap api unggun yang telah mereka nyalakan. Keduanya sedang memakan bekal yang Anwen beli tadi siang.
"Nona Ody, jadi apa rencanamu setelah ini? Kau hanya memintaku untuk mengantarmu sampai ke sini," Anwen membuka suara lalu memakan rotinya.
"Dua hari yang lalu aku jatuh ke sungai dan saat aku siuman, aku berada di tempat ini. Aku pikir jika aku menelusuri sungai ini dengan berjalan ke arah yang berlawanan dengan arus, aku akan kembali ke tempat aku jatuh dan bisa pulang ke rumah," jelas Odette lantas memakan rotinya juga.
Anwen menatap Odette dan mengerjap dua kali. "Tapi Nona Ody, sungai ini punya banyak cabang."
"Hah?!" Odette terkejut mendengar pernyataan Anwen barusan. Dia menatap Anwen dengan tatapan yang seolah bertanya 'benarkah?' dan Anwen mengangguk yakin.
Anwen kemudian menjelaskan bahwa Sungai Roterlive yang ada di hadapan mereka saat ini memiliki lima cabang besar. Cabang pertama dari sini mengarah ke ibu kota Panthera, cabang kedua sebelah utara mengarah pada Hutan Randle, cabang ketiga di sebelah selatan mengarah ke Kaisaran Archadia, cabang keempat mengarah ke Kerajaan Naturi dan cabang kelima di sebelah utara mengarah ke Republik Orchidian.
"A-apa? Anwen kau yakin dengan itu?" Odette menolak untuk percaya namun Anwen kembali mengangguk dan setiap anggukan Anwen terlihat sangat meyakinkan.
"Anwen, dari semua orang yang kutemui di sini, aku hanya mempercayaimu sekarang jadi aku mohon jangan berbohong kepadaku." Odette benar-benar menolak untuk percaya. Sungai ini adalah harapan terakhirnya untuk pulang, dia tidak tahu kalau ternyata sungai ini punya banyak cabang.
Anwen menggeleng. "Aku tidak bohong, kalau tidak terhalang dengan izin perbatasan dan konflik antara Kerajaan Panthera dan Kekaisaran Archadia, aku akan mengantar Nona Ody untuk memastikannya sendiri."
Odette benar-benar pusing sekarang. Sebenarnya dia terdampar di mana? Dia ingat dengan peta yang ditunjukkan oleh 'si pria brengsek kepadanya tadi pagi. Nama-nama wilayah yang Anwen sebutkan barusan ada di peta itu.
Odette mencoba mengurut setiap kejadian yang dia alami dari mulai ia sadar sampai saat ini.
Pertama dia bangun di hutan yang lebat ini, lalu bertemu si pria brengsek dan pingsan lalu saat dia sadar dia menemukan dirinya berada di sebuah kastil. Odette ingat setiap pakaian yang dipakai oleh seluruh penghuni kastil adalah pakaian yang terlihat kuno, pakaian mereka seperti pakaian kerajaan abad pertengahan.
Tadinya Odette mengira kastil itu adalah hotel berkonsep kerajaan abad pertengahan tetapi dia mulai tidak yakin saat dia dan Anwen tiba di perkampungan tadi. Orang-orang di sana pun nampak berpenampilan kuno.
Odette mencoba untuk tetap berpikir rasional namun semua hal yang dia lihat dan dengar terasa tidak masuk akal.
Apakah sekarang dia harus mulai berpikir irasional seperti dia bertransmigrasi ke abad pertengahan seperti yang ada dalam film?
Konyol!
'Aku tidak boleh berpikir seperti itu. Seorang psikiater harus selalu menjaga akal sehatnya. Transmigrasi? Tidak mungkin!'
"Anwen ini tahun berapa?"
'Kenapa kau malah bertanya seperti itu. Kau sekarang terlihat sangat bodoh karena tidak tahu tahun berapa sekarang.'
"Tahun?" Anwen mengerutkan dahinya.
"Iya tahun dan apa kau bisa memberitahuku nama tempat ini, ma-maksudku, wilayah ini?"
Odette benar-benar sudah frustrasi memikirkan keberadaannya sekarang sehingga dia mulai berpikir bahwa dia bertransmigrasi seperti yang ada di dalam film.
Aish. Dia baru saja menjadi korban film.