webnovel

SIAPAKAH BAGAS?

Hendra tersenyum mendapat pertanyaan dari Kamilia. Dia tertawa sambil memeluk bahu Kamilia.

"Ayo kita bersiap-siap, nanti siang harus kembali ke Jakarta."

"Jangan mengalihkan pembicaraan!" sentak Kamilia.

"Sejak kapan kelinciku pandai membentak?" tanya Hendra sambil tersenyum nakal.

"Payah!" gerutu Kamilia. Gadis itu mendahului Hendra melangkah menuju hotel.

Hari ini pekerjaan Kamilia selesai. Semua kru hari ini kembali, bahkan ada yang kemarin sore. Kamilia sengaja memilih pulang hari ini. Janjinya kepada Bagas membuatnya segan menginjakkan kaki di Ibukota.

"Hai, Bagas!" Hendra menyapa Bagas.

"Hai!" Bagas membalas sambil berteriak.

Kamilia hanya melirik dengan sudut matanya. "Rupanya bajingan itu belum pulang juga." Kamilia mengutuk dalam hatinya. Dia tidak menginginkan pertemuan ini. Salah sedikit bahasa tubuhnya, Hendra bisa menebak kegugupannya.

"Mengapa kau seperti tidak suka dengannya, Mila?" tanya Hendra sambil menjejeri langkah Kamilia.

"Siapa yang bilang," jawab Kamilia cuek.

"Sepertinya aku melihatnya begitu," kata Hendra. "Bermasalah dengan fotografer, wajahmu bisa sejelek Mak Lampir, hahaha," lanjut Hendra.

"Biar jelek, dia punya sejuta siasat untuk mengelabui lawannya," tandas Kamilia.

"Hahahaha hahahaha." Hendra tertawa keras mendengar jawaban Kamilia. Orang-orang melirik tercuri perhatiannya dengan tawa Hendra.

"Dasar!" Kamilia mengumpat pelan. Hendra mendahuluinya masuk hotel, saat Kamilia berhenti dan menoleh lagi ke belakang.

Sebelum masuk lobby hotel, sekali lagi Kamilia memandang pantai yang mulai terik.

Dihirupnya bau khas arus. Dia selalu berharap dirinya adalah seseorang yang bebas lepas seperti lautan. Menabrak karang, menyelisik pasir. Semua tidak pernah menghancurkan dirinya. Bahkan yang bersenggolan dengannya yang harus hancur.

Kamilia membalikkan badannya. Berjalan menuju lift. Saat pintu akan tertutup, sebuah kaki menjegalnya, masuklah seseorang. Kamilia yang tengah menunduk, melihat kaki dengan bulu-bulu lebat.

"Ah, dia lagi." Kamilia kembali mengumpat dalam hatinya. Ingin sekali dia melebur bersama udara dan menjadikannya tiada.

Tanpa basa-basi, lelaki yang baru datang itu memeluk Kamilia. Mendekapnya erat penuh kerinduan. Kamilia bergeming. Suasana mendukung, karena hanya mereka yang ada di dalam lift.

"Hampir gila rasanya aku melihatmu bersama Hendra." Laki-laki itu berkata.

"Tetaplah waras, Bagas! Aku dan kamu tidak ada hubungan apa-apa!"

"Please Kamilia. Tidakkah ada kesan sedikit saja, pertemuan kita dulu."

"Aku menganggap engkau sekedar pelangganku!" cetus Kamilia.

Glek.

Bagas hanya mampu menelan ludah. Dia tidak menyangka dengan jawaban Kamilia. Lelaki itu tahu dari Calista, kalau profesi Kamilia sama seperti gadis tersebut dulunya.

***

Calista berjalan dengan kepala tertunduk. Dia ada di pulau ini berniat bersenang-senang bersama dengan Hendra. Gadis itu berjalan menjauhi pantai. Membawanya duduk di sebuah kafe kini.

"Sepertinya ada mata-mata, kalau tidak mustahil gadis kampung itu tahu dan menyusul. Siapa kira-kira?" batinnya. Pikirannya menerawang, ke masa-masa sebelum ada Kamilia. Hendra dulu seseorang yang bersikap dingin kepada wanita. Dia datang ke tempat hiburan itu, hanya karena kebutuhan saja.

Saat suatu hari Calista berjumpa lagi dengan Hendra. Gadis itu cukup kaget dengan perubahan diri Hendra. Dia menjadi seorang lelaki yang manis. Namun, Calista tahu Hendra milik Kamilia. "Ah … hubungan mereka belumlah sah. Mereka tidak menikah." Pikir Calista waktu itu.

Akan tetapi Calista merasa heran. Lelaki itu sangat mencintai Kamilia. Di posisi apa dirinya kini berada.

"Hendra … jangan pernah kau katakan kalau dirimu punya rasa yang sama. Jika kau datang dan pergi sesuka hatimu. Kuingin kau tahu, aku menaruhmu di relung hatiku yang terdalam. Untuk menghapusmu, sama saja dengan menyakiti diri sendiri." Riuh ocehan hatinya membuat kopi yang tadi dipesannya sudah dingin.

