webnovel

Bonding

"Mau coba?" tanyaku dan dia mengangguk.

 

"Eits! Cicipi pake sendok, gue juga mau!" ucapku mencegah tangannya yang ingin mengambil gelas di atas piring kecil yang ku pegang. Alvin menurut, dia mengambil sendok dan mencicipi ekperimen minumanku.

"Gimana?" tanyaku was-was.

 

"Enak," ucapnya mengecap bibirnya. "Kamu mau coba?"

 

Aku mengangguk semangat. Alvin segera menyendokkan kembali air tomat buatanku dan mengarahkan sendoknya menuju mulutku yang terbuka lebar, tangannya yang satu lagi menadahkan di bawah supaya tak ada satu tetes air tomat itu yang jatuh ke bajuku.

 

"Aaaa...."

 

"Nagita!!!"

Aku terlonjak mendengar seseorang meneriakkan namaku. Dan betapa terkejutnya aku mendapati Cinta dan Rio disini.

 

"Wau, kayaknya kita akan double date. Gue dan Rio, Lo dan sepupu gue." Cinta dan Rio menghampiri kami, menatapku penuh kemenangan sedangkan Rio menatapku dengan pandangan yang tak ku ketahui apakah itu kesal atau kecewa.

 

Kecewa? Bahkan aku tidak tahu dia kecewa karena apa. Yang pasti raut wajahnya sulit ku tebak.

 

Cinta merangkulku. "Kita pasti akan jadi bessan yang bahagia. Iya kan, Sayang?" katanya mentap Rio.

 

Atmosfer disini terasa lebih mencekat sejak kedatangan sepasang kekasih yang baru saja merajut kain lama yang pernah putus ini. Aku, Alvin juga Rio tak bersuara dan membiarkan Cinta mengendalikan suasana. Mencekam. Sangat mencekam.

 

"Yo..."

 

Alvin memegang pundakku. Seakan tau apa yang akan ku lakukan, dengan senyum simpulnya ia berbisik, "jangan. Kalo kamu bicara disini semua akan berantakan."

 

"Gue pulang yah?!" ucapku memelas pada Alvin yang membiarkanku bermain dengan tumpukan kertas di meja belajarnya.

 

"Kamu boleh pulang kalau sudah selesai dan dapat nilai melebihi KKM." Alvin mengambil buku tulis yang belum ku coret sedikitpun, "bahkan kamu belum mengerjakan satu soal sama sekali."

 

Aku menatapnya. "Makannya itu, aturan belajar lo terlalu dilematis buat gue. Gue aja harus tiga kali remed kalo mau dapat nilai KKM di sekolah. Gue juga gak konsen kalo di liatin gini."

 

"Yaudah," kata Alvin menarik satu kursi dan duduk disebelahku dengan taangannya bertompang pada meja.

 

"Apa?" tanyanya mengetahui aku menatapnya tanpa kedip. "Cepat kerjain. Aku gak mau kamu nginep di sini karena belum selesaikan semuanya."

 

Aku memutar bola mata.

 

*****

 

"Rio!" aku merubah posisi dudukku menghadap ke arah Rio yang baru datang pagi ini. Untuk menghindar dari perdebatan Alvin dan Rio yang ingin berangka sekolah bersamaku, terpaksa aku naik kendaraan umum.

 

Gak enak kalau harus menolak ajakan Alvin yng sudah jauh-jauh datang ke rumah hanya untuk menjemputku dan di sangka gak tau diri beralih dari Rio yang sudah menjadikannya ojek pribadi gue sejak kelas sepuluh.

 

"Kenapa?" ucap Rio cuek.

 

Aku membasahi bibirku. Meliriknya takut-takut dicampur dilema apakah aku harus mengatakannya.

"Kenapa? Hm?" tanyanya lagi. Rio memiringkan posisi duduknya hingga ke arahku. Kedua alisnya terangkat sempurna.

 

Aku menatap ke segala arah seakan manik matany bukan tujuan untuk ku pandangi. Jari-jari tanganku mengetuk meja, menimang-nimang apa yang harus ku perbuat. Akhirnya, bibirku yang keluh pun relaks kembali. "Ma-maaf."

 

"Apa?" Rio mendekatkan telinganya ke wajahku.

 

"Maaf," ucapku lebih kencang lalu menunduk. "Gue minta maaf sama lo."

 

Alis Rio bertaut, "buat?"

 

"Em... Bu-buat apa yah?" ucapku terbata.

 

Rio tertawa renyah, manis banget! Tangan kanannya memegang pundakku dan berkata, "lo aneh banget, minta maaf tapi gak tau salah lo apa.

