webnovel

Negeri Para Pembohong

Apa yang akan kau lakukan ketika bisa mendeteksi sebuah kebohongan? Faresta Haerz— remaja yang memiliki kekuatan supernatural yaitu mengetahui kebohongan dari setiap kata-kata seseorang. Faresta juga sebentar lagi akan masuk ke sebuah sekolah tingkat nasional. Sekolah Menengah Atas yang dikelola langsung oleh pemerintah, sistem serta peraturan sekolah itu juga unik dan mendapat sebutan "Surganya Para Pelajar". Sekolah yang bertempat di sebuah pulau buatan dengan segala fasilitas yang diperlukan pelajar. Selain sistem yg unik, sekolah itu juga memiliki banyak keringanan untuk para pelajar, seperti kebebasan berpenampilan, sistem belajar yang tidak terlalu ketat, fasilitas yang memadai, dan lain-lain. Faresta Haerz yang memiliki sebuah tujuan tertentu akan mulai masuk ke sekolah tersebut, sekolah yang disebut Surga Para Pelajar— SMA GARUDA. Konsep sekolah di sini terinspirasi dari Light Novel karya Shougo Kinugasa-sensei berjudul [Yōkoso Jitsuryoku Shijō Shugi no Kyōshitsu e] atau yang lebih dikenal dengan anime [Welcome To Classroom Of The Elite].

DameNingen · Urban
Not enough ratings
18 Chs

Chp2: Week 1 (6)

"Ketua OSIS?" Bibirku bergerak dengan sendirinya ketika melihat seorang pria duduk dibangku, menyilangkan kakinya sembari membaca buku di ruangan kosong itu.

Raihan Ardevan. Pria berambut ikal hitam keungu-unguan, dengan pupil mata biru dibalut bulu mata yang lentik. Badan yang tinggi semampai serta tubuh ideal di balik seragamnya, membuat dirinya menjadi seorang yang superior. Tapi di atas itu semua, proporsi wajahnya begitu sempurna, bibir tipis nan seksi, hidung bangir, alis panjang, serta tatapan mata yang tajam.

Dia duduk menyilangkan kakinya di sebuah kursi pada ruangan biologi ditemani buku kecil. Ruangan biologi sendiri tidaklah benar-benar kosong, melainkan ada 3 kursi lain serta sebuah meja bulat berdiameter 50 sentimeter. Pintu ruangan itu juga ada dua, salah satunya pintu tempat aku masuk, dan satunya di sudut kiri ruangan.

Dia meletakan buku yang dibacanya ke meja di depannya, kemudian menatapku."Yo, selamat siang!" sapanya.

Aku tidak membalas sapaannya. Hanya diam berdiri mengendalikan ekspresi wajahku agar tidak menunjukkan ekspresi yang tak perlu. Menyadari itu dia berkata, "Haha, tak usah sewaspada itu."

Dia berdiri dari kursinya, berjalan mendekati ku. "Faresta Haerz. 15 tahun, Agustus depan akan masuk 16 tahun. Tinggi 165 sentimeter, berat 59 kilogram. Memiliki nilai akademis serta olahraga yang di bawah rata-rata, menjawab benar 20 dari 60 pertanyaan yang benar."

Ketika sampai tepat di depan hadapanku, dia berhenti dan mulai menatap mataku dari dekat. "Nilai daya ingat hanya 26 dari 100, kekuatan fisik di bawah 40, stamina kurang dari 20. Bukankah aneh jika kamu diterima di sekolah ini?" lanjutnya.

Tepat di hadapan wajahku dia tercengir menjijikkan. "Tapi dari semua itu, yang paling mengejutkan adalah... kamu merupakan salah satu siswa dengan hasil tes IQ paling tinggi. 156, bukankah itu luar biasa jika dimiliki oleh siswa dengan nilai akademis yang rendah?"

Dia berjalan kembali ke kursi tempat duduknya tadi, tapi mulutnya tidak berhenti berbicara. "Apa lagi untuk latar belakang SMP-mu sebelumnya. Bagaimana mungkin seorang siswa SMP bersekolah di tempat terpencil selama 3 tahun tapi tak terdapat satu pun catatan serta jejak tentang hal itu sedikit pun?"

"Apakah OSIS sekolah ini memiliki wewenang mengetahui informasi siswa seperti itu?" tanyaku. Aku masih tak mengubah ekspresi serta menggerakkan gestur tubuhku se-inci pun.

"Yah... OSIS memang tidak memiliki wewenang seperti itu, tapi tidak dengan staff sekolah...."

"Jadi, Kakak ingin mengatakan, kalau kakak merupakan salah satu staff atau mempunyai kenalan yang merupakan staff, begitu?" Dari ucapannya, sepertinya dia memiliki kaki tangan seorang staff, atau mungkin dia yang merupakan kaki tangan. Kemungkinan keduanya begitu besar, tapi tak menutup kemungkinan lainnya seperti dia yang hanya orang suruhan dan berakting mengikuti naskah. Hal seperti itu merupakan hal yang lumrah di dunia seperti ini.

Aku tidak akan langsung mempercayai apa yang diucapkan orang ini, tapi sejauh ini tidak ada kebohongan ataupun bualan yang keluar dari ucapannya. Aku harus waspada dan menjaga setiap kata yang keluar dari bibirku, salah sedikit bukan aku yang mendapat informasi dan malah sebaliknya.

