99 Eps 99 - END

Suara ketukan pintu membuat Yafizan dan Soully mengalihkan kegiatan mereka yang sedang mem-packing barang. Rona masuk ke dalam setelah mendapat sahutan dari majikannya.

"Kalian benar-benar sudah baikan?" Menaikkan sebelah alisnya lalu dengan santai mendaratkan tubuhnya di sofa setelah ia menaruh bungkusan makanan di atas meja. Makanan yang harus ia beli kembali karena tadi siang ia menghabiskannya bersama Elly. "Kalian terlihat segar sekali," dengan bibir yang mengejek, Rona menyindir mereka.

Soully tersipu malu, tapi tidak dengan Yafizan yang memberikan tatapan seolah ingin menerkam Rona hidup-hidup.

"Bercanda, Bos." Rona mengibaskan tangannya sambil terkekeh takut. "Oh ya, Elly menitipkan salam untukmu."

"Elly tadi ke mari? Lalu ke mana dia?" tanya Soully.

"Ya, tadi siang. Dia pergi setelah mendengar suara aneh dari dalam kamar ini," jawab Rona dengan nada sarkasme.

Wajah Soully memerah, namun tidak dengan Yafizan yang terlihat bangga.

"Sebaiknya kau segera menikah, Kakak. Maka kau akan tau bagaimana rasanya," celetuk Soully yang tiba-tiba membuat Rona tak berkutik. Pun dengan Yafizan yang segera mengalihkan pandangannya kepada istrinya itu.

"Benarkan, Sayang?" menghampiri Yafizan dengan melingkarkan tangannya di pinggang suaminya.

Ada rasa kagum dan cinta yang begitu besar dari manik matanya ketika Yafizan memandang Soully. Bahkan ia merasa terkesiap dan membuncah bahagia akan sikap Soully yang tiba-tiba ingin selalu menempel padanya. "Tentu saja." menarik pinggang Soully semakin mendekat. Lalu mengangkat telapak tangan dan mengecup punggung tangan istrinya dengan sayang. "Kau dengar, kan, itu? Panglima Rona." Tanpa sungkan Yafizan mengecup bibir Soully, mengecap rasa manis dari bibir istrinya itu.

"Oh, ayolah, kalian ini sungguh menyebalkan." Rona merasa mual melihat adegan yang dilakukan pasangan suami istri yang ada di hadapannya.

Pertautan bibir mereka berhenti ketika Soully merasa kehabisan nafas. Pasangan itu tak mempedulikan Rona yang merasa salah tingkah.

"Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu, istriku."

"Cinta kamu juga, Suami."

"Apa kalian tidak merasakan kehadiranku?" Rona menyahut tak terima seolah dunia hanya milik tuannya.

"Pergilah, jika kau merasa seperti obat nyamuk," usir Yafizan tanpa menoleh. Rona memutar bola matanya merasa jengah.

"Ehm, sebaiknya kalian pulang besok pagi saja," sahut Erick tiba-tiba membuat pasangan suami istri itu menoleh. "Anggap saja ini hotel bintang lima dengan fasilitas ternyamannya," sambungnya dengan terkekeh pelan.

"Oh, ayolah, Kakak. Kau sungguh menyebalkan." Soully melepaskan diri lalu ia segera menghampiri Erick dengan membuka lebar kedua tangannya, hendak memeluk pria yang ia anggap sebagai kakaknya - penyelamatnya.

Langkah Soully terhenti ketika Yafizan menarik bahu Soully lalu mendahuluinya memeluk Erick. "Jangan berharap istriku memelukmu," bisiknya di belakang telinga Erick, berharap Soully tak mendengar ucapannya. Erick hanya tersenyum.

"Apa ini artinya kalian berbaikan?" tanya Soully yang merasa aneh akan tingkah kedua pria yang ada di hadapannya.

Erick terkekeh lalu dengan sengaja menepuk keras punggung Yafizan kemudian menjauhkannya dari tubuhnya. "Ya, sudah begitu lama kami tak sedekat ini. Rasanya begitu merindukanmu, Sepupuku."

"Ya, betul sekali, Sepupu." Tersenyum paksa, melangkah mundur mendekati istrinya kembali dengan sikap yang possesif.

"Apa kau akan pulang hari ini?" tanya Erick pada Soully.

"Ya, bukankah kau yang menyarankannya?"

"Hm. Aku sungguh membencimu, Soully."

"Hei! Apa hakmu untuk membenci istriku?" Hardik Yafizan tak terima. Soully menarik ujung baju Yafizan agar Yafizan diam.

