Haowen tersenyum lebar saat ia melihat pelayan mengantarkan pesanannya. Kebahagiaan Haowen itu sederhana. Cukup dengan segelas besar Ice cream chocolate maka, ia akan menampilkan eye smile terbaik miliknya.
"Thank you." Ujar Haowen semangat.
Sehun? Ya hanya tersenyum saja, bibit unggul ya macam-macam anaknya ini. "Hati-hati tersedak, hmm." Peringat Sehun.
Anggukan Haowen berikan dan juga lengkap dengan senyuman sejuta gula miliknya. "Dad, ayo video call Jes hyung dan juga Baejin hyung." Ajak Haowen.
Berpikir sejenak, akhirnya Sehun mengangguk. Meraih ponselnya dan berpindah duduk tepat di samping Haowen. "Nah, mari kita telfon."
**
Drrt... drrt... drrt...
Jesper memalingkan pandangannya dari buku Jinyoung dan melirik pada layar ponselnya yang menampilkan wajah si duda tua bangka.
"Baejin, kemari." Jesper menggerakan telunjuknya untuk meminta Jinyoung mendekat padanya.
Sret.
"Ck, kenawhy?"
Nah, begini otak adiknya jika terlalu lama bergaul dengan Lucas. Otaknya suka lupa tempat.
"Hyuuuuuuuung."
"Ooiisssh-"
"Anak baik tidak boleh mengumpat."
Hampir saja Jinyoung dan Jesper terjengkang ke belakang karena suara teriakan Haowen dan juga wajahnya yang muncul tiba-tiba pada layar.
Jika bukan adik, mungkin sudah Jesper sumpahi si bungsu ini.
"Hyuuuuung... Haowen dan Daddy thedang makan ice cream. Hyung mau?" Tanya Haowen seraya memperlihatkan gelas besar penuh ice cream dengan taburan buah di atasnya.
"Aku maaauuuuuuuu." Jinyoung tergoda tentu saja. Senang sekali hidup adiknya ini di luar sana. Sedangkan dia? Harus mati-matian berjuang melawan kekejaman saudaranya ini.
"Hyung mau? Nanti Haowen kirimkan dari thini ya." Iya sekali. Belum sampai di sini sudah mencair duluan pesanannya.
"Okeee, jangan lupa ya." Tak apa, yang penting si bungsu sudah berniat baik dan Jinyoung sudah cukup senang dengan itu.
"Apa yang sedang kalian lakukan?" Tanya Sehun. Seperti biasa, tenang.
"Aku belajar dan Jesper hyung membantu mengetuk dahiku. Apa kau tidak lihat jika dahiku sudah memerah, Dad?" Adu Jinyoung menggebu-gebu. Menyibak poni yang menutupi dahinya untuk ia tunjukan pada Sehun.
"Belum terlihat mungkin." Jawaban Sehun membuat Jinyoung mengerang dan menggelepar bagai cacing di atas lantai. Niatnya ingin mendapat pembelaan tapi, lihatlah. Sehun dengan maksud terselubungnya mengatakan pada Jesper agar anak sulungnya itu terus menyiksa Jinyoung.
"Kalian sudah makan?"
"Sudah, Dad. Yang sedang di luar negeri bagaimana?" Tanya Jesper. Melirik sebentar pada Jinyoung yang masih mengerang tak terima karena Sehun ada di pihaknya.
"Setelah sampai hotel sepertinya. Si Belanda masih sibuk dengan makanannya." Melirik pada Haowen tak sudah tak peduli lagi pada keadaan dua kakaknya. Duduk tenang di pangkuan Sehun dengan mulut yang sibuk mengunyah tak tau waktu.
"Belanda?" Heran Jesper. Siapa yang Belanda? Haowen? Mamang iya Haowen ada darah Belanda? Dari siapa?
"Hm, Belanda. Si penjajah. Si bungsu Oh." Jawab Sehun santai. Dan lagi, Haowen terlalu sibuk dengan dunianya hingga ia bisa memperhatikan ucapan manusia sekitarnya.
"Daaaaaaaaad, aku lelaaaaah! Jesper hyuung terlalu menyiksa ragakuuuuuuuuuuu." Teriak Jinyoung setelah merebut ponsel dari tangan Jesper. Tulang dahinya bahkan sudah mencekung sekarang. Manusia labil memang.
"Tak apa. Kau akan menikmati hasilnya nanti."
"Hmmm... Dad. Ingin berpaling pada Jesper hyung sekarang ya?" Jesper itu putra Hades, kenapa banyak sekali sekali yang tertarik padanya? Heran Jinyoung. Wajah macam tembok itu apa bagusnya?
