Clarissa termangu, menatap Pierce dengan penuh kebingungan. "Apa ... Apa maksudmu berkata begitu?" tanyanya dengan bibirnya yang agak gemetar karena gugup.
Pierce menghela napas, lalu menelan salivanya seolah sedang menyiapkan diri untuk bicara. Dia menatap Clarissa dengan intens, lalu menyatukan jemari mereka.
"Aku ingin kamu, aku menyadari bahwa aku mencintaimu sejak pertama kali aku melihatmu," ucapnya dengan sangat lembut. "Sejak pertama kali kita bertemu, Aku tidak bisa tidur dengan nyenyak karena aku terus memikirkan kamu. Aku selalu berpikir bagaimana caranya untuk membebaskan kamu dari rumah bordil itu karena aku ingin memilikimu dan membuatmu bahagia ... Meskipun aku belum tahu apa kamu akan membalas cintaku, tapi aku terus berusaha untuk menyusun rencana dengan sangat matang supaya aku bisa membawamu pergi dari rumah bordil itu dan membawamu ke kehidupan yang lebih layak seperti gadis pada umumnya. Aku tau kamu tidak suka di sana .."
Clarissa terdiam dengan tatapan tidak menyangka karena ternyata Pierce mencintainya dan selalu memikirkannya sejak pertama kali mereka bertemu. Itu nyaris sama seperti dirinya yang juga selalu memikirkannya, selalu mengharapkannya namun sempat merasa pesimis. Dia tidak tahu harus berkata apa karena masih ada rasa canggung dan tentu saja dia belum terbiasa menghadapi situasi semacam ini karena sebelumnya dia selalu menjadi bahan hinaan dan dilecehkan.
Pierce menyibakkan rambut Clarissa yang sedikit menutupi pipi, lalu menyelipkannya ke belakang telinga.
"Apa kamu mau menerima aku sebagai cintamu?" tanyanya.
"Aku ... Aku tidak tau," jawab Clarissa dengan gugup, lalu menelan salivanya dan menundukkan kepalanya. Ada rasa ingin menerima pria itu namun ada rasa takut karena bisa saja pria itu hanya memikatnya, membuatnya jatuh cinta dan akhirnya dia hanya ditinggalkan karena dia hanyalah gadis pelacur.
"Apa kamu mencintai pria lain selama ini? Apa kamu sudah punya pacar atau kamu menaksir orang lain?" tanya Pierce, merasa agak khawatir.
Clarissa menggelengkan kepalanya.
"Lalu apa yang membuatmu ragu? Apa aku kurang menarik untuk mu?" Pierce bertanya lagi dengan tatapan agak kecewa. "Apa aku kurang pantas untukmu ... Apa mungkin aku tidak setampan customer mu?"
"Tidak, itu samasekali tidak benar," jawab Clarissa, mendongak menatap Pierce dengan sendu.
"Lalu apa?"
"Aku tidak tau ... Aku pikir, aku pikir ini terlalu istimewa," ucap Clarissa dengan menekuk wajahnya dan matanya yang berkaca-kaca. "Aku tidak pernah membayangkan ada situasi semacam ini dalam hidupku karena aku hanyalah seorang pelacur. Kamu terlalu sempurna, aku merasa tidak pantas untukmu ... Aku masih belum bisa percaya bahwa pria sempurna seperti kamu menginginkan aku yang notabenya hanyalah pelacur. Ini sulit untuk dipercaya ... Sangat sulit," lanjutnya.
"Tapi kenyataannya memang seperti ini. Aku menginginkan kamu tanpa peduli seperti apa background mu," sahut Pierce dengan tatapan sendu pada Clarissa. "Jangan pernah menganggap bahwa dirimu rendah karena statusmu seorang pelacur. Itu sama sekali tidak benar karena kamu tidak pernah menginginkan untuk jadi pelacur, kan? Itu sebabnya aku membawamu ke sini karena ini akan jadi tempatmu ... Kamu tidak akan kembali lagi ke rumah bordil itu."
"Tapi ..."
"Percayalah ... Aku tulus melakukan semua ini dan aku tidak akan pernah menyakiti kamu atau menipu kamu," ucap Pierce kemudian mengambil dompetnya yang tersimpan di saku celana. Dia membuka dompet itu dan menunjukkan kartu-kartu identitasnya. "Kamu harus paham bahwa aku di sini bersamamu dengan segala kejujuranku. Aku benar-benar berniat untuk merubah nasibmu, karena cinta sungguh membuatku buta dan ingin membuatmu bahagia bersamaku... Aku mohon percayalah ..."
Clarissa terdiam dengan menekuk wajahnya, menatap kartu kartu identitas yang berjajar di telapak tangan Pierce. Dia merasa percaya pada pria itu, dan ini adalah saatnya dia bisa bebas dari kekangan Nicole. Gadis itu jadi berpikir jikalau pria itu mungkin hanya mencintainya dalam sesaat, setidaknya dia bisa pergi jauh dan tidak perlu kembali lagi ke rumah bordil itu, namun dia tidak bisa memungkiri bahwa dia teringat pada Daisy yang juga butuh kebebasan.
