23 MENGAKUI PERASAAN

"Oke aku pulang dulu ya...bye Dham...Bella." Abay berjalan ke arah pintu dan keluar.

Setelah Abay hilang di balik pintu, tatapan Bella beralih pada Ardham yang masih mengamati surat dari Arsen yang sudah di susun rapi oleh Abay dalam satu tempat dokument.

"Dham...lepas dari masalah ini, ada yang ingin aku tanyakan padamu?" Bella menatap mata Ardham tajam.

"Tanya apa." Ardham membalas tatapan Bella seraya menutup kembali tempat dokument.

"Apakah benar kamu sudah menikah dengan Anna?" tanya Bella tak lepas dari tatapannya.

Ardham terdiam, sulit menjelaskannya pada Bella.

"Apakah kamu masih ragu padaku? atau aku harus menjawab sendiri pertanyaanku?

bahwa kamu belum menikah, dan tidak ada pernikahan antara kamu dan Anna. Apakah aku benar?" tanya Bella lagi.

"Aku...harus bilang apa padamu Bell, ini bagiku sangat rumit di banding dengan masalah Arsen." jawab Ardham dengan wajah yang rumit.

"Kenapa kamu harus berbohong pada Nadine dan Marvin, kamu bilang pada mereka kalau kamu dan Anna sudah menikah, aku sama sekali tidak mengerti?" sahut Bella.

Ardham menatap Bella dengan gelisah, antara ingin mengungkapkan perasaannya atau tidak.

"Apakah aku bisa percaya padamu Bell?" Ardham memicingkan matanya menatap Bella.

"Apakah karena aku Mommy Marvin, hingga kamu takut untuk jujur dan terbuka padaku? aku sudah bisa membaca semuanya dari raut wajahmu, tatapanmu , bicaramu saat berhadapan dengan Nadine. Kamu mencintai Nadine bukan?" cecar Bella menatap Ardham dalam.

Hati Ardham terkesiap, wajahnya bersemu merah menahan malu, perasaan hatinya telah terbaca oleh Bella. Ardham diam tak tau lagi harus bicara apa, untuk menjelaskan semua pada Bella. Bella adalah Mommy Marvin, dan dari Bella juga Ardham tahu ternyata Arsen dan Kayla sudah menjodohkan Nadine dengan Marvin. Dan itu menambah hatinya semakin terluka dan makin memendam perasaannya.

"Dham?" panggil Bella pelan.

"Ayolah...jujurlah padaku, aku ingin tahu sebenarnya apa yang terjadi antara kamu dan Nadine." pelan suara Bella.

"Aku memang mencintai Nadine Bell, dan perasaan itu sangat menyakitiku, aku hanya bisa mencintainya tanpa bisa memilikinya. Aku hanyalah seorang pencinta yang mencintai Nadine dalam diam, tanpa seorangpun tahu selain Anna, bahkan termasuk Nadine." serak suara Ardham memandang langit-langit ruang kerjanya.

Hati Bella terenyuh mendengar suara hati Ardham. Di tatapnya wajah Ardham lekat-lekat.

"Jika kamu memang mencintainya, Kenapa kamu tidak berterus terang saja sama Nadine Dham?" tanya Bella lagi tak mengerti cara berpikir Ardham dalam memandang soal cinta.

"Aku malu Bell, aku sudah merasa tua..aku lebih pantas menjadi orang tuanya. Aku merasa menjadi laki-laki pedofil." suara Ardham semakin tercekat dengan mengatakan dirinya sebagai laki-laki yang menyukai daun muda.

Bella tersenyum, melihat sikap Ardham yang terlalu lugu dalam memandang cinta.

"Kenapa kamu harus malu, tidak ada tua atau muda untuk suatu perasaan, dan siapa bilang kamu sudah tua? kamu masih terlihat muda, masih pantas jika bersanding dengan Nadine." ucap Bella yang membuat Ardham termangu di kursinya.

"Apa yang kamu katakan Bell?" tak percaya Ardham.

"Aku mengatakan yang sebenarnya, dan kalau aku boleh bilang...kamu bukanlah laki pedofil karena aku lihat cintamu tulus tanpa ingin menyakiti hati Nadine. Jujurlah pada Nadine sebelum terlambat." nasihat Bella pada Ardham.

"Jujur aku takut Nadine tidak akan memaafkanku. Sudah terlalu banyak kebohongan yang aku buat pada Nadine, aku telah menyakiti hatinya berkali-kali, bahkan aku sempat membuat malu dan menangis." mata Ardham terpejam, mengingat semua perlakuannya pada Nadine di waktu sebelumnya.

"Kamu belum mencoba sudah takut akan kemarahan Nadine, jika seseorang mencintai dengan tulus, dia akan mudah memaafkan?" kata-kata Bella menenangkan hati Ardham.

"Apakah menurutmu begitu?" tanya Ardham meyakinkan dirinya.

"Itu tidak hanya menurutku saja, rata-rata semua wanita seperti itu dengan orang yang di cintainya akan mudah luluh dan mudah memaafkan." Bella berfisolofi.

"Bagaiamana dengan perjodohan Marvin dan Nadine, aku tidak mungkin melanggar keinginan Arsen dan Kayla orang tua Nadine." raut wajah Ardham mulai meredup kembali.

"Pasti di alam sana Arsen dan Kayla tidak akan rela jika putrinya di nikahi seorang laki-laki yang tua." Ardham menhelas nafasnya yang mulai sesak kembali.

"Itu kan rencana Arsen dan Kayla, di saat Nadine masih kecil, dan sekarang Nadine sudah dewasa, biar dia yang menentukan hati nya jatuh pada siapa." ucap Bella mencoba mengerti akan posisi Ardham.

"Apakah itu berati kamu tidak memaksa Marvin untuk menikahi Nadine?" tanya Ardham dengan hati yang berdebar-debar.

"Aku tidak bilang seperti itu...aku tetap berusaha untuk mewujudkan impian Arsen dan kayla untuk menikahkan Marvin dan Kayla. Tapi aku juga tidak menutup mata, jika di mata Nadine ada cinta untukmu, bukan Marvin. Ayolah Dham, bersainglah secara sehat dengan Marvin untuk mendapatkan cinta Nadine. Biar Nadine yang memutuskan nanti." Bella memberi semangat pada Ardham agar bisa meraih apa yang di inginkan.

Ardham termangu, semua kata-kata Bella di cernanya kembali sampai ada sesuatu rasa yang membangkitkan perasaan cintanya pada Nadine. Rasa kerinduannya semakin membuncah dalam hatinya.

"Dham kenapa kamu diam? kapan kamu akan mengungkapkan perasaanmu pada Nadine? jangan katakan jika kamu masih ingin mencari waktu yang tepat, kamu tahu Marvin mulai mencintai Nadine dan aku tahu bagaiamana sifat Marvin dia tidak akan mudah melepaskan sesuatu yang di sukainya apalagi yang di cintainya." ucap Bella mengingatkan Ardham.

"Secepatnya aku akan bicara sama Nadine, aku harus menunggu Anna terlebih dahulu." ucap Ardham dengan pandangan sedikit gelisah. Memikirkan cara bagaimana cara dia mengungkapkan perasaannya pada Nadine.

avataravatar
Next chapter