webnovel

SEBUAH STATUS

Kamilia berusaha menyembunyikan wajahnya. Untung, posisinya sedikit terhalang hiasan restoran. Pasangan itu mengambil tempat agak jauh dari Kamilia. Kamila mengambil beberapa gambar dari ponselnya.

Perasaan Kamilia seperti membeku di titik rasa sakit. Dirinya merasa seperti secangkir air, tak berdaya di terik matahari. Menguap dan menjadikannya awan hitam. Hanya mampu mengamati bumi dari kejauhan.

Awan hitam itu berjanji penuh keyakinan. Dia akan kembali ke bumi dengan kekuatan yang maha dahsyat. Kekuatan yang sanggup menghanyutkan apa pun rintangan. Tentu saja dengan kekuatan dendam yang meluap-luap.

"Ayo Tante, kita pulang," ajak Kamilia.

"Ini masih banyak makanan yang belum kita makan, Mila," kata Tante Melly. "Tapi, baiklah." Akhirnya Tante Melly setuju untuk pulang. Dia melihat paras Kamilia berubah.

Kamilia mengantarkan Tante Melly pulang. Sepanjang perjalanan Kamilia membisu. Tante Melly diam, tetapi akhirnya tidak tahan untuk tidak bertanya.

"Ada apa, Mila?" tanya Tante Melly.

"Gak ada apa-apa, Tante," jawab Kamilia tanpa menoleh.

"Aku sudah kenal kamu itu lama, Mila, tahu saat hatimu ada problem," kata Tante Melly lagi.

"Tante tahu siapa yang tadi datang? Bersama seorang perempuan. Dia adalah Hendra, Tante," kata Kamilia.

Berkerut kening Tante Melly mendengarnya. Dia bertanya sambil menggeser duduknya.

"Istrinya?"

"Bukan Tante, dia Calista," jawab Kamilia.

"Calista yang dulu di tempat kita?"

"Ya." Kamilia menjawab singkat.

Tante Melly tidak bertanya lagi. Kaku rasanya suasana. Hanya terdengar lagu 'unstoppable' dari radio mobil. Dia melihat wajah Kamilia murung. Wanita itu juga tidak habis pikir dengan Calista. Bekas anak buahnya itu tidak berubah perangainya.

Calista, dulu dikenal sebagai orang yang selalu iri dengan keberhasilan teman. Dia selalu punya jalan untuk menjegal kesuksesan teman. Apalagi sekarang, wajahnya sudah menjadi sangat cantik. Berkat dokter ahli di meja bedah.

Seandainya saja Tante Melly melihat wajah wanita tadi. Tentu dirinya mengenalinya, karena Calista pernah mengirim fotonya saat bersama seorang pria. Ah … dirinya teringat sesuatu kini.

"Mila, Calista pernah mengirim foto, tetapi bukan sama Hendra. Dia bilang pacarnya." Tante Melly mencoba mengurai kekakuan.

"Mereka sudah putus, sudah tidak pacaran lagi."

"Ooh, apa yang terjadi, Mila? Apakah Calista berencana merebut Hendra?"

"Jangan khawatir, Tante. Aku hanya perlu memakai kacamata hitamku saat aku menangis. Aku hanya perlu memakai baju besiku, agar tetap terlihat kuat. Seperti lagu ini, Tante." Sambil tertawa kecil, Kamilia bersenandung mengikuti lagu. "I put my armor on show you, how strong I am. I'm invincible, I win every single game."

***

Kamilia membantingkan dirinya ke kasur. Hatinya kesal sekali. Lagi-lagi nama itu --Calista hadir dalam hidupnya. Dulu, dengan ikut Hendra, Kamilia berpikir tidak akan bertemu lagi dengan gadis itu.

Kamilia menatap langit-langit kamarnya. Terlihat seperti sebuah layar film yang sedang menayangkan masa lalunya. Pertama kenal dulu, Calista ramah terhadapnya. Hanya dia satu-satunya yang menyapa.

Kulitnya yang masih buluk membuat Kamilia minder. Namun, Calista selalu membesarkan hatinya.

"Kamu boleh pakai ini, Mila?" Kata Calista waktu itu. Dia mengangsurkan beberapa kosmetik untuk dipakai Kamilia.

"Nanti kalau aku sudah punya uang, kosmetikmu aku ganti, Calis," ujar Kamilia malu-malu.

"Tidak perlu, asal jangan kau rebut saja gebetanku," katanya. Calista lantas terkikik geli.

Calista tidak pernah bercerita kepada siapa dia jatuh cinta. Wanita itu selalu merasa kalau cinta itu agung. Dirinya yang kotor terlalu naif untuk mengungkapkan.

