webnovel

Angel.

"Kenapa? Sakit hati dia pergi? Tenang saja, aku ada di sini," kata Daniel sembari membaca buku di pojok kursi abu tersebut.

"Tidak. Aish, sudahlah. Aku mau tidur saja," jawabnya kesal. Punggung yang memunggungi gadis itu, terasa membuat Daniel sakit hati. Jelas sekali. Karena Lily memunggunginya dengan kasar. Seakan-akan, Lily tidak mau dengan Daniel dan hanya ingin dengan Dokter itu. 

"Kenapa sih? Menyebalkan! Orang tua kamu mana? Sini, biar aku yang menghubunginya," pinta Daniel dengan suara yang kesal. Berdiri dingin di hadapan Lily. 

Deg! Pertanyaan itu membuat Lily selalu takut. Dan seperti biasa, Lily berbohong tentang orang tuanya. "Sudah kubilang. Mereka sibuk, Daniel. Jangan paksa mereka datang kesini lagian aku sudah sembuh," jelasnya. 

Daniel kembali duduk. Menjaga gadis cantik dan keras kepala tersebut. Sampai Dokter Reza pun menghampiri mereka saat itu juga

"Lily!" panggil Reza dengan senyumannya. 

Lily yang kesal kepada Daniel, langsung berubah seketika. Wajahnya lebih berseri dan manis. Tidak hanya itu, Daniel berasa menjadi tokoh paling tidak penting di sana. Cahaya yang masuk dari jendela menyembur indah dua pemeran utama dalam dongeng romansa. Wajah mereka berseri. Sedangkan Daniel, suram seperti langit mendung di sebelah utara. 

"Aish, saat ada Dokter saja kamu bertenaga seperti ini. Tadi kamu marah-marah. Sudahlah, Lily. Aku juga sangat sibuk. Aku pulang dulu," kata Daniel kesal. Wajahnya semerah kepiting rebus buatan mendiang ibunya. 

Reza hanya bisa tersenyum dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Sedangkan Lily, dia mulai tidak enak dengan Daniel. "Daniel!" panggilnya yang dibalas dengan Daniel yang menoleh ke belakang dengan tatapan kesal yang menempel sejak tadi. "Jangan marah. Aku pulang denganmu hari ini," ucapnya dengan memunculkan dua eye smile nya. 

"Kamu, 'kan tidak bisa pergi hari ini," katanya. 

"Lily sudah boleh pulang, Daniel," kata Dokter yang diakhiri dengan menutup buku yang dia pegang. 

"B-benarkah? Baiklah kalau begitu. Aku akan menunggumu di sini sembari mengemas barangmu," jawabnya dengan perasaan sedikit senang, karena Lily akan pergi dengan nya. 

Setelah selesai mengemas barang Lily, Mereka berdua pun diantar Reza menuju taksi yang akan mengantarnya. 

"Dok, aku pulang, ya," pamit Lily. Sambil melambaikan telapak tangannya. 

'Aish, kenapa harus kata pulang,' batinnya. "Ah, iya, Lily. Selamat jalan," jawabnya dengan membalas lambaian gadus itu. 

Taxi tersebut semakin melaju meninggalkan Reza seorang diri. Hingga saat Reza masuk ke rumah sakit radi, Lily menoleh ke belakang. Melihat punggung Reza yang semakin masuk ke dalam. 

Daniel yang melihat itu memutar bola matanya cepat. "Kalian itu pacaran, ya? Atau saling suka? Membuatku risih saja," celetuknya yang membuat sopir menahan tawanya. 

"Hah? Risih? Apa hubungannya denganmu?" tanya Lily yang mengerutkan keningnya heran. 

"Jawab dulu pertanyaanku yang pertama," katanya. 

"Itu dia cemburu," celetuk Pak supir. 

"Kamu cemburu?" tanya Lily dengan nada mengancam.  

"Ish, apaan. Aku tidak suka kamu, kok," jawabnya 

"Hm. Masa?" rayu Lily. 

"Sudah sampai. Ini rumahmu, 'kan?" ucapnya dengan cepat sambil membawa koper milik Lily. 

Lily menuruni taxi tersebut yang masih setia menatap pria itu.

"Jangan menatapku seperti itu," ucapnya. 

Rumah berwarna coklat klasik yang dilengkapi dengan furniture yang menambah kesan indah ruangan itu. Membuat Daniel menganga. 

"Mau tidur di sini?" ucap Lily yang membuat Daniel terkejut. 

"Hey, gila kamu!" umpatnya. 

"Kalau begitu kenapa masih di sini? Tidak mau pulang, 'kan?" tanya nya dengan canda . 