"Aku percaya jika tuan Erick membencimu, Bos," sahut Rona yang sedari tadi memperhatikan interaksi tiga orang yang ada di depan matanya itu seolah drama keluarga yang ditayangkan secara live. "Tapi yang tak aku mengerti, mengapa kau membenci Soully?" pertanyaan Rona mewakili pertanyaan yang Soully ingin tau jawabannya.

Erick tersenyum simpul, masih berdiri sambil bersedekap di tempatnya semula. "Ya, aku membencimu, Angel. Karena kau menolak cintaku."

Yafizan menyeringai mendengar ucapan Erick. Merasa menang akan Soully yang adalah istrinya.

"Dan aku lebih membencimu lagi. Karena kau lebih memilih pria sombong juga emosian seperti suamimu itu," ucapan Erick menohok keras tepat sasaran.

Seketika seringaian penuh kemenangan itu berganti dengan wajah masam nan gelap seakan ingin membakar Erick hidup-hidup saat itu juga. Lain halnya dengan Soully yang langsung tertawa lepas sehingga tawanya itu menular kepada Rona bahkan Erick yang hanya bisa menahannya.

"Kau menertawakanku, Sayang?" Yafizan mendelik tak percaya. Ekspresi kesalnya berubah sendu namun bahagia ketika melihat istrinya tertawa seperti itu. Dengan sikap yang possesif, ia menarik pinggang Soully mendekat ke arahnya. "Oke, tak apa jika kau menertawaiku. Asal kau senang, aku ikut senang. Tak apa jika Erick membencimu. Tapi aku, suamimu yang arogan dan emosian ini sangat sangat mencintaimu!" Mengecup jemari Soully dengan sensual. Ucapan Yafizan penuh penekanan, membuat pipi Soully merona. "Oh, Sayang. Kau sungguh menggemaskan." Menangkup pipi Soully lalu mengecup bibir istrinya dengan mesra. Sengaja dalam dan di lambat-lambat supaya dua pria yang ada di sana merasa iri.

"Ehm, teruskan kemesraan kalian di rumah saja." Erick berdehem mengalihkan pandangannya, merasa canggung.

Soully memukul dada Yafizan, merasa malu.

"Kalau begitu, aku pergi dulu," pamit Erick.

"Kakak." Langkah Erick terhenti ketika Soully memanggilnya.

Soully melepaskan diri dari pelukan Yafizan. Ia tak peduli lagi jika suaminya akan memarahinya. Saat ini ia ingin sekali memeluk pria yang ia anggap sebagai kakaknya dan banyak berjasa untuknya. Tanpa Erick, dirinya mungkin takkan bisa bernafas sampai saat ini. Dulu, maupun sekarang. Erick adalah teman, sahabat dan kakak yang hangat.

"Kakak, maafkan aku dan jangan membenciku." Berhambur memeluk Erick sehingga membuat Yafizan merasa terkesiap akan tindakan Soully yang secara terang-terangan memeluk pria lain selain dirinya. Bahkan tak segan Erick mendekap dan membalas pelukan Soully.

Langkah Yafizan terhenti ketika ia melihat Rona menggelengkan kepalanya.

Berikan mereka waktu, Bos. Kau harus percaya dengan istrimu.

Ucapan Rona dalam hati memang benar. Ia percaya Soully takkan mengkhianatinya.

"Aku sudah memaafkanmu. Dan aku tak sungguh-sungguh membencimu. Aku sungguh turut bahagia jika kau bahagia, Angel. Sering-seringlah menghubungiku. Sudah cukup kau berpura-pura tidak mengenalku." Soully mengangguk, matanya sudah berkaca-kaca. Erick melepaskan pelukannya, hanya sejangkauan pandangannya. "Jangan sungkan untuk menghubungiku jika suamimu itu macam-macam atau tega menyakitimu lagi. Aku, akan selalu melindungimu." Mengelus sayang rambut kepala Soully.

Tanpa bisa menahannya lagi, Yafizan menarik tangan Soully ketika Erick hendak melabuhkan ciuman di kening Soully. "Sudah cukup. Kau tak usah khawatir. Aku akan menjaga dan melindungi istriku dengan baik sehingga tak akan ada pria lain yang melindunginya selain diriku," tegasnya.

Erick hanya menyeringai lalu tanpa menoleh lagi ia melambaikan tangannya."Jangan lupa pakaikan syal pada istrimu saat keluar nanti." menutup pintu dan Erick hanya menghela nafasnya merasa lega. Ia harus ikhlas.

.

.

.

"Kenapa aku harus memakai syal?" Soully bingung.

