webnovel

Obsession of Love

Thantopobia, membuat Vero terobsesinya pada seorang gadis bernama Kirana, bermula karena trauma yang dialaminya. Berawal dari cinta pada pandangan pertama, yang berubah menjadi obsesi dan overprotective. Akankah Vero berhasil membuat Kirana jatuh hati kepadanya? Dapatkah Kirana menerima kondisi Vero dengan segala keagresifannya?

Romansa_Universe · Teen
Not enough ratings
320 Chs

Menitipkan Vero

Rudolf mendatangi rumah Kirana sendirian, ia berniat untuk menitipkan Vero kepada Kirana, agar Vero tidak merasa kesepian.

Sesampainya di depan rumah Kirana, Kirana terlihat sedang duduk di depan teras, dengan tangan yang masih merajut benang berwarna abu-abu.

Kirana yang mendengar suara mobil berhenti di depan rumahnya pun, langsung mengalihkan pandangannya menuju sumber suara, dan dilihatnya Paman Rudolf sedang berjalan ke arahnya.

"Paman…." ucap Kirana terkejut.

Rudolf pun tersenyum melihat ekspresi kaget yang Kirana tampilkan kepadanya.

"Hai, Kirana … maaf menganggu waktumu," ucap Rudolf yang kini sudah berada dihadapan Kirana.

"Iya, paman … silakan duduk," jawab Kirana kemudian mempersilakan duduk Rudolf.

"Terima kasih," ucap Rudolf, setelah duduk di kursi.

"Iya paman, sama-sama," jawab Kirana.

"Sebentar biar kubuatkan minum untuk paman," ucap Kirana, yang hendak beranjak dari tempat duduknya, namun dicegah oleh Rudolf.

"Tidak perlu, Kirana … paman kesini tidak lama, paman hanya ingin meminta tolong kepadamu," ucap Rudolf.

Kirana yang mendengar itu pun, langsung mengurungkan niatnya untuk beranjak dari tempat duduknya.

"Meminta tolong untuk apa, paman?" tanya Kirana penasaran.

Rudolf nampak menarik napasnya dalam-dalam, kemudian mengembuskannya gusar, sehingga membuat Kirana mengerutkan keningnya.

"Jadi begini Kirana … besok paman harus ke luar negeri, karena ada pekerjaan yang tidak bisa diwakilkan, dan itu pun selama satu bulan lamanya," ucap Rudolf dengan suara yang nampak bersalah.

Kirana yang tidak paham maksud Paman Rudolf, hanya mengerutkan keningnya.

"Lalu, paman bermaksud kemari, untuk meminta tolong kepadamu Kirana," ucap Rudolf.

"Apa yang bisa ku bantu, paman?" tanya Kirana.

"Paman ingin kamu menjaga Vero, dan menemani Vero selama paman di luar negeri," ucap Rudolf, dengan menatap mata Kirana tulus, layaknya seseorang yang begitu berharap.

Kirana yang sudah mendengar permintaan tolong dari Paman Rudolf pun, kini berpikir apa yang harus ia katakan kepada Paman Rudolf sebagai jawabannya.

Namun di sisi lain, Kirana juga merasa tidak enak jika harus menolak permintaan tolong dari Paman Rudolf.

Kirana menarik napasnya, kemudian mengembuskannya perlahan.

Sedangkan Paman Rudolf yang masih menunggu jawaban dari Kirana pun, dibuat penasaran.

'Baiklah, paman … aku akan menemani Vero saat paman di luar negeri," ucap Kirana, sambil menatap wajah Rudolf yang sudah was-was apa bila permintaannya akan ditolak.

Rudolf yang mendengar jawaban Kirana pun, langsung tersenyum lebar, ia benar-benar sangat senang, karena Kirana mau menolongnya.

"Terima kasih banyak Kirana, paman sangat bersyukur, karena kamu mau menolong paman," ucap Rudolf tulus dengan mata yang berbinar-binar.

Kirana pun tersenyum tulus, ia dapat melihat perasaan lega di wajah Paman Rudolf saat ini. Membuat Kirana menjadi tahu, bahwa Paman Rudolf sangat menyayangi Vero.

"Sama-sama, paman … tapi paman, apa yang harus aku lakukan untuk menjaga Vero?" tanya Kirana dengan polosnya.

Rudolf kembali tersenyum, kini dengan menampilkan sedikit deretan gigi putihnya.

"Jadi begini Kirana … paman harap kamu selalu menemani Vero saat di sekolah, kemudian apa bila pulang sekolah, ikutlah bersama Vero, nanti pulangnya kamu akan diantar oleh supir pribadi paman, lalu di hari sabtu dan minggu, paman mohon kamu bisa menginap di rumah Vero, karena paman yakin jika kamu tidak menginap di sana, maka Vero akan sangat kesepian," jelas Rudolf dengan sangat detail.

Membuat Kirana meneguk salivanya, karena mendengar ia harus menginap di rumah Vero, di hari sabtu dan minggu. Namun, Kirana juga tidak bisa menolak permintaan Paman Rudolf, karena dirinya sudah menyanggupinya tadi.

"Ba--baiklah, paman … akan aku usahakan untuk melaksanakan apa yang paman katakan tadi," jawab Kirana dengan sedikit terbata.

"Maafkan paman, Kirana … paman tahu jika permintaan paman ini sangat memberatkanmu, tapi paman juga bingung harus menitipkan Vero kepada siapa lagi, jika bukan kepadamu, karena orang Vero kenal dengan sangat baik, hanya kamu Kirana," ucap Rudolf dengan perasaan bersalah.

