webnovel

Obsesi Gila Tuan CEO

"Aku bisa membawamu bebas dari rumah bordil itu, memberimu kehidupan yang layak dan tentu saja menjadi cintaku," ucap Alexander dengan janji-janji manisnya. "Butuh 10 juta dolar untuk bisa membebaskan aku," sahut Daisy dengan pesimis, tidak pernah yakin bahwa ada pria yang mau menebusnya karena dia merasa dirinya tidak berharga.. Hidup damai dan tenang adalah dambaan setiap orang. Begitupun impian Daisy Deven Joyce, gadis cantik berusia 20 tahun. Dia dibesarkan oleh seorang mucikari sejak ibunya meninggal ketika dia berusia 10 tahun. Kini, Daisy menjadi gadis yang penuh nafsu karena paksaan dari mucikari bernama Nicole. Dia melakukan pekerjaan itu sampai akhirnya dia bertemu dengan seorang pria kaya yang sangat tampan bernama Alexander Maxwell. Siapapun pasti akan jatuh cinta pada pria tersebut termasuk dirinya, dan ternyata pria tersebut memiliki perasaan yang sama dengannya. Alexander yang menunjukkan cinta padanya, membuat Daisy berharap akan masa depan yang cerah. Dan ternyata Alexander menebusnya lalu membawanya tinggal di sebuah penthouse mewah. Namun, Daisy harus menelan kenyataan pahit ketika mengetahui bahwa Alexander yang dia cintai adalah milik orang lain. Fakta itu membuatnya mengingat masa lalu ibunya yang hanya tertipu habis-habisan oleh cinta ayahnya. Itu membuatnya semakin sulit untuk mempercayai orang-orang yang baik padanya karena selama ini dia merasa hanya selalu ditipu. Mengetahui hal tersebut, Daisy memutuskan untuk pergi dan mengakhiri hubungannya dengan Alexander. Namun melarikan diri dari Alexander bukan berarti dia akan bebas, karena dia malah ditangkap oleh pengawal Nicole dan kembali ke rumah bordil. Alexander, yang tergila-gila pada Daisy, membelinya lagi dari mucikari dan mengurungnya di sebuah rumah mewah. tapi kelakuannya seenaknya, sehingga gadis itu merasa sakit dan tidak merasakan cinta lagi. Dia berusaha keras untuk melarikan diri sampai akhirnya dia berhasil. Alexander yang tidak terima dengan kepergian Daisy, memerintahkan para preman untuk mencarinya. pria itu melakukan segala yang dia bisa untuk mendapatkan gadis itu kembali karena dia merasa telah membayar mahal dan pantas untuk memilikinya. Baginya, gadis itu adalah kesenangan yang telah dibelinya yang tidak boleh hilang begitu saja. Akankah Daisy bisa terus lari dari kejaran Alexander? Akankah ia bisa menemukan kebahagiaan dan kebebasan, bahkan menemukan pria yang benar-benar menerimanya dengan tulus? Disinilah perjuangan Daisy akan ditulis sampai akhir.... story by me art by pinterest

Nonik_Farellidzy · Urban
Not enough ratings
30 Chs

Pengorbanan Daisy

Saat malam tepatnya jam 08.00, Daisy sedang berdiri di dekat jendela kamarnya dengan membuka tirai sedikit untuk melihat suasana luar yang mulai gelap. Dia melihat sebuah mobil mewah berwarna hitam berhenti di halaman, lalu seorang pria yang memakai seragam seperti jenderal turun dari mobil itu diikuti oleh ajudannya. Gadis itu merasa muak karena melihat pria itu membuatnya teringat pada ayahnya yang terakhir kali menemui ibunya dengan pakaian yang juga seperti seorang jenderal.

"Dia pasti datang ke sini untuk minta dilayani oleh Clarissa tanpa bayaran karena dia yang menjamin bahwa tempat ini tidak akan ditutup secara permanen," ucapnya dengan kesal, lalu teringat bahwa Clarissa sedang sakit akibat perlakuan kurang menyenangkan dari pelanggan bernama Xavier.

"Aku harus bertemu Clarissa. Aku harus memastikan dia baik-baik saja."

Daisy berjalan menuju keluar kamar, melintasi ruang tengah yang cukup sepi karena semua orang selalu berada di lantai atas saat malam karena di lantai ataslah tempat praktek prostitusi itu terjadi. Gadis yang memakai terusan dress berwarna hitam dengan lengan terbuka dan membiarkan rambutnya tergerai begitu saja itu menuju pintu kamar Clarissa yang tidak jauh dari letak kamarnya.

Ceklek ....

Daisy langsung masuk karena pintu tidak dikunci. Dia melihat Clarissa sedang meringkuk di atas ranjang dalam balutan selimut berwarna abu-abu, kemudian menghampirinya dengan tatapan khawatir.

"Clarissa!"

Daisy langsung duduk di tepi ranjang tempat di samping kepala Clarissa, lalu menyentuh keningnya. Gadis itu semakin khawatir karena dia merasakan suhu tubuh sahabatnya sangatlah panas, apalagi wajahnya pucat dan terlihat tak berdaya.