Yafizan merasa salah tingkah. Terlebih melihat Rona yang menahan tawanya. "Itu...cuaca di luar sangat dingin," elaknya. "Sayang, ayo duduk dulu. Kau terlalu lama berdiri, nanti kau lelah. Aku akan mencarikan syalnya dulu." Menggiring Soully dan mendudukkannya di tempat tidur. Meninggalkan Soully yang masih kebingungan.

"Aku akan menunggu kalian di bawah," sahut Rona. Tak lupa ia menarik koper-koper di tangan kanan dan kirinya.

Yafizan membungkuk, memakaikan kaos kaki pada istrinya. Secara refleks Soully menarik kakinya, merasa terkesiap akan tindakan Yafizan padanya. "Biar aku saja."

"Diam, dan turuti apa kata suamimu." Menarik kaki Soully ke atas pahanya. Mengusap telapak kaki istrinya yang terasa dingin, memberikan kehangatan sebelum kaki dingin istrinya terbungkus kaos kaki.

Setelahnya, Yafizan menyisir rambut istrinya yang sudah setengah kering. Lalu membantu memakaikan sweater tebal untuk menghangatkan tubuh istrinya. Tak lupa syal yang Erick sarankan tadi.

"Ceroboh sekali, aku terlalu bersemangat sehingga tak menyadari akan mempermalukan Soully nanti," gumamnya dalam hati ketika ia melilitkan syal pada leher istrinya. Merasa malu sendiri akan banyaknya tanda kemerahan yang ia lakukan.

"Tapi, aku harus bangga. Souly adalah milikku. Aku harus menunjukkan siapa pemilikku sesungguhnya." dalam hati, Yafizan menyeringai lebar.

"Aku sangat mencintaimu, Istriku."

Soully tersenyum lebar, ia memeluk Yafizan dengan erat. Ini memang bukan pertama kalinya Yafizan bersikap semanis dan seperhatian itu padanya sebelum dulu ia kehilangan ingatannya.

"Aku juga mencintaimu, Suamiku."

"Mari, kita pulang dan awali semua hari-hari kita penuh dengan kebahagiaan." Soully mengangguk, lalu menerima uluran tangan suaminya.

***

Sepanjang perjalanan di dalam mobil itu terasa hening. Rona yang berkali-kali melihat ke arah Yafizan lewat kaca spion mengisyaratkan untuk bertanya ada masalah apa yang terjadi. Namun,Yafizan hanya berdehem untuk memecah keheningan yang terjadi. Pasalnya, semenjak Soully masuk ke dalam mobil tadi ia terlihat menekuk wajahnya. Dan enggan ketika Yafizan menyentuhnya. Bahkan sekarang ia duduk membelakangi suaminya. Lebih tepatnya ia duduk di jok depan samping Rona yang sedang mengemudi.

"Sayang, apa kau lapar?" Hening, Soully tak menjawab.

"Sayang, tolong jangan acuhkan aku seperti ini. Oke, aku minta maaf. Aku tak bermaksud menyakitimu," ucapnya memelas. "Aku melakukan itu semua karena aku tak ingin di tubuhmu itu membawa virus yang..."

"Oh, jadi maksudmu sekarang di tubuhku banyak virus, begitu?" tukas Soully. "Ya, aku tau, aku baru keluar dari rumah sakit. Tapi aku yakin jika aku tidak membawa virus dalam tubuhku ini. Yang ada aku membawa janin yang sedang bertumbuh dalam rahimku. Ingat, ini anakmu! A-nak-mu!" Tanpa bisa berhenti Soully terus bicara.

"Mengapa aku jadi terlibat perdebatan suami istri ini? Situasiku sungguh sulit, aku terjepit di antara kemesraan bahkan pertengkaran ini," bathin Rona.

Yafizan memeluk Soully dari belakang bersamaan jok mobil yang sedang Soully duduki. Secara spontan ia mengecup pipi Soully yang sedang berbicara tanpa rem.

"Aku mencintaimu." Seketika Soully terdiam. "Maafkan aku. Ini semua salahku."

Rona meminggirkan serta menghentikan laju mobilnya sejenak. Yafizan keluar dari dalam mobil, ia membukakan pintu mobil tempat Soully berada. "Kemarilah dan duduk bersamaku." mengukurkan tangannya, menunggu untuk disambut. Soully masih bersedekap layaknya anak kecil yang merajuk. "Apa kau tega membiarkan suamimu ini sendirian?"

"Kau juga berlaku tega padaku. Aku juga bisa lebih tega padamu," cebik Soully.

"Sayang, jangan seperti ini." berhambur memeluk serta menciumi istrinya.