"Aku tidak pernah tahu, kalau kau jatuh cinta kepada Hendra," gumam Kamilia. "Seandainya aku tahu kau mencintainya, kisahnya tidak akan seperti ini."

Kamilia menangis, untuk sakit yang kini merajam hatinya. Dulu, Hendra selalu menuntutnya untuk mengatakan cinta. Kini, dirinya yang harus mengemis cinta. Ya, Kamilia ingin, Hendra hanya mencintainya saja.

Glek.

Kamilia menelan ludahnya, terasa pahit seperti bilur-bilur luka ini.

Dering telepon mengganggu lamunannya. Tanpa bicara Kamilia menerima panggilan tersebut. Orang di seberang sana mengoceh dengan segala kekesalannya. Kamilia bangkit demi mendengar satu kata yang menarik. Wanita itu menyimak serius penelponnya.

"Bisakah kau dipercaya?" tanya Kamilia di telepon.

"Tentu saja bisa," jawab si penelepon.

"Oke, terima kasih." Kamilia menutup pembicaraan.

Satu informasi dia kantongi. Pikirannya menjadi liar dan kelam. Sekali lagi, kehidupan tidak pernah memihaknya. Hidup ini hanya menawarkan racun untuknya.

***

Sudah menjadi kebiasaan Hendra kini. Dia selalu pulang larut malam. Kamilia mencium kembali wangi parfum seharga 1,2 juta tersebut. Kamilia tahu, karena Hendra pernah memberinya juga sebagai hadiah. Parfum no.5 yang terkenal dari merek C.

"Mengapa kau datang selarut ini?" tanya Kamilia. Baru kali ini sejak mereka hidup bersama, Kamilia berani menegur.

"Heyy, sejak kapan kau berani menanyakan itu, Mila?" Seperti mendapat sebuah kejutan Hendra tertawa lebar. Kamilia merasakan itu sebuah ejekan.

"Sejak malam ini dan malam-malam selanjutnya," jawab Kamilia. Wanita itu menunjukkan muka serius.

"Kau lupa siapa dirimu, Mila? Kau hanyalah wanita sun--"

"Aku memang seorang wanita sundal, bukan wanita shalihah. Tapi, pernahkah aku mengungkit-ungkit masa lalumu. Pernahkah aku berkata, kau hanyalah seorang pengedar narkoba? Jadi mulai saat ini berhentilah mengingatkan aku sebagai pelacur!" potong Kamilia.

"Apa kau bilang? Tahu darimana kau?" Hendra sangat kaget mendengar Kamilia menyebutkan profesinya. Selama ini lelaki itu selalu menutup rapat kehidupannya. Orang-orang hanya tahu dia seorang pengusaha sukses.

"Hhh, aku tidak usah menjadi detektif untuk tahu kehidupanmu," jawab Kamilia puas. Informasi tadi seperti doping yang menambah kekuatannya.

"Kau tidak punya hak mencampuri urusanku, Mila!" Hendra memperingatkan Kamilia dengan keras.

"Kita di sini masing-masing punya hak, aku berhak tahu dengan segala urusanmu kini. Termasuk urusanmu bersama Calista!"

"A apa? Calista?"

"Ini!"

Kamilia melemparkan foto-foto yang tadi sempat dicetaknya. Hendra memungutnya satu persatu. Wajahnya berubah merah. Kamilia khawatir dengan kemarahan Hendra yang pasti meledak. Wanita itu bersiap dengan segala kemungkinan. Dikepalkan tangannya. Kemampuan bela dirinya, Kamilia pastikan masih ada.

"Hahaha hahaha hahaha."

Hendra tertawa setelah terdiam beberapa saat. Kamilia menatapnya sambil tetap waspada.

"Kau cemburu, Mila?" tanya Hendra.sambil mendekatinya. Lelaki itu kemudian mencium bibirnya, kemudian turun ke lehernya. "Aku mencintaimu, Mila," bisik Hendra.

Kamilia bimbang, tadi rasa cemburunya membuatnya marah. Kini kemesraan Hendra membuat hatinya meleleh. Kamilia ingin mempercayai Hendra, tetapi batinnya tidak percaya.

"Tapi Calista ...?"

"Sudahlah, besok kita harus berangkat ke Bali. Kau mendapat job pemotretan di sana. Tadi aku belum sempat memberitahumu," jelas Hendra. "Sekarang kita bercinta sampai pagi." Hendra berbisik di telinga Kamilia, merayu.

"Aku ingin menjadi istrimu, Hendra," cetus Kamilia.

Hendra kaget, sejenak menghentikan cumbuannya. Lelaki itu lantas tertawa terbahak-bahak. Apa yang baru saja didengarnya, adalah sebuah lelucon yang sangat lucu.

"Aku ingin sebuah status," sambung Kamilia lagi.