 

"Jangan pernah minta maaf kalo gak punya salah, gak usah sungkan ngomong kalo butuh bantuan, dan gak perlu sok bete kalo mau di manjain." Rio mengacak-acak poniku. Aku bergeming menatapnya.

 

"Kan, di bilangin malah bengong."

 

"Gue gak bengong," kataku.

 

"Buktinya lo gak kedip liatin gue?! Atau jangan-jangan…." Rio menghentikan ucapannya ketika rombongan siswa kelas kami masuk kelas di sertai guru kesenian yang menagih tugas nyanyi hari ini.

 

"Lo siap nyanyi?" senggol Rio melirikku. "Nyanyi lagu yang romantis yah, bilang kalo lagu itu di dedikasikan untuk Tio tercinta."

 

            "Najis!"

*****

 

Rio berdecak, "bukan gitu, Ta. Lo mah gak konsen sih."

 

Gimana mau konsen, Yo. Tangan lo yang ngarahin jari gue ke kord aja udh kayak meluk gue gini, batinku sembari melihat tangan Rio yang melingkar di punggungku menuntun jariku menempati kord gitar dengan benar. Gue benci di ajarin gitar sama lo!

 

Akibat gagal dalam tugas musikku. Rio bersedia mengajariku bermain gitar.

 

"Kenapa?" tanyanya. Tuh kan, udah meluk gue, pasang tampang watados lagi.

 

Klek.

 

Kami sama-sama menoleh ke arah pintu.

 

"Alvin?!" kataku seraya menghempaskan tangan Rio dan gitarnya, lalu berdiri. Alvin membuang mukanya.

 

"Oh, jadi ada cowok lain yang boleh masuk kamar lo selain gue, Ta?" cibir Rio.

 

"Bukan gitu, Yo. Dia anak dari temen bokap gue."

 

"Iya, iya, terserah."

 

"Kenapa, Vin?" tanyaku pada Alvin.

 

"Kamu lupa sama les kita?" Aku menepuk jidat dan lantas melangkah menuju meja belajar, mengambil beberapa buku yang ku perlukan.

 

"Ta?" tahan Rio saat aku hendak keluar kamar. "Gimana les Gitar lo?"

Aih, aku lupa kalau ada Rio.

 

"Em... Gimana yah?" aku menggigit bibir bawahku. Alisku mengkerut. Bingung.

 

"Gitar cuma alat musik bodoh yang mengeluarkan suara-suara tak jelas di telinga."—Alvin menatapku—"aku gak maksa kamu. Tapi, untuk orang sepertimu pasti akan memilih ilmu pengetahuan daripada hiburan."

 

Aku menyerngit mendengar kata 'Hiburan' yang di ucap Alvin.

 

"Ayo." Alvin mengambil langkah lebih dulu dariku. Membuatku semakin bingung, apa aku harus mengikutinya dan meninggalkan Rio disini?

 

"Pergi aja." suara bariton itu membuatku menoleh ke arah Rio. "Lo gak mau kan bergaul dengan orang bodoh seperti gue?"

 

"Yo,"

 

"Pergi!"

 

*****

 

"Selesai." aku meletakan pulpen di atas meja belajar Alvin dan segera menyerahkan buku berisi jawaban soal darinya. Laki-laki yang sedang membaca novel di sebelahku itu menghentikan aksinya.

 

"Selesai?" tanya Alvin.

 

"Iyah."

 

"Benar semua?" ucapnya tak percaya.

"Oh, iya. Gue lupa bilang, kalo gue cuma benci pelajaran ber-rumus seperti Matematika, Fisika, Kimia. Yang lain? Gue jago," ucapku membanggakan diri, kemudian mengemas barang- barangku. "Gue udah boleh pulang kan?!"

 

"Oh, iya. Aku lupa, kita salah jadwal hari ini." aku mengeryit.

 

"Hari ini les Fisika," lanjutnya.

 

Aku terkekeh geli, "Lo gak punya alasan biar gue bisa lama-lama di rumah lo."

 

Dan kamu gak punya alasan balik ke kamar kamu setelah di usir oleh Rio." Alvin mengangkat sebelah alisnya, membuatku termenung. Rio, apa dia marah?

 

Kling.

 

Rio!

 

MarryAnna : Ta, lo fix ikut kan ke puncak? Dua hari gak ada kabar kita semua batal!

 

Alisku bertaut.

 

Nagita Alana : Kok gitu?

 

MarryAnna : iyalah, ketua gak ikut semua bubar!

 

Nagita Alana : Yaudah, Rabu gue kasih tau.

 

MarryAnna  : Sip!