"Kamu sakit," ucapnya dengan cemas.

"Aku rasa Aku tidak bisa melayani siapapun malam ini, Daisy. Seluruh tubuhku sakit ... aku butuh obat penghilang rasa nyeri," ucap Clarissa dengan lesu dengan suaranya yang seperti berenergi sama sekali. "Daisy aku benar-benar takut ... Aku takut akan terkena penyakit karena pekerjaan menjijikan ini," lanjutnya, mengingat beberapa orang bisa terkena penyakit seksual karena berganti-ganti pasangan seksual.

"Tidak, itu tidak akan terjadi... Kita sudah selalu melakukan antisipasi," sahut Daisy dengan tatapan meyakinkan meskipun dia juga sangat takut. "Aku akan minta Madam Nicole untuk memanggil dokter untuk memeriksa kamu," lanjutnya sambil beranjak berdiri kemudian berjalan menuju pintu, dan ternyata saat itu juga Nicole datang bersama Jacob.

Nicole menatap Daisy dengan tatapan datarnya, kemudian beralih menatap Clarissa yang masih berada di atas ranjang padahal seharusnya sudah siap untuk ke lantai atas untuk melaksanakan pekerjaannya.

"Kenapa dia seperti itu?" tanyanya, melirik Daisy.

"Dia sakit, dia tidak bisa melayani siapapun malam ini.. sekujur tubuhnya terasa nyeri ... Dia butuh istirahat dan obat," jelas Daisy dengan tatapan penuh kebencian pada Nicole yang tak berperasaan dan menggunakan dia ataupun Clarissa sebagai budak untuk mendapatkan uang banyak. "Jangan memaksanya atau dia akan mati karena siksaan-siksaan dari customer gila itu. Dia butuh istirahat bahkan aku juga butuh istirahat karena di malam-malam sebelumnya kami sudah menghasilkan uang sangat banyak untuk kamu... Kami butuh keadilan!"

"Kamu tidak perlu berceramah atau membicarakan tentang keadilan. Kalian harus tetap bekerja karena kalian tinggal di sini tidak gratis!' seru Nicole dengan tegas.

"Kalau begitu izinkan kami meninggalkan tempat ini karena kami bisa mencari tempat baru sehingga kamu tidak perlu memenuhi kebutuhan kami!" sahut Daisy dengan suaranya yang tegas. "Bahkan sebenarnya uang yang kami hasilkan selama ini lebih dari cukup untuk biaya  hidup di sini!"

Nicole tersenyum sinis, melirik Daisy yang kembali menginginkan kebebasan. Dia mendekati gadis itu, lalu menatapnya dengan serius dan menggelengkan kepalanya.

"Ketika kamu sudah di sini, maka kamu tidak akan bisa pergi kecuali kamu mati atau tua," ucapnya dengan lembut tapi penuh penekanan. "Takdir mu adalah di sini, jadi jangan bermimpi untuk bisa pergi!"

Daisy terdiam dengan napas memburu, merasa seperti ingin mencakar wajah Nicole yang sedikit memiliki kerutan yang tak bisa menyembunyikan fakta bahwa dia sudah semakin tua.

"Tuan Orlando ingin bercinta dengan Clarisa," ucap Nicole kemudian melirik Clarissa yang masih saja meringkuk seolah tidak memperdulikan perbincangannya dengan Daisy.

"Madam, tapi dia butuh obat, dia butuh istirahat! Seharusnya kamu manggil dokter untuk memeriksanya!" Daisy menegaskan, tidak tahu bagaimana cara Nicole berpikir.

"Dia akan diperiksa setelah selesai melayani Tuan Orlando," sahut Nicole, berjalan mendekati Clarissa namun Daisy mencegahnya dengan menarik tangannya.

"Jangan, jangan paksa dia. Dia benar-benar kesakitan!" seru Daisy dengan tegas.

"Tapi dia harus menuruti keinginan Tuan Orlando, karena jika tidak, maka tempat ini akan ditutup!" sahut Nicole dengan mata yang melotot. "Jika tempat ini ditutup, hidup kalian semua akan menderita. Kalian semua akan menjadi gembel karena tidak akan ada yang peduli pada kalian meskipun kalian cantik!"

"Justru lebih baik tempat ini ditutup lalu kami menjadi gembel daripada terus-menerus menjadi budak seks demi mendapatkan uang yang akan kamu rampas begitu saja!" ucap Daisy dengan tegas, lalu mendekati Clarissa.

Nicole yang tidak terima dengan sikap Daisy, segera melirik Jacob seolah memberikan isyarat bahwa harus segera melakukan sesuatu supaya gadis itu mau menuruti keinginannya.

Jacob menghampiri Daisy, lalu menariknya dengan sangat kasar hingga terjatuh di lantai. Dia beralih menarik Clarissa hingga duduk, memaksanya turun dari ranjang.

"Agh ... Lepaskan aku!"

Clarissa meringis kesakitan, terpaksa berdiri mengikuti Jacob yang menyeretnya ke arah pintu. Dia sungguh merasa tak sanggup, sekujur tubuhnya terasa nyeri dan gemetaran.