"Sendirian, nih?" Suara itu terdengar sinis di telinga Calista. Wajah cantiknya perlahan mendongak. Senyum masam, Calista pamerkan kepada si penanya. "Apa kabar?" sambungnya lagi.

"Tidak usah basa-basi, Bagas," jawab Calista ketus.

"Ahhh … urusan kita belum selesai, Calista," kata Bagas.

Sejenak Calista memandang mata itu. Mata yang tengah menukik tajam memandangnya. Pandangan dingin yang membangkitkan aura dingin di tengkuk Calista. Lelaki itu berumur lebih muda dari Hendra.

"Urusan apa?"

"Tidak usah berlagak bodoh atau kini kau memang menjadi sangat bodoh?"

"Aku aaku--"

"Kamu mengejar kekasih orang lain sampai ke sini. Sementara aku yang tulus mencintaimu, kamu campakkan begitu saja!" tandas Bagas.

"Aku ... mencintai orang lain?" tanya Calista pura-pura bego.

Plak.

Setumpuk foto-foto tadi malam, Bagas campakkan ke depan Calista. Calista terkejut, dia meraih foto-foto tersebut.

"Ooh, jadi selama ini kamu mata-matanya!" tuduh Calista. "Ini buktinya!" Calista semakin geram, dia mengacungkan foto-foto itu.

"Enak banget kamu main tuduh! Kalau sampai kamu mengatakan kepada Hendra … tunggu saja apa yang terjadi, kamu tahu siapa ayahku?"

"Aku tahu siapa ayahmu, dia seorang ma--"

"Maaf, Mas … Mbak, tidak boleh bikin keributan di sini!"

Seorang pelayan kafe berhasil membungkam mulut mereka. Calista secepatnya meninggalkan kafe tersebut. Meninggalkan kopinya yang dingin tak tersentuh.

****

Setelah hampir dua jam penerbangan, Kamilia dan Hendra sampai di Jakarta. Sebuah taksi siap membawa mereka kembali ke rumah.

Beberapa orang berpakaian hitam tiba-tiba keluar dari sebuah mobil. Dengan cepat mereka memepet Hendra. Rupanya mereka anak buah Freza. Mereka memaksa Hendra memasuki mobil.

Sudah beberapa kali dipanggil Hendra memang mangkir. Freza menjadi murka dan mengirim anak buahnya untuk menghadangnya. Kali ini dirinya tidak sanggup lagi menghindar. Perkelahian pun tidak dapat dihindarkan lagi.

"Mau lari ke mana kau, Hendra!" seru Andi, anak buah Freza.

Hendra bersikap waspada, matanya mengawasi sekitarnya. Barangkali ada kesempatan buat lolos. Seperti dapat membaca pikiran Hendra, Andi mengejeknya.

"Hari ini kau tak bisa lagi lolos, kau harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu, di hadapan bos," kata Andi.

Andi bergerak cepat untuk melumpuhkan Hendra dengan sebuah tendangan memutar. Hendra mencoba berkelit dengan merunduk, tendangan lewat di atas kepalanya hanya satu centi saja. Secepat kilat Hendra layangkan tonjokan ke dagu lawan.

Bukk.

Satu tonjokan keras membuat Andi terhuyung, bibirnya pecah dan mengeluarkan darah. Tapi temannya Andi tidak tinggal diam, dia melayangkan tinjunya ke arah dada Hendra.

Brugh.

Hendra yang kurang waspada, dadanya terkena pukulan yang cukup keras. Dia terhuyung sambil memegangi dadanya. Andi segera merangsek Hendra, dia mencengkram bahu Hendra. Diarahkan dengkulnya untuk menghajar ulu hati Hendra. Lelaki itu melenguh kesakitan. Melihat Hendra tak berdaya, tanpa menyia-nyiakan waktu, mereka mengeroyoknya tanpa ampun. Pertarungan yang tak seimbang berhasil membuat Hendra tak berdaya.

"Tolong! tolong!" Kamilia menjerit-jerit.

Namun mereka cepat-cepat menyeret Alex ke dalam mobil, untuk dibawa ke hadapan Freza. Kamilia mengejarnya, badannya terbanting ke jalan karena memegangi mobil yang berjalan. Dia jatuh terduduk. Sementara mobil itu begitu cepat melaju, sebentar saja sudah hilang dari pandangannya.

"Hendra!" Kamilia menjerit memanggil kekasihnya.

"Cepat naik!" Taksi yang tadi Kamilia pesan sudah berada di hadapannya kini. Kamilia menurut, secepatnya gadis itu naik.

"Mengapa kau tidak menolong Hendra?" tanya Kamilia ketus pada lelaki di sampingnya. Wajahnya begitu gelisah, tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.

"Terlambat, Mila. Aku melihatnya sudah diseret ke mobil."

""Kira-kira siapakah mereka, Bagas?"

"Aku pikir mereka anak buah Freza," tukas Bagas.

"Freza, siapa lagi dia?"