"Please, percayalah padaku," ucap Pierce dengan tatapan memohon.
"Aku percaya kamu, tapi aku merasa tidak bisa bebas tanpa temanku," sahut Clarissa dengan sendu.
"Teman mu?" Pierce mengurutkan keningnya dan mengingat bahwa Clarissa dan Daisy sering terlihat bersama saat dia datang ke rumah bordil. "Apa teman yang kamu maksud adalah Daisy?"
"Ya ... Dia teman terbaikku. Aku Dan Dia sudah seperti saudara dan kami sudah saling berjanji bahwa kami akan pergi dari rumah bordil itu bersama-sama. Dia tidak ingin bebas tanpa aku dan aku juga tidak mungkin bebas tanpa dia," jelas Clarissa.
Pierce tersenyum tipis, menatap Clarissa yang sangat cemas.
"Kenapa kamu malah tersenyum?" tanya Clarissa penasaran.
"Kamu tidak perlu mengkhawatirkan dia karena dia akan bebas seperti kamu. Hanya saja Dia bebas karena Tuan Alexander membayar Madam Nicole dengan sangat mahal untuk menebusnya, berbeda dengan kamu," jelas Pierce dengan santai namun diakhiri dengan menekuk wajahnya. "Aku menyuruh temanku untuk membeli kamu dengan dia menggunakan nama palsu. Aku sengaja melakukan itu supaya ketika kamu tidak kembali lagi ke rumah bordil, madam Nicole dan orang-orangnya tidak akan bisa menemukan kamu ataupun menduga bahwa aku yang menyembunyikan kamu, karena bukan aku yang membeli kamu tadi."
"Tapi temanmu bisa dalam bahaya," sahut Clarissa, langsung mengingat wajah Gerry.
"Kamu tidak perlu khawatir karena sekarang mungkin dia sedang dalam perjalanan menuju London. Sebenarnya dia bukan warga Amerika... Dia di sini hanya untuk urusan pekerjaan," jelas Pierce. "Kamu tidak perlu mengkhawatirkannya karena dia akan aman. Mungkin untuk saat ini kamu hanya akan berada di apartemen ini atau sekitarnya, dan masih harus bersembunyi dari Nicole dan orang-orangnya. Tapi aku berjanji suatu hari nanti aku benar-benar akan membuatmu merasa bebas ... Bebas untuk pergi kemanapun bersamaku tanpa takut mereka menangkapmu lagi ...."
Clarissa terdiam dengan perasaan haru karena bahagia dan tidak menyangka bahwa Pierce begitu serius untuk membebaskannya Padahal mereka belum pernah saling kenal sebelumnya, belum pernah mengobrol.... Sebelumnya mereka hanya saling bertatapan dari kejauhan dan ternyata tatapan itu membawa cinta yang membuat pria itu mau melakukan apapun demi membebaskannya. Tanpa terasa bulir-bulir bening terjatuh dari kelopak matanya, Gadis itu menangis karena akhirnya bisa terbebas dari belenggu dunia pelacuran atau budak seks.
"Jangan menangis," seru Pierce sambil menggelengkan kepalanya dan mengusap air mata Clarisa dengan ibu jarinya.
Clarissa menggeleng-gelengkan kepalanya dan berkata, "aku hanya ... Aku hanya tidak menyangka harapanku akhirnya terwujud. Aku bisa bebas bersamaan dengan temanku dan aku mendapatkan cinta yang sebelumnya terasa sangat mustahil untukku. Ini keajaiban ...ini seperti jawaban Tuhan atas doa-doa ku ... Ternyata Tuhan mewujudkan doa-doaku meskipun aku hanyalah pendosa."
Pierce tersenyum lega, merasa senang karena Clarissa bahagia atas apa yang dia lakukan.
"Jangan sedih lagi, mulai saat ini jangan sedih lagi ... Ya Jangan katakan bahwa kamu adalah pendosa karena kamu tidak pernah menginginkan pekerjaan itu, Tuhan memaafkanmu dan Tuhan menjawab doa-doamu," ucapnya lalu memeluk gadis itu.
Clarissa menangis dan juga tersenyum dan pastinya merasa nyaman dalam pelukan Pierce. Dewi batinnya seolah menari, merayakan kebebasannya dan tentunya bahagia karena akhirnya dia mendapatkan pria idamannya.
Pierce melepas pelukannya kemudian menatap ke arah karpet. "Sekarang kita masuk. Kita lihat tempat baru untuk kita," ucapnya.
Clarissa pun mengangguk, perlahan melangkahkan kakinya yang tidak memakai heels lagi. Pierce menutup pintu sebentar lalu menggenggam tangannya dan menuntunnya untuk terus berjalan melintasi karpet bertabur bunga itu. Gadis itu tersenyum dan sesekali mengusap air matanya yang menetes begitu saja karena terlalu bahagia, karena merasa mendadak diperlakukan seperti ratu sedangkan sebelumnya biasa diperlakukan seperti budak.