webnovel

Negeri Para Pembohong

Apa yang akan kau lakukan ketika bisa mendeteksi sebuah kebohongan? Faresta Haerz— remaja yang memiliki kekuatan supernatural yaitu mengetahui kebohongan dari setiap kata-kata seseorang. Faresta juga sebentar lagi akan masuk ke sebuah sekolah tingkat nasional. Sekolah Menengah Atas yang dikelola langsung oleh pemerintah, sistem serta peraturan sekolah itu juga unik dan mendapat sebutan "Surganya Para Pelajar". Sekolah yang bertempat di sebuah pulau buatan dengan segala fasilitas yang diperlukan pelajar. Selain sistem yg unik, sekolah itu juga memiliki banyak keringanan untuk para pelajar, seperti kebebasan berpenampilan, sistem belajar yang tidak terlalu ketat, fasilitas yang memadai, dan lain-lain. Faresta Haerz yang memiliki sebuah tujuan tertentu akan mulai masuk ke sekolah tersebut, sekolah yang disebut Surga Para Pelajar— SMA GARUDA. Konsep sekolah di sini terinspirasi dari Light Novel karya Shougo Kinugasa-sensei berjudul [Yōkoso Jitsuryoku Shijō Shugi no Kyōshitsu e] atau yang lebih dikenal dengan anime [Welcome To Classroom Of The Elite].

DameNingen · Urban
Not enough ratings
18 Chs

Chp2: Week 1 (4)

___

[Info Lengkap Lomba Tujuh Belasan SMA Garuda]

Dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Negara Republik Indonesia, SMA Garuda tiap tahunnya mengadakan sejumlah acara berupa lomba yang dipertandingkan oleh tiap kelas.

Lomba akan dilaksanakan selama 1 pekan sebelum tanggal 17 Agustus.

Pembukaan acara dibuka dengan Upacara Apel dan ditutup dengan lomba maraton [Wajib]

___

[Daftar Lomba]

[Lomba Perorangan]

1. Lomba Lari Cepat 100 Meter [2 peserta, Laki-laki dan Perempuan]

2. Lomba Renang 50 Meter [1 peserta Perempuan]

3. Lomba Cerdas Cermat [3 Peserta]

4. Lomba Bulu Tangkis Tunggal Putra dan Tunggal Putri [2 peserta, Laki-laki dan Perempuan]

5. Lompat Jauh [2 peserta, Laki-laki dan Perempuan]

6. Lempar Peluru [1 peserta, Laki-laki]

Catatan: Setiap kelas harus setidaknya mengirim 4 Lomba Perorangan yang harus diikuti. Jika tidak, kelas akan menerima sanksi sesuai ketentuan.

[Lomba Per tim]

1. Lomba sepak bola. [1 tim, Laki-laki]

2. Lomba Voli [1 tim, Laki-laki atau Perempuan]

3. Lomba Basket [1 tim, Laki-laki]

Catatan: Setiap kelas harus mengirim setidaknya 1 dan paling banyak 2 Lomba Per tim. Jika kurang atau lebih, maka kelas akan menerima sanksi sesuai ketentuan.

___

Setiap lomba memiliki hadiahnya masing-masing, dan untuk kelas dengan peraih hadiah terbanyak akan mendapat hadiah bonus dari sekolah.

Tambahan: Setiap siswa diharuskan untuk mengikuti setidaknya 1 lomba [tidak termasuk maraton] . Jika tidak, maka siswa yang bersangkutan akan dikenakan sanksi yang sesuai.

___

Begitulah yang tertulis pada laman situs resmi sekolah. Mungkin terkesan berantakan dan tidak begitu jelas, tapi ketika aku menekan salah satu lombanya, rincikan lengkap dari lomba tersebut keluar.

Aku masih bingung akan ikut lomba yang mana. Saat ini aku masihlah belum bisa asal memutuskan sesuatu, tapi lomba bulu tangkis cukup menarik perhatianku. Alasan cukup sederhana yaitu aku ingin melakukan perbandingan antara kemampuan dan kemampuan siswa lain di sekolah ini.

Bep~ Bep~ Bep~

Ketika aku sibuk membaca laman situs tersebut, tiba-tiba ponselku mulai berdering disertai getaran lemah. Layar ponsel yang tadinya menampilkan lama situs SMA Garuda otomatis berubah layar abu-abu dengan nama seseorang dan 8 buah digit nomor telepon.

"Ayunda?" Nama itu langsung keluar dari mulutku ketika melihat nama yang muncul di layar ponselku. Dengan cepat aku menerima panggilan telepon tersebut.

"H-halo?"

"Oh, Faresta! Di mana kau sekarang?"

"Eh?" Aku terkejut mendengar suara yang berbeda dari harapanku. Bukannya suara lembut nan angkuh dari Ayunda, melainkan suara yang kasar dan kejantanan dari Keysha. "Keysha?"

"Wow! Kau cukup hebat bisa mengingat suaraku walaupun kita baru 3 hari ini bertemu!"

"Eh? Ah, Iya."

"Jadi, di mana kau sekarang?"

"A-aku lagi di Perpustakaan. Kenapa memangnya?"

"Jangan banyak tanya! Cepatlah ke kantin. Ada sesuatu yang penting!"

"E-eh?"

"Ayolah. Ayunda dan Yudha ada yang ingin dibicarakan denganmu! Jadi cepatlah ke sini!" ujarnya bohong. Bahkan tanpa kemampuanku, aku sudah mengetahui kebohongan sederhana seperti itu.