Mungkin saja keputusanku datang ke sini merupakan salah satu kesalahan. Ini merupakan

"Aku tidak bilang begitu loh, tapi jika kamu menganggapnya begitu, silakan saja. Tapi untuk sekarang, biarkan aku mengatakan 3 hal yang akan membuatmu sedikit meningkatkan kepercayaanmu padaku, Faresta."

Dia memutar kursinya 90 derajat yang tadi menghadap meja menjadi menghadap aku. "Pertama, aku hanyalah seorang pesuruh dan bukanlah musuhmu," ujarnya. Tidak ada kebohongan dalam kata-kata itu, tapi ada yang sedikit aneh. Untuk sekarang mari abaikan itu dan mempercayai apa yang diucapkan olehnya.

"Kedua, aku merupakan satu dari 10 orang yang akan memberikan kamu obat setiap bulannya. Obatnya sendiri baru bisa kami dapatkan paling cepat 2 minggu lagi." Bibirnya terhenti, matanya mulai menatap tajam, mengambil nafas dalam. Dengan wajah serius dia berkata, "Ketiga, kami tidak dapat banyak memberimu informasi untuk sekarang. 2 dari sekian banyak sekutu kita telah dicurigai, jadi untuk sementara beberapa kegiatan kami tertunda. Inilah yang menjadi penghambat obatmu datang."

Dia mengubah raut wajahnya kembali seperti semula dan berdiri dari kursinya. "Begitulah adanya. 2 atau 3 minggu lagi akan ada seseorang yang akan menghubungimu dan memberikan sejumlah informasi. Untuk sekarang kami hanya bisa memberikan ini." Dia menjulurkan satu tablet pil kecil padaku.

"Hanya ini yang bisa kami berikan."

"Begitu ya...." Aku mengambil tablet itu. "Kak, apakah kakak salah satu orang sepertiku?" lanjutku.

"Seperti itulah. Ngomong-ngomong panggil saja aku dengan nama Raihan."

"Kalau begitu, kak Raihan." Aku berbalik menuju ke arah pintu di belakangku, berniat meninggalkan kak Raihan sendirian.

Pil yang diberikan olehnya adalah obat untuk orang-orang terkutuk sepertiku. Tak mengejutkan jika orang yang mempunyai pil ini merupakan seorang yang sama sepertiku, pasalnya keberadaan pil ini saja sangatlah rahasia dan hanya disebarkan pada kami saja.

Hanya saja... pil ini sudah tak berpengaruh lagi pada tubuhku. Bagaimana mengatakannya ya, seperti kandungan pil ini tidak lagi bekerja sebagaimana mestinya pada tubuhku. Tapi untuk sementara, aku harus menggunakan ini sembari menunggu.

"Oh ya, kak Raihan, boleh aku tanya 2 hal lagi?" tanyaku sebelum melangkahkan kakiku.

"Silakan, akan aku jawab sebisa mungkin."

"Saat ini, ada berapa pengguna kemampuan yang sudah diketahui?"

Kak Raihan meletakan jarinya di dagu, mencoba mengingat sesuatu. "Saat ini di angkatan kedua dan ketiga ada total 12, dan 10 di antaranya—termasuk aku—berada di bawah pengawasan kami."

"2 orang lainnya?" tanyaku lebih lanjut.

"Mereka masih abu-abu. Tapi salah satunya cukup bisa dikendalikan, jadi tenang saja. Untuk identitas mereka, aku belum bisa memberi tahumu sekarang. Sedangkan di angkatan tahun pertama kami menerima laporan ada lebih dari 7 pengguna yang telah dikonfirmasi, sedangkan yang masih dalam penyelidikan sekitar 30 lebih," jelas kak Raihan jujur.

Ah... setidaknya informasi ini cukup berguna untuk saat ini, bisa jadi masalah jika aku tak memiliki informasi sedikit pun.

"Oh, pertanyaan yang satunya kak. Apa hanya kakak sendiri?"

Kak Raihan diam sejenak, menatapku kosong. Kemudian dia dengan segera mengubah ekspresi wajahnya. Mengangkat sudut bibirnya dan berkata, "Kami... bukanlah musuhmu, kau tahu?"

"Ah, begitu...."

***

"Huh... memang luar biasa Sang Pangeran," kata seorang pria yang duduk di atas meja pada sebuah ruangan. Di depannya duduk dua orang pria lainnya pada kursi.

"Seperti biasa kamu suka mengatakan hal yang memalukan, dasar sialan!" cercah salah seorang pria berambut ikal yang duduk di kursi. "Lagi pula, kenapa kamu memakai kardus jelek itu lagi?" lanjutnya.

"Haha, maaf."

Orang yang duduk di atas meja tadi memakai sebuah topeng berbentuk kubus dengan dua lubang untuk penglihatan. Topeng itu terbuat dari kardus coklat terang, dengan gambar wajah tersenyum tepat di arah depan, menyesuaikan dengan dua lubang penglihatan tadi. Topeng yang aneh dan nyentrik.

"Tapi anak tadi memang luar biasa. Apa benar seperti yang dikatakan gadis sialan itu kalau dia bisa mengetahui pikiran orang lain?" cetus pria yang duduk di sebelah pria berambut ikal.

"Gadis itu penuh tipu daya, kau tahu? Tapi walau begitu, anak bisa mengetahui keberadaan kalian." Pria ikal tadi sedikit menghela napas.

"Yah, untuk sementara kita hanya perlu mengawasinya saja," ujar pria bertopeng.

***