11 Gadis Pembully

Di sekolah Vero mulai terbiasa dengan lingkungan yang penuh dengan keramaian siswa dan siswi. Vero bisa beradaptasi dengan cepat karena bantuan Kirana yang terus menemaninya di sekolah.

Vero benar-benar ingin terus berada di dekat Kirana, bahkan saat Kirana pergi kemana pun, Vero selalu mengikutinya. Di samping karena Vero hanya mengenal Kirana di sekolah, ia juga tidak mau berteman dengan orang yang tidak ia kenal sebelumnya.

Kini Vero sedang duduk di depan kelasnya, bersama dengan Kirana. Duduk di kursi panjang, yang ada di depan kelasnya.

Vero berbincang-bincang dengan Kirana yang terus melontarkan senyuman disela-sela pembicaraan, membuat Vero makin menyukai Kirana.

"Vero … kenapa kamu tidak bersekolah di sekolahan yang lebih bagus dari sekolah ini? Padahal kamu berasal dari keluarga kaya," tanya Kirana dengan raut wajah yang terlihat sangat penasaran dan menunggu jawaban dari Vero.

Vero berpikir sejenak untuk menjawab pertanyaan Kirana itu, ia harus mengatakan yang sebenarnya, atau malah sebaliknya. Kemudian Vero menatap wajah Kirana yang sudah tidak sabar mendengar jawaban Vero, dengan tidak lupa memasang senyum manis di bibirnya.

"Aku … itu karena--" belum selesai Vero mengatakan jawabannya kepada Kirana, ucapan Vero terjeda, saat Sherin menghampiri Vero dan Kirana.

"Hai, kenalkan namaku Sherin … siswi tercantik di sekolah ini, dan aku juga sangat terkenal di sekolah," ucap Sherin, dengan begitu percaya diri, sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Vero. Namun, Vero yang kaget dengan kedatangannya pun, menatapnya dengan tatapan aneh.

Permintaan untuk berkenalan dari Sherin hanya diabaikan oleh Vero. Kirana yang melihat kejadian itu pun, langsung bertindak agar tidak membuat Sherin marah kepada Vero.

Karena Kirana tidak mau melihat Vero ikut dibully atau disakiti juga dengan Sherin.

"Vero … ini teman kita juga, namanya Sherin," ucap Kirana berusaha memberitahu Vero agar mau berkenalan dengan gadis di depannya itu.

Sherin yang melihat Kirana menjadi seperti pahlawan kesiangannya pun, langsung menaikkan salah satu sudut bibirnya, dan menggelengkan kepalanya.

Kirana yang tanpa sadar sudah membangunkan macan tidur pun, hanya terus tersenyum menatap Vero dan Sherin dengan senyuman manis.

"Sejak kapan, rakyat jelata seperti kamu, berlagak menjadi pahlawan kesiangan seperti ini?" gertak Sherin sambil memperhatikan wajah Kirana yang kini mulai was-was.

Vero yang mendengar panggilan 'rakyat jelata' dilontarkan pada Kirana oleh gadis yang tidak dikenalnya pun, mengepalkan tangannya saat itu juga.

"Jangan berlagak sombong, Kirana sayang … kamu itu hanya rakyat jelata, jadi jangan pernah berpikir jika aku akan membutuhkan bantuanmu," ucap Sherin sambil mengusap pipi Kirana dengan lembut.

Kirana yang sedang dibully hanya bisa diam, ia sudah biasa dengan kata-kata itu, bahkan biasanya ia mendapatkan perlakuan yang lebih dari ini. Namun, mungkin bagi Vero ini sudah sangat keterlaluan, apa lagi yang sedang dibully adalah Kirana, gadis yang ia sukai.

"Apa maksudmu berkata begitu?" tanya Vero dengan nada tidak terima.

Seketika Kirana dan Sherin pun menatap Vero kaget, karena suara Vero mendadak berubah menjadi orang yang sedang marah.

Kirana nampak menggigit bibir bawahnya, ia sudah mengira bahwa situasi ini akan terjadi, karena Sherin tidak mungkin tidak tergoda untuk mendekati Vero yang memiliki paras tampan itu.

"Ya ampun … siapa namamu, Vero?" tanya Sherin pada Vero, namun tidak dijawab oleh Vero, Vero hanya memberi tatapan penuh kekesalan pada Sherin.

Kemudian Sherin mengalihkan perhatiannya pada kedua temannya yang ada di sampingnya.

"Iya, Sherin, namanya Vero," sahut kedua teman Sherin, namun lebih tepatnya teman bayaran, karena teman Sherin hanya ingin menginginkan uang Sherin dan kekuasaan Sherin yang sudah sangat terkenal di penjuru sekolah.

Sherin nampak menganggukan kepalanya setelah mendengar jawaban dari teman-temannya.

"Vero … kenapa kamu mau dekat-dekat dengan rakyat jelata ini? Apa kamu tidak takut akan terlihat sepertinya jika kamu terus bersamanya?" tanya Sherin pada Vero yang masih mencoba menahan emosinya.