"Cepatlah ke sini! Di sini juga ada Tio teman sekelasmu itu, kau tahu?" lanjutnya bohong lagi. Kebohongan yang kali ini diketahui oleh kemampuanku. Itu terbaca dari nada suaranya dan.

"Eh...." Aku mencoba sedikit mengeluh padanya. Berharap dapat menghindari paksaan darinya.

"5 menit, oke?" Itu adalah sepatah kata terakhir yang diucapkan olehnya sebelum dia menutup sambungan teleponnya.

Jujur saja bagiku Keysha adalah orang yang cukup merepotkan. Jika bisa aku tidak terlalu banyak berinteraksi dengannya.

Menutup ponselku dan memasukkannya ke saku, aku berdiri dari kursi perpustakaan dan berniat ke tempat guru penjaga perpustakaan berada. "Uhuk-uhuk!" Aku menutup mulutku karena sedikit batuk.

Ah... Sial. Batuk yang sebenarnya tak ingin kualami itu mulai membuatku sedikit cemas. Bagaimana tidak, telapak tangan yang kugunakan untuk menutup mulutku itu sekarang terdapat bercak darah berwarna merah pekat.

Untuk sekarang mari abaikan hal ini terlebih dahulu, lagi pula ini belum parah.

Aku meninggalkan tempat dudukku dan segera berjalan menuju meja bapak guru penjaga perpustakaan sembari membawa satu jilid buku sejarah. Sesampainya di meja pak guru itu, aku menyodorkan buku yang cukup tebal itu padanya.

Bapak penjaga yang sedari tadi sibuk membaca buku di tangannya menyadari kehadiranku. Dia melirik mataku dan membuatku sedikit gugup.

Bapak itu mengambil buku yang kuberikan dan langsung melihat-lihat serta membuka-buka halaman demi halaman buku itu. "Siapa dan dari kelas mana kamu?" tanya dia.

"Ah! F-faresta Haerz dari kelas 10 IPA3."

Setelah menulis nama, kelasku, tanggal serta judul buku yang kupinjam pada buku catatan kecil miliknya, dia kemudian menyodorkan buku yang ingin kupinjam tadi kembali padaku. "Baiklah ini. Batasnya 14 Hari."

"Baik! Terima kasih...."

Tanpa menanggapi rasa terima kasihku bapak itu kembali fokus ke buku yang dibaca olehnya tadi. Aku penasaran apakah dia ini guru atau hanya penjaga perpustakaan biasa, soalnya dia berjaga di sini sepanjang waktu selama aku berkunjung 3 hari ini.

"Uhuk-uhuk!" Aku kembali batuk setelah berjalan beberapa langkah.

"Jangan terlalu sering menggunakannya. Kamu telah banyak menghasilkan butterfly effect."

"Eh?" Yang mengatakan itu adalah bapak ini bukan?

Raut wajahku berubah drastis. Bergerak secepat kilat menuju arah suara tadi, meninggalkan butiran debu tersapu di tempatku berdiri tadi.

Mencondongkan badanku ke arah bapak penjaga yang berada di seberang meja. Lengan kananku mencekik ringan lehernya. Dengan tatapan tajam yang sudah 1 tahun lebih tak kuperlihatkan pada siapa pun, aku menatap lurus ke mata bapak itu.

Bapak penjaga perpustakaan, tag nama di dada beliau bernama "Ahmad Rizaldi". Wajahnya sudah cukup berusia dengan keriput yang sudah terlihat jelas, Mata dibalik kacamata yang sudah rabun untuk digunakan melihat, rambutnya sudah memutih di segala sisi, jari jemarinya juga bagaikan hanya tersisa tulang lagi.

"Siapa Anda?" tanyaku dengan tatapan tajam. Tapi ekspresi wajah bapak ini tidak berubah sedikit pun. "Saya tanya sekali lagi. Siapa Anda?" lanjutku menegaskan kembali dengan suara yang lebih berat.

Aku tidak tahu apa maksud dari perkataannya tadi. Tapi aku tahu, kalau orang ini mengetahui rahasia yang kusembunyikan. Di pihak manakah dia? Mungkin saja kalimat tadi hanya jebakan dan bisa jadi masalah jika dia berada dipihak mereka yang dikatakan pak tua itu.

Telunjuk dia bergerak menunjuk arah buku yang ku pinjam tadi. Buku itu sendiri terjatuh ke lantai saat aku dengan refleks berlari dan mencekik leher bapak ini. "Halaman 155. Datanglah kembali besok," jawabnya.

Apa maksudnya, apa aku disuruh melihat isi dari halaman 155 dalam buku itu?

"Oi!" Aku menguatkan cekikanku pada lehernya, tapi masih dalam batas wajar dan masih bisa membiarkan dia berbicara.

"Aku bukan musuhmu," katanya dengan sedikit mengangkat sudut bibirnya.

Tidak ada kebohongan kalimatnya. Tapi aku tidak boleh lengah, karena di masa lalu aku pernah bertemu orang yang bisa memanipulasi kemampuanku ini. Untuk sekarang....

"Bagaimana caraku bisa mempercayai kalimat Anda?"

Menunjukkan senyum tipisnya lagi, dia berkata, "Aku tidak berbohong. Kamu tahu itu, bukan?"

Sekali lagi, tidak ada kebohongan dalam kalimatnya. Aku sekali lagi masih tidak dapat mempercayainya, tapi untuk sekarang aku harus mengabaikan hal ini dan mengikuti perkataannya. Lagi pula situasi ini bisa jadi masalah juga.

"Maaf." Aku melepaskan cekikanku dan langsung mengambil buku yang terjatuh kemudian dengan cepat berjalan keluar meninggalkan perpustakaan itu.

"Haha... Mengerikan."