21 Jangan Dulu Menikah

"Ayah kemana, Bun?" tanya Allan saat dia, Revand, Silla dan Allana makan siang bersama.

"Ayahmu sudah mulai ke kantor. Besok kamu juga harus mulai masuk karena sebagai calon pengganti ayah, kamu harus berkenalan dengan pemilik Elang Corporation. Bunda sudah pernah lihat di televisi, pemiliknya seorang wanita muda, cantik, tapi suaminya sudah tua. Dia adalah anak tunggal dari pemilik Elang Corporation, ayahnya sudah meninggal, dia yang menggantikannya. Kegigihannya yang harus kamu contoh, masa sih, anak bunda kalah dengan seorang wanita?"

"Uhuk!" tiba-tiba Allan tersedak. Wanita yang di bicarakan oleh mamanya sudah pasti Sabilla. Ternyata kehidupan pribadi Sabilla sudah terekspos media. Kalau begini, bisa-bisa selamanya Allan menjadi suami simpanan wanita itu.

"Makanya, Kak. Kalau makan pelan-pelan. Seperti setahun tidak makan saja." gerutu Anna.

"Habisnya masakan Bunda super enak. Aku kan sudah lama tidak makan masakan Bunda. Wajar dong, kalau aku pengen makan banyak." balas Allan. Dia sengaja memanfaatkan celetukan adiknya untuk mengalihkan perhatian Sila.

"Sudah-sudah, makan dulu. Kalau mau berantem nanti saja setelah makan." Sila mengingatkan.

"Ma, papa Andre nggak pernah kesini?" tanya Allan. Ya, dia memang terbiasa memanggil Andre dengan sebutan papa, sedangkan Andra Ayah.

"Sudah lama papamu tidak datang, mungkin sibuk. Tapi semalam telepon Bunda, katanya secepatnya akan datang buat menjemput Revand." respon Sila dengan sangat tenang.

"Tapi Revand mau tinggal di sini, sama Papa Andra dan Mama Sila. Apa Mama keberatan, kalau Revand tinggal di sini? Revand janji jadi anak baik."Revand tampak murung saat mengetahui Andre akan datang menjemputnya. Sila mengelus kepala anak bungsunya itu.

"Sayang, mama sama sekali tidak keberatan, Revand juga anak mama, anak kandung mama. Memangnya kenapa Revand tidak mau pulang ke rumah papa Andre? Ayo cerita, sejak datang, kamu belum cerita sama mama, kan?" sejak Revand datang, Sila belum bertanya tentang masalah yang sedang di hadapi anaknya bersama Andre itu. Dia sengaja membiarkan pikiran Revand tenang terlebih dulu.

"Papa Andre pukul Revand, Ma." Sila terkejut mendengar pengakuan Revand, Andre bukan tipe pria yang kasar. Wanita itu penasaran ingin mengetahui penyebab Andre sampai main tangan dengan anak kesayangannya.

"Kamu pasti membuat papa Andre marah, makanya papa pukul kamu. Memangnya kenapa, sampai papa pukul kamu? Ayo bilang sama mama." Sila merayu Revand agar mau terbuka padanya.

"Revand cuma bilang kalau mama Febbi bukan mama Revand, tapi itu kan benar, Ma. Mama Sila yang sudah mengandung dan melahirkan Revand, bukan mama Febbi." kata Revand polos. Sila menghentikan makannya, yang di katakan Revand memang tidak salah, tapi itu pasti sangat menyakiti hati Febbi kalau sampai wanita itu mendengarnya.

"Itu memang benar Revand, tapi mama Febbi itu sudah merawat kamu sejak kamu masih bayi, dia kurang tidur, jagain kamu, ganti popok kamu, mandiin kamu, dengan penuh kasih sayang sampai kamu sebesar ini. Kamu nggak kasihan sama mama Febbi?" Revand menunduk. Di dalam hatinya tentu saja dia iba pada wanita itu, tapi rasa iri memiliki Sila sama seperti Allan dan Anna membuatnya berusaha untuk bisa tinggal juga bersama wanita cantik itu.

"Tapi Revand maunya tinggal sama mama Sila. Mama tidak suka ya, kalau aku tinggal di sini?" protes Revand, Sila tahu, Revand pasti iri dengan kedua kakaknya.