Kirana yang menyaksikan kejadian itu pun, hanya terdiam dan menundukkan kepalanya bingung, harus melakukan hal apa saat ini. Ia sudah membuat Vero terlibat dalam masalahnya dengan Sherin.

Vero masih diam dan tidak menjawab pertanyaan Sherin, namun ia benar-benar tidak tahan jika Kirana terus dibully oleh Sherin.

"Apa kamu mau makan denganku? Jika kamu terus disini bersamanya, kamu akan kelaparan, karena dirinya tidak pernah makan," ucap Sherin dengan begitu sadis.

"Mari ke kantin bersama," ajak Sherin dengan santai.

Vero yang sudah sangat geram dengan ucapan Sherin pun kembali mengepalkan tangannya.

"Dasar tidak punya hati!" ucap Vero yang sudah sangat geram dengan tingkah Sherin saat itu.

Kirana yang mendengar Vero mengatakan kata-kata yang harusnya tidak ia ucapkan pada Sherin pun, langsung menarik tangan Vero, kemudian memberi kode agar tidak mengatakannya lagi pada Sherin.

Sementara Sherin, malah tertawa jahat saat Vero melontarkan umpatan padanya.

"Kalau kamu mau berteman denganku, kamu juga harus mau berteman dengan Kirana," ucap Vero sambil menyuruh Kirana berdiri di belakang punggungnya.

Lagi-lagi Sherin tertawa mendengar ucapan Vero, sementara Kirana yang sudah takut akan terjadi peperangan saat itu, hanya memejamkan matanya di belakang punggung Vero.

"Aku, berteman dengan Kirana?" tanya Sherin sambil menunjuk ke arah Kirana yang memejamkan matanya di balik punggung Vero, dengan tatapan remeh.

"Iya, itu syarat jika kamu ingin berteman denganku," jawab Vero dengan tegas.

Saat itu juga, Sherin langsung bertepuk tangan dan tersenyum penuh arti. Membuat Vero sedikit bingung dengan tingkah Sherin.

"Hebat sekali kamu, Kirana … kamu sudah berhasil mendapatkan teman yang kaya, apakah kamu hanya ingin memanfaatkannya?" tanya Sherin lagi-lagi dengan kata sadisnya.

"Jaga ucapanmu!" sentak Vero yang sudah tidak bisa menahan emosinya lagi pada Sherin.

Sherin hanya tersenyum melihat Vero yang malah memarahinya. Padahal biasanya, saat ia mendekati pria, pria itu menuruti semua ucapan Sherin. Namun tidak dengan Vero, yang malah tidak menghiraukannya, dan bahkan malah membela gadis yang selalu ia bully di sekolah.

Setelah itu, Sherin tidak mengatakan apa pun, ia dan teman-temannya pergi meninggalkan Vero dan Kirana ke penjuru sekolah lainnya dengan kepala yang terus terangkat ke atas.

"Sudah, kamu boleh keluar sekarang," ucap Vero pada Kirana yang bersembunyi di balik punggungnya.

Kirana langsung membuka matanya perlahan, ia masih was-was jika Sherin dan teman-temannya masih berada disitu.

"Apa mereka sudah pergi?" tanya Kirana sambil menoleh kanan dan kirinya.

Vero menganggukan kepalanya pada Kirana yang terlihat masih takut.

"Apa kamu terluka?" tanya Kirana dengan nada khawatir.

"Iya…." jawab Vero.

Kirana langsung membelalakan matanya saat itu juga. dan meneliti setiap inci bagian tubuh Vero saat itu juga. Namun Vero tampak baik-baik saja, membuat Kirana merasa ada yang aneh.

"Bagian mana yang terluka?" tanya Kirana dengan nada yang begitu khawatir.

"Disini…." ucap Vero, sambil menunjuk dadanya.

Kirana yang melihat itu pun, langsung menghela napasnya dengan kesal.

"Hatiku terluka, saat ada yang berkata kasar atau melukaimu," ucap Vero melanjutkan kalimatnya.

Seketika Kirana yang tadinya kesal dengan Vero yang membohonginya pun, hatinya luluh, mendadak tersipu malu, dengan pipi yang menjadi merah seperti kepiting rebus.

Kirana berusaha menyembunyikan wajah malunya. Ia benar-benar tidak menyangka jika Vero bisa mengatakan kalimat seperti itu.

"Tapi kenapa bisa begitu?" tanya Kirana yang masih tersipu malu.

"Karena, aku menyukai--" jawab Vero, namun saat ia akan melanjutkan kalimatnya, suara lonceng pertanda bahwa mereka harus masuk kembali ke dalam kelas untuk mengikuti pelajaran selanjutnya pun berbunyi. Sehingga membuat Kirana yang sangat rajin pun, langsung mengajak Vero ke dalam kelas, tanpa menanyakan lagi pertanyaannya tadi.

Sedangkan Vero hanya memakluminya, ia sudah paham, jika Kirana adalah murid yang sangat mementingkan pelajaran dan akademiknya dibanding segalanya, itu karena ia merupakan penerima beasiswa, sehingga membuatnya harus menjaga nilainya agar terus baik di setiap semester.

Mereka akhirnya masuk ke dalam kelas, dan mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh guru dengan baik.

avataravatar
Next chapter