Night King : Kebangkitan Sang Kucing Hitam
Chapter 13 : Sakit
Setelah pria itu selesai memeriksa kondisi tubuhnya, barulah Lin Tian bisa mengucapkan kalimatnya.
"Anda siapa?" tanyanya ragu-ragu, seraya menatap manik pria tersebut dengan lekat.
Pria yang kira-kira usianya lima puluh lima tahun itu menaikkan sebelah alisnya, "Ada apa denganmu, Boy? Aku adalah ayahmu. Apa kau tidak mengenaliku, Boy?"
Pria itu pun bertanya-tanya, "Jangan-jangan kepalamu ..." Dia memutar sekali lagi tubuh Lin Tian untuk memastikan jika benar-benar tidak ada luka. Pria itu memeriksa bagian kepala Lin Tian, dia tidak menemukan ada luka di bagian tersebut.
Lin Tian pun memutar tubuhnya dan menatap pria itu kembali dan kali ini dia ingin lebih serius lagi..
"Anda ini siapa? Apakah Anda adalah ayah dari pemilik ...." Lin Tian menjeda kalimatnya. Dia buru-buru meralat perkataannya tersebut, "Apakah benar Anda ini ayahku?" tanyanya tampak ragu.
Lin Tian mencoba menelisik ingatan dari pemilik tubuhnya tersebut, dia menemukan memang benar pria yang ada di hadapannya sekarang ini adalah ayah dari pemilik tubuhnya.
Namun, yang Lin Tian lihat samar-samar, tidak menunjukkan sosok aslinya lebih jauh dan setelahnya ingatan tersebut pun menghilang. Inilah yang membuat Lin Tian sangat takut andai dirinya terlalu banyak mencari tahu informasi dari ingatan pemilik tubuhnya tersebut.
"Ada apa dengan pertanyaanmu, Boy? Kau seolah tidak mengenali diriku. Lihatlah! Aku ini ayahmu, Lin Pan ..."
Pria itu pun memperkenalkan dirinya yang bernama Lin Pan. Mendengar nama tersebut, seketika itu saja Lin Tian merasakan sakit yang luar biasa di bagian kepalanya kembali. Dia memegangi kepalanya yang seperti ditimpah beban yang sangat berat.
"Lin Xiao! Lin Hua! Cepat kemari!"
Lin Pan pun berteriak memanggil dua Lin lainnya agar segera datang. Sepasang muda-mudi itu berlari setelah mendengar panggilan dari dalam ruangan.
Sebelumnya Lin Xiao mengajak Lin Hua untuk berjalan-jalan sembari mencari sesuatu yang dapat mengisi perut mereka. Mereka tidak cemas pada Lin Tian yang berada di kamarnya karena sudah ada Lin Pan yang menjaganya.
Setelah lima belas menit meninggalkan ruangan, saat hendak kembali, di waktu bersamaan itu juga mereka mendengar suara Lin Pan yang berteriak. Keduanya buru-buru berlari dan meninggalkan makanan tersebut di depan kamar.
Mereka terlalu panik sehingga tidak lagi memiliki selera untuk makan. Di dalam kamar, Lin Tian sudah tergeletak lemas di lantai. Lin Xiao segera berlari dan begitu juga dengan Lin Hua.
"Cepat, bantu aku memudahkan tubuhnya ke ranjang," pinta Lin Pan, seraya memegangi bagian ketiak Lin Tian. Sementara itu, Lin Xiao memegangi kaki Lin Tian. Keduanya bekerja sama untuk memindahkan tubuh Lin Tian ke tempat tidur.
Tubuh Lin Tian pun berhasil direbahkan di ranjang, Lin Xiao pun menghela napas panjang. Bukan karena kelelahan akibat mengangkat tubuh Lin Tian, melainkan pikirannya dibawa kembali pada kejadian beberapa jam yang lalu.
Hal serupa pun terjadi pada Lin Tian, saat itu dirinya dan Lin Hua begitu panik serta cemas dengan kondisi Lin Tian yang mendadak jatuh pingsan.
Namun, setelah sampai di rumah sakit saat itu juga Lin Tian pun tersadar, yang membuat Lin Xiao geleng-geleng kepala iyalah karena Lin Tian pingsan hanya karena dia kelaparan. Lin Xiao berpikir, apakah saat ini Lin Tian tidak sadarkan diri karena kelaparan lagi atau?
"Rasanya tidak mungkin," gumam Lin Xiao seraya mengela napasnya dengan berat.
"Apa, Ayah sudah memanggil Dokter?" tanya Lin Hua. Pertanyaan itu dia tunjukkan pada Lin Pan yang tampak panik ketika Lin Tian tidak sadarkan diri kembali.
Netranya dengan Lin Pan berada dalam garis lurus. Namun, setelah itu Lin Pan menjatuhkan pandangannya pada Lin Tian.