"Jangan mengutukku di dalam hatimu yang hanya sebesar kacang polong itu, Jin." Suara Jesper bahkan penuh dengan aura-aura hitam pekat. Baru suara itu, belum auranya.
"Hehehe... sabar sayangkuuu." Ya mengalah saja intinya, jika tidak ya tinggal nama sudah Jinyoung.
"Ya sudah, lanjutkan belajar kalian dan jangan tidur terlalu lama. Mengerti?" Batas tidur di Istana Oh itu adalah jam sepuluh malam. Lewat dari itu? Siap-siap saja Sehun tendang dari dalam rumah. Tidur di halaman.
"Oke. Hati-hati di sana Dad."
"Hmm. Bye."
"Bye, Dad."
"Byee Hyuuuuuuung."
Telfon mau mati saja baru akan bersuara.
Heran.
**
"Hyung." Panggil Jinyoung saat telfon baru saja mati dan hanya menyisakan mereka berdua.
"Kenapa?" Jesper ya acuh tak acuh saja. Biasanya juga Jesper memang seperti itu.
"Kau punya pacar?" Tanya Jinyoung dengan mata yang menatap penuh binar pada saudaranya itu.
"Jika iya kenapa dan jika tidak kenapa?" Sibuk mengetik sesuatu pada ponselnya tanpa peduli bagaimana saat ini Jinyoung tengah mengutuknya.
"Aku hanya penasaran dan hanya jawab pertanyaanku."
"Tipe kakak iparmu seperti apa?"
Bukannya menjawab, Jesper malah kembali bertanya. Pacar? Makanan apa itu?
"Tipe kakak iparku? Sederhana saja, yang terpenting bisa di ajak bekerja sama." Hidup Jinyoung itu sederhana. Bahagianya juga sederhana, yang bisa dia jadikan sekongkol saja sudah cukup.
"Oh."
Hening.
Hening.
Hening.
"Jadi siapa?"
"Apa yang siapa?"
"Pacarmu?"
"Pacar? Itu makanan apa?"
"Sok-sok makanan, di serempet tetangga baru tau rasa!"
Muak Jinyoung, muak! Punya saudara macam ini? Jual saja di Amazon. Menyempitkan dunia! Menghabiskan oksigen juga.
Cih.
**
"Jadi bagaimana?" Tanya Xukun dengan sebungkus besar keripik kentang di pangkuannya.
"Apa yang bagaimana?" Lucas yang baru datang dari dapur mana mengerti. Duduk di sebelah Xukun yang masih nyaman dengan makanan dan kartun kesukaannya.
"Hey Tayo... hey Tayo... dia bus kecil ramah. Melaju... melambat... Tayo selalu senang."
Badan saja yang bongsor macam bapak orang, tontonan masih ukuran anak batita yang baru bisa menggenggam dot.
Cih.
"Jesper dan pacar rahasianya." Memasukan segenggam keripik kedalam mulutnya dan mengunyah dengan pantat yang bergerak kiri-kanan karena kartun kesukaannya.
"Mungkin bukan pacar. Hanya sekedar dekat saja?" Nah, otak Lucas mungkin sedang berada di tempat yang benar saudara-saudara. Maka demikian ia bisa berbicara benar dan penuh manfaat. Biasanya juga hanya sampah saja yang keluar.
"Pertanyaanku, bagaimana bisa mereka dekat dan kenapa bisa mereka dekat?" Xukun di beri hati minta jantung jika seperti ini. Mentang-mentang otak Lucas sedang berada pada tempat yang benar, ia bisa seenaknya saja menyuruh otak sebesar butiran pasir milik Lucas untuk berpikir.
Kan kejam!
"Dan jawabanku, jangan tanyakan padaku. Apa guna otakmu jika hanya untuk bertanya? Otak di beri untuk berpikir, bukan untuk memberatkan kepala batumu itu."
"Siapa yang memberi? Seenak mulut busukmu saja ya?! Ini otak aku cicil setiap bulannya."
Sepertinya, mereka otak satu berdua. Otak Lucas berfungsi normal malah otak Xukun yang mendarat ke selangkangan.
Satu bertiga juga dengan Jesper, mungkin?
"Susah bicara dengan si bodoh dari jaman purba. Cih."
"Heh, kau! Meghanthropus Erectus! Kau yang hidup di jaman purba! Aku hidup di jaman Dorae~mo~n, la la la... aku senang sekali... Doraeeemoon."
Dan pertanyaannya, bagaimana bisa Jesper tabah berteman dengan dua manusia macam mereka?
TBC.
SEE U NEXT CHAP.
THANK U.
DNDYP.