Kirana yang mendengar itu pun, langsung menggelengkan kepalanya.

"Tidak paman … aku merasa tidak direpotkan oleh paman, aku juga sudah sering merepotkan paman, jadi apa salahnya jika aku membalas kebaikan paman," ucap Kirana, menyanggah ucapan Rudolf.

"Benarkah, Kirana?" tanya Rudolf.

"Iya, paman … tapi paman, bolehkah aku pulang sejenak ke rumahku lebih dulu, sebelum ke rumah Vero setelah pulang sekolah?" tanya Kirana.

"Tentu saja boleh, Kirana … paman tidak akan marah padamu, justru pamanlah yang harus meminta maaf kepadamu, karena nantinya kamu yang akan paman repotkan," ucap Rudolf.

Kirana menganggukkan kepalanya mendengar jawaban dari Paman Rudolf.

"Kapan paman akan berangkat?" tanya Kirana.

"Besok, Kirana … jadi paman harap kamu bisa bantu paman mulai besok," jawab Rudolf.

"Baik, paman … besok setelah pulang sekolah aku akan kesana," jawab Kirana dengan sopan.

"Tapi kemungkinan besok Vero tidak masuk sekolah dan tidak ada di rumah saat kamu ke rumah, dia tidak aka nada di rumah, karena Vero akan mengantar paman ke bandara," ucap Rudolf pada Kirana.

"Baik paman, tidak apa-apa," jawab Kirana.

Rudolf pun tersenyum, dan berpamitan kepada Kirana.

"Kalau begitu, paman pamit pulang, Kirana … sebelumnya paman ucapkan banyak terima kasih," ucap Rudolf.

"Iya paman, sama-sama," jawab Kirana.

Setelah itu, Rudolf meninggalkan rumah Kirana.

Sesampainya di rumah, Rudolf menemui Vero yang sedang bersantai di kamarnya.

"Paman…." ucap Vero yang melihat pamannya membuka pintu kamarnya.

Rudolf langsung mendekat pada Vero yang masih bermain video game di meja belajarnya.

"Sedang apa, Vero?" tanya Rudolf, sambil mengusap bahu Vero.

"Aku sedang bermain game, paman … ada apa paman?" tanya Vero.

"Bisa tinggalkan sebentar gamemu, paman ingin berbicara sebentar denganmu," ucap Rudolf.

Vero kemudian meletakkan ponselnya di meja belajar. dan berusaha untuk fokus mendengarkan pamannya.

"Ingin bicarakan apa, paman?" tanya Vero dengan wajah penasaran.

Rudolf menarik napasnya, kemudian mencoba tersenyum pada keponakan tersayangnya itu.

"Jadi, Vero … paman mau mengatakan, jika besok paman akan berangkat ke luar negeri, karena ada pekerjaan yang tidak bisa diwakilkan," ucap Rudolf dengan penuh hati-hati.

Vero membelalakkan matanya lebar-lebar, ketika menengar apa yang dikatakan oleh pamannya itu.

"Maaf, Vero … paman harus meninggalkanmu sementara waktu," ucap Rudolf sambil menatap manik mata Vero lekat-lekat.

"Berapa lama paman akan pergi?" tanya Vero dengan suara sengau.

Vero nampak sekali menampilkan wajah sedihnya, ia tidak mau ditinggalkan pamannya yang selama ini sudah merawatnya sejak kecil. Meskipun sebentar, bagi Vero itu akan sangat lama, dan meskipun Vero jarang berbincang dengan pamannya itu saat di rumah, namun kehadiran pamannya cukup membuat Vero tidak merasa sendiri.

"Paman akan di sana, selama satu bulan," jawab Rudolf, sambil menundukkan kepalanya.

Vero yang mendengar jawaban pamannya pun, langsung kembali membelalakkan matanya.

"Mengapa lama sekali?" tanya Vero dengan suara lirih.

"Iya, Vero … maafkan paman, jika harus meninggalkanmu beberapa waktu, tapi paman sudah menyiapkan supir pribadi dan pengurus rumah tangga yang akan mengantar kamu ke sekolah dan menyiapkan segala kebutuhanmu nantinya selama paman tidak ada di rumah," ucap Rudolf.

"Apakah paman akan pulang lagi?" tanya Vero, tanpa menghiraukan ucapan pamannya.

"Tentu saja, Vero … paman akan kembali, dan bersamamu lagi," jawab Rudolf sambil memegangi kedua bahu Vero, dan tersenyum pada Vero.

"Aku takut--" ucap Vero, namun sengaja ia jeda.

Rudolf paham, jika Vero masih mengalami trauma kehilangan orang yang ia cintai. Namun ia tidak mengatakan kepada Rudolf saja.

"Tenang, Vero … paman akan tetap akan menghubungi setiap hari," ucap Rudolf berusaha menenangkan Vero yang menunjukkan wajah cemasnya.

"Tapi, aku takut, paman…." ucap Vero dengan suara lirih.

Rudolf benar-benar merasa tidak sanggup menatap wajah keponakannya itu, namun ia tetap harus pergi untuk urusan bisnisnya, dan juga untuk masa depan Vero nantinya.

"Besok kamu tidak perlu sekolah, Vero … besok paman akan mengizinkanmu kepada wali kelasmu, agar kamu bisa mengantar paman ke bandara," ucap Rudolf.

Vero hanya menundukkan kepalanya, ia merasa seperti akan kehilangan orang yang ia cintai lagi, namun kata-kata yang disampaikan oleh pamannya, membuat dirinya sedikit menghilangkan rasa cemasnya.