"Aku sudah memanggil Dokter, tapi kenapa mereka lama sekali?"
Lin Pan pun mulai dilanda kecemasan, dia melihat ke arah pintu masuk, tetapi tidak ada satu pun orang yang datang dari arah sana. Sudah cukup lama dari terakhir kali Lin Pan memanggil Dokter.
Lin Hua pun sama paniknya dengan Lin Pan, sebagai seseorang yang sangat peduli dengan Lin Tian, dia merasa harus mengambil tindakan cepat.
Mengetahui Dokter tidak kunjung datang, akhirnya Lin Hua memutuskan untuk mencari sendiri Dokter tersebut. Ketika kakinya hendak diayunkan, di waktu yang hampir bersamaan salah satu Dokter pun datang. Biarpun dia bukan Dokter yang merawat Lin Tian sebelumnya, tetapi itu sudah membuat Lin Hua senang. Kehadiran Dokter tersebut membawa angin segar pada Lin Hau dan Lin Pan.
"Maaf, atas keterlambatan diriku," kata Dokter itu, seraya membungkukkan tubuhnya di hadapan Lin Pan dan muda-mudi pemilik marga Lin lainnya.
Dokter tersebut datang bersama dengan dua orang perawat yang berstatus tetap dan dua perawat lainnya yang berstatus magang. Dia mulai memeriksa kondisi Lin Tian, lalu dibantu dengan dua perawat dan dua lainnya diam sambil mencatat hal-hal yang ada penting.
Lima menit berikutnya, Dokter pun selesai memeriksa kondisi Lin Tian. "Dia baik-baik saja. Tidak ada yang perlu kalian cemaskan," kata Dokter itu memberikan diagnosanya.
Mendengar hal tersebut, Lin Pan pun menghela napas. Setidaknya dia sekarang merasa lega saat tahu kalau Lin Tian baik-baik saja. Lin Hua pun akhirnya bisa berpikir jernih kembali, dia tidak perlu mencemaskan keadaan Lin Tian lagi sekarang.
"Sudah aku duga, dia hanya sedang membuat drama agar semua orang cemas dibuatnya." Tentu kalimat tersebut hanya tersampaikan di dalam hati.
Lin Xiao lah yang berpikir demikian. Lain dengan Lin Hua dan Lin Pan, dia merasa kalau saat ini Lin Tian sedang mainkan sandiwaranya seperti beberapa saat lalu. Jadi, tidak heran kalau dirinya tampak biasa-biasa saja. Lin Xiao bukan bermaksud tidak peduli, tetapi dirinya tidak ingin kecewa untuk yang kedua kalinya.
"Baik, jika tidak ada lagi yang perlu saya lakukan, maka saya akan pergi karena masih ada hal yang perlu saya urus," ujar Dokter tersebut demikian.
Lin Pan pun mengulas senyuman, "Terima kasih ..." Ketika kalimat itu terlontar, di waktu yang hampir bersamaan Lin Tian mulai membuka matanya.
Lin Pan tidak jadi melanjutkan kalimat yang terjeda tersebut, fokusnya sudah tentu langsung mengarah pada Lin Tian yang kini sudah membuka matanya.
Dokter pun mengurungkan niatnya untuk pergi, dirinya tergerak untuk memeriksa kondisi Lin Tian sekali lagi. Namun, belum sempat dirinya mengambil tindakan, Lin Tian sudah lebih dulu berkata.
"Berhenti! Jangan sentuh diriku. Anda siapa? Kalian semua siapa?" tanya Lin Tian dengan naga ketakutan serta berada di bawah tekanan.
Tangannya mengangkat sebagai isyarat dia tidak ingin disentuh. Dokter pun memahaminya dan memberi menganggukkan kepala sebagai tanda agar Lin Pan dan lainnya tidak mendekati Lin Tian seperti permintaan pemuda tersebut.
Lin Tian pun tampak memegangi kepalanya yang terasa sangat sakit. Rasa sakitnya berkali-kali lipat dari sebelumnya. Dia merasa kepalanya itu akan meledak.
Dokter pun mencoba untuk menenangkan Lin Tian. Dia mengedipkan matanya, memberi isyarat pada perawat untuk membantunya mengatasi situasi sekarang.
Perawat itu memahami isyarat tersebut, tangannya secara cekatan mengambil jarum suntik, lalu tanpa Lin Tian sadari, perawat itu menyuntikkan obat penenang pada tubuh Lin Tian.
Walaupun sempat ada perlawanan dari Lin Tian, tetapi akhirnya perawat itu akhirnya bisa menyuntikkan obat penenang tersebut di pergelangan tangan Lin Tian. Beberapa detik kemudian Lin Tian tampak mulai tenang.