"Revand, mama juga mau kamu tinggal bersama mama, tapi kasihan papa Andre, papa cuma punya kamu, satu-satunya anak papa." Sila mengelus kepala Revand lembut. Sila bukan tidak sayang pada Revand, tapi dengan tinggalnya Revand di rumah Andre, itu akan menjadi hiburan untuk lelaki yang tidak bisa memiliki anak dari Febbi.

"Tapi, Ma...,"

"Mama akan sering jengukin kamu. Kamu harus nurut sama mama ya, Nak. Mama sayang sekali sama Revand." wanita itu mengecup kening putra sulungnya, "Sekarang terusin makannya." Lanjut Sila.

"Kak, aku kemarin ketemu Kak Raya nggak sengaja. Dia gandeng cowok baru. Memangnya kalian sudah putus?" tanya Anna sambil memperhatikan kakaknya yang ternyata bereaksi santai, seolah tidak masalah dengan apa yang di lihatnya.

"Biarin aja. Kita memang sudah putus. Aku juga udah punya is, eh maksudku pacar baru." Allan lega, hampir saja dia keceplosan dengan status barunya.

"Bukannya kak Raya sayang benget sama kak Allan? Padahal kalian tuh serasi, loh. Sayang banget, gagal deh punya kakak ipar tajir." celetuk Anna. Allan tersenyum, adiknya itu belum tahu kalau dirinya bahkan sudah memiliki istri kaya raya, bahkan kekayaannya melebihi ayahnya dulu.

"Aku bisa mendapatkan yang kekayaannya berkali lipat di banding dia. Semuanya itu palsu Anna, dia sayang aku karena ayah kita, setelah ayah kita bangkrut, dia langsung memutuskan hubungan denganku." curhat Allan. Sila yang mendengar cerita Allan ikut sedih dengan nasib percintaan anaknya yang kurang beruntung itu.

"Masa sih, Kak? Sadis banget kak Raya." komentar Anna tidak percaya.

"Lain kali kamu harus hati-hati dalam memilih pasangan, Allan. Sebaiknya kamu fokus saja membantu ayahmu sekaligus mempersiapkan diri untuk menjadi penggantinya. Kalau kamu sudah sukses, wanita akan datang sendiri padamu, dan kamu tinggal memilih mereka." nasihat Sila. Tentu Allan tidak setuju, karena dia sudah menemukan Sabilla di saat terpuruk seperti sekarang. Dia hanya mau wanita itu, tidak ingin yang lainnya.

"Tenang Bunda, aku sudah menemukannya. Aku tidak ingin yang lain selain dia. Aku akan membuat ayah bangga, membantunya memimpin perusahaan dengan baik." Allan berkata dengan penuh keyakinan. Dia tidak hanya ingin membuktikan pada Andra, tapi juga Sabilla yang telah mengabulkan permintaannya.

"Oh ya? Kapan-kapan ajak dia ke rumah. Tapi ingat, jangan menikah dulu. Karena kamu harus fokus membantu ayahmu." Allan meringis mendengar itu. Dia sudah menikah tanpa sepengetahuan ibunya. Kalau saja ibunya tahu, entahlah apa reaksinya. Apalagi kalau sampai Sila tahu, siapa yang menjadi menantunya itu.

"Dia sedang kuliah di luar kota, Ma. Jadi untuk waktu dekat, aku tidak bisa membawanya ke rumah. Mungkin suatu hari nanti." sampai Allan berani membawa Sabilla pulang. Hubungannya dengan Sabilla cukup rumit.

"Tuh kan, pacarmu saja sedang kuliah. Jadi kamu harus fokus kerja dulu. Biar kalau sudah saatnya, kamu bisa menafkahi istrimu. Menikah itu tidak hanya butuh cinta Allan, kalau kamu belum bisa memberinya nafkah, kamu belum pantas di sebut suami." kalimat yang di ucapkan Sila menampar keras Allan. Kalau di pikir-pikir, dia belum pernah menafkahi Sabilla selama menikah. Segala pengeluaran mereka, semuanya Sabilla yang menanggung. Lelaki itu merasa bersalah, dia bertekad untuk sungguh-sungguh bekerja di perusahaannya, agar ke depannya dia bisa menafkahi Sabilla dengan benar.

"Baik, Bunda. Allan akan serius kali ini. Allan tidak akan pernah mengecewakan ayah dan bunda." kata Allan sungguh-sungguh.

"Semangat kak Allan!" seru Anna dan Revand hampir bersamaan.

avataravatar