Daisy beranjak berdiri dan berjalan tergopoh-gopoh mendekati Clarissa, lalu menariknya dari Jacob. Dia menjauhkan sahabatnya itu dari preman jelek itu, lalu memeluknya, seolah-olah memberikan perlindungan.

"Tolong hentikan!" serunya dengan tegas, menatap di Nicole dan Jacob yang tampak marah. "Dia benar-benar sakit, dia tidak bisa melayani Orlando atau siapapun!"

"Kita tidak punya pilihan!" sahut Nicole, mendekati Daisy dan Clarissa lagi diikuti oleh Jacob karena ingin memaksa mereka keluar dari kamar itu.

Merasa tidak mungkin melawan mereka yang lebih kuat darinya, dan tidak ingin Clarissa semakin tersakiti, Daisy pun menunjuk mereka dan berkata,

"Hentikan ... Kalian tidak perlu memaksa Clarissa lagi. Aku yang akan melayani tuan Orlando tapi kalian harus memanggil dokter untuk memeriksa Clarissa!"

"Daisy ..." Clarissa langsung melepas pelukan Daisy dan menatapnya sambil menggelengkan kepala. "Tuan Orlando sangat gila. Dia tidak akan puas bercinta dengan kamu sebelum membuat kamu menangis!"

"Itu bukan masalah," ucap Daisy dengan penuh keyakinan. "Jangan pikirkan aku. Yang terpenting kamu tetap di sini untuk istirahat dan diperiksa dokter. Aku tahu apa yang harus aku lakukan, aku akan baik-baik saja," lanjutnya.

"Tapi, Daisy ..."

"It's okay ... Jangan khawatirkan aku. Aku akan kembali ke sini setelah semuanya selesai," ucap Daisy dengan tersenyum meyakinkan pada Clarissa. Dia beralih melirik Nicole yang hanya bersedekap tangan di dekat pintu, bersama Jacob yang selalu siap untuk menyiksanya. "Aku yakin Tuan Orlando tidak akan marah jika Clarissa digantikan oleh aku."

"Okay ..." Nicole menghela nafas lega. "Kalau begitu temui dia di kamar lantai atas. Dia sudah menunggu."

Daisy hanya mengangguk dan membiarkan Nicole keluar dari kamar sementara Jacob tetap menunggunya di dekat pintu. Dia segera mengajak Clarissa untuk istirahat kembali di atas ranjang, lalu setelah itu dia keluar dari kamar menuju lantai atas di mana dia harus melayani Orlando yang sangat suka melakukan penyiksaan terhadap Clarissa yang sudah menjadi favoritnya.

Gadis itu berjalan melintasi tangga dengan perasaan muak,benci, lelah, pasrah dan jijik dengan dunia perbudakan itu. Suara musik dan tawa para pria di lantai atas yang mungkin sedang minum alkohol sambil bercumbu dengan para pelacur, sungguh membuatnya semakin tidak percaya adanya pria baik di dunia ini.

Setibanya di lantai atas tepatnya di kamar khusus untuk melayani customer, Daisy langsung mengunci pintu dan melihat Orlando yang hanya memakai bathrobe putih, berdiri di dekat ranjang dengan posisi memunggunginya.

"Clarissa sakit, aku yang akan melayani kamu," ucapnya.

Orlando menoleh, melihat Daisy yang lebih cantik daripada Clarissa namun tidak pernah selalu patuh, bahkan dikenal sebagai pelacur sombong karena selalu bersikap dingin pada customer. Dia menatap gadis di hadapannya itu dari bawah hingga ke atas seolah mencermati keseksiannya.

Daisy mendekati Orlando, menatap wajahnya yang tidak begitu terlihat tua dan rambutnya disisir dengan sangat rapi. Entah kenapa melihat pria itu selalu membuatnya teringat pada ayahnya yang tampak berwibawa namun bersikap layaknya bajingan.

"Kamu sangat cantik," lirih Orlando, perlahan menyentuh dagu Daisy lalu membuat wajahnya mendongak hingga dia bisa melihat kecantikannya lebih jelas.

Daisy hanya diam, merasa begitu malas dan benci untuk melayani pria itu.

Orlando tiba-tiba mencengkram pipi Daisy dengan sangat erat, kemudian mendorongnya untuk duduk di tepi ranjang. Dia segera melepas tali bathrobe, lalu membukanya, memperlihatkan kejantanannya yang tidak terlalu tegang.

"Puaskan aku," ucapnya.

Daisy menelan salivanya, menatap kejantanan Orlando yang berada di depan mukanya. Entah kenapa dia merasa kikuk untuk melakukan foreplay, merasa jijik dan benci.

"Cepat!" seru Orlando, mencengkeram kepala Daisy dan mengarahkannya pada kejantanannya.

"Emmhhh ...!"

Mau tidak mau Daisy mengulum senjata Orlando yang tidak muat untuk mulutnya yang mungil, membuatnya gelagapan dan merasa seperti ingin muntah. Dia tidak bisa menghindar, karena Orlando menjambak rambutnya dan memaju-mundurkan pinggulnya, membuat mulutnya seperti penuh.