"I-ini aku akan pulang. Tidak sabar sekali kamu tidak mau melihatku. " 

Daniel pun melangkahkan kaki untuk pulang ke rumahnya. Bibir yang mengerut dan kaki menendang-nendang kerikil, terlihat di pantau oleh gadis itu di lantai dua kamarnya. 

"Beruntung saja. Aku tidak boleh membuatnya lama disini," batinnya. 

***

Sekolah terlihat keruh saat ini. Gosip yang disampaikan melalui pesan tidak membuat para siswa puas. Mereka pun memberitahu melalui mulut ke mulut pula. 

"Wah, aku tidak menyangka dia pindah," kata salah satu gadis di sini. 

"Baguslah. Tidak akan ada yang menyuruhku lagi. Sebal sekali. Memangnya dia siapa berani menyuruh-nyuruhku," balasnya sembari merias wajahnya. 

"Tapi kamu nurut kan?" kata temannya. 

"Kalau tidak. Aku bisa habis olehnya. Orang tuanya kan pengacara. Dia jelas lebih kaya dari orang tuaku yang hanya pegawai swasta. Aish, menjijikan jika mendengarnya," ejek gadis itu. 

Pembicaraan tersebut terdengar oleh Ron yang melupakan sahabat Angel yang sedang digosipkan saru sekolah ini. "Siapa yang menjijikan?" tanya Ron dengan mata yang membelalak. Pertanyaaan tersebut membuat mereka bergidik ngeri dan kabur. 

Yang dibicarakan kali ini adalah Angel. Angel yang merupakan salah satu anak yang berkuasa di sekolahnya, kini telah menendang diri untuk menyiapkan di sekolah barunya. Karena kasus pembunuhan yang ditutupi oleh sekolah terhadap Mona. Melalui kekuasaan orang tuanya, Angel tidak dijebloskan ke penjara. Namun, pengusiran di sekolah tidak dapat dia hindari. 

Sedangkan saat ini, Angel sedang menjalani perawatan di rumah sakit atas anxiety yang dialaminya. Hal tersebut membuatnya panik dan terus menerus menyalahi dirinya. Hingga membuat Angel tidak nafsu makan, ketakutan berlebih dan badan yang bergetar. Tidak ada yang iba dengan kondisi Angel sekarang. Hanya orang tuanya lah yang membatu Angel sembuh. 

Untuk teman sekelasnya, mereka masih menyimpan dendam dalam kepada Angel. Angel jelas frustasi dengan hal ini. Dia takut gila. Benar-benar takut. 

"Angel, kamu tidak bersalah, nak," ucap ibunya lalu memeluk angel erat. 

"Ayah akan menyekolahkanmu di Amerika," paparnya.

Hal tersebut di angguki gadis itu. Benar. Angel tidak bisa sekolah di negaranya. Dia harus pindah ke Negara lain. 

"Bersama siapa aku di sana, Ayah? Aku takut jika sendirian," ucapnya dengan wajah mengeras dan sedikit genangan air di matanya. 

"Angel, kamu di sana akan ditemani mamah, ya. Mamah sudah resign dari pekerjaan mamah. Mamah akan melakukan bisnis di sana," ucapnya. 

"Angel, kamu benar tidak melakukannya, 'kan?" tanya Ayahnya yang berdiri menghadap cahaya matahari yang menembus.  Dengan tangan menyilang yang di masukan..

"Ayah tidak percaya padaku?" teriaknya. 

"Ayah percaya padamu, nak. Ayah hanya ingin tahu saja apa yang terjadi," balas ibunya yang berusaha menenangkan gadisnya itu. 

"Sebenarnya, aku tidak berniat membunuhnya. Semua itu terjadi sendiri, ayah. Mona juga menyakitiku dan aku membalasnya. Kami saling membalas satu sama lain..ayah bisa melihat lukaku, 'kan? Ini adalah bukti bahwa tidak hanya yang aku yang menyakiti Mona. Dan ini kebetulan saja jadi Mona yang mati. Aku juga hampir mati olehnya, ayah," jelasnya dengan suara bergetar. 

"Kenapa tidak ada CCTV saat itu. Aish, dasar sekolah sialan! Ayah jadi tidak bisa membelamu lebih dari ini," jawabnya frustasi. 

"Sudahlah. Jika Angel ke sekolah lagi. Semuanya akan sama. Semuanya akan menyalahkan Angel karena membuat Mona mati. Sejahat apapun Mona kepadaku, yang berakhir matilah yang menang. Aku sudah tidak ada muka jika harus kembali ke sana," balasnya dengan mata yang sudah basah.