"Soully, cepatlah kau pindah dan duduk bersama suamimu itu di belakang. Suamimu akan melakukan hal yang nekad bila kau keras kepala seperti itu." Rona menyahut, merasa risih dengan kelakuan pasutri itu.

Soully mendengus sebal. Pasalnya Rona malah memojokkannya. Dengan kesal ia turun lalu masuk ke dalam mobil bagian belakang tanpa mempedulikan Yafizan yang merasa diabaikan. Yafizan menyusul setelahnya. Dan Rona kembali melajukan mobilnya.

"Sayang, jangan diamkan aku seperti ini..." seperti anak kecil manja, Yafizan merajuk, memeluk pinggang Soully dan merebahkan kepalanya di atas paha istrinya. "Jangan diamkan aku seperti ini, hm. Kita baru saja berbaikan, bukan?" Soully tak merepon.

"Sayang..." ucapnya mendayu-dayu. "Maafkan aku. Tolong jangan marah lagi. Aku melakukan itu karena aku tak ingin virus dokter sialan itu menempel pada tubuhmu. Tadi kau...berpelukan dengannya."

Ucapan Yafizan berhasil membuat Soully membeliakkan matanya dan menjadi luluh. "Kau berlebihan. Dokter sialan itu bernama Erick."

Yafizan terbangun. Ia menatap Soully lekat-lekat. "Ya, Erick maksudku." mengecup jemari tangan istrinya. "Tolong, jangan pernah lagi berpelukan dengan pria lain selain diriku. Aku sungguh tak ingin ditubuhmu membawa virus pria lain. Sekalipun pria itu penolongmu atau siapapun itu. Aku tak rela."

Soully menatap Yafizan. Sendu di matanya mewakili perasaan tulusnya. Ya, dia harus mengerti, suaminya cemburu.

"Ya."

"Ya apa?"

"Ya...aku memaafkanmu."

Berhambur memeluk istrinya dengan erat, melabuhkan ciuman yang bertubi-tubi di wajahnya. "Terima kasih, Sayang. Aku mencintaimu." Soully tersenyum. Merasa terharu. "Sayang, bajumu basah."

"Ya, bagaimana tidak basah. Kau menyemprotkan cairan disinfektan kepadaku."

"Maafkan aku. Apakah ini aman? Kau mau ganti baju?"

"Ganti baju? Di sini?" melirik Rona.

"Tidak tidak. Nanti keenakan Rona melihat tubuhmu." Rona mencebik.

"Jangan diulangi lagi."

"Kau juga. Jangan pernah diulangi lagi memeluk pria lain."

"Tapi kau pernah memeluk wanita lain."

"Hah? Siapa? Aku?"

"Ya, siapa lagi."

"Siapa?"

"Tamara."

"Tamara? Siapa dia?" berpura-pura tak ingat.

"Bagaimana dengan pesta pernikahanmu minggu lalu? Apakah lancar?"

"Kau menyindirku?" menggigit gemas. Soully tertawa.

"Tidak. Aku hanya bertanya saja."

"Maafkan aku."

"Kenapa kau selalu meminta maaf?"

"Kesalahanku banyak."

"Ya, benar kau memang banyak salah. Sayang, aku serius."

"Apa?"

"Bagaimana dengan Tamara?"

Hening...

"Dia pergi. Ke luar negeri."

"Kau bersedih?"

"Untuk apa aku bersedih? Kau ini ada-ada saja. Lalu, bagaimana dengan Miller? Apa kau ingat dia tunanganmu di kehidupan lampau?"

"Lalu, Kak Clara dan bibiku?"

"Sudah dari awal kita menikah, aku pindahkan ia ke cabang luar kota. Dan tentu saja bersama bibimu." jawab Yafizan. "Hei, mengapa kau mengalihkan pertanyaanku?"

Soully terdiam dan lalu mengangguk.

"Kau bersedih?"

"Tentu saja. Bagaimanapun mereka keluargaku. Walaupun aku tidak diakui. Begitupun dengan Miller. Sayang sekali dia dulu menolakku, padahal aku wanita paling cantik seduni." Soully terkekeh.

"Ya, kau yang paling cantik." mencium pucuk kepalanya. "Jangan bersedih. Ada aku, yang akan selalu menjagamu dan menerimamu."

"Janji?"

"Tentu saja."

"Sayang."

"Apalagi? Kau ini cerewet sekali. Istirahatlah, nanti setibanya aku akan membangunkanmu."

"Aku tidak mengantuk. Apa...kau akan kembali ke sana?"

"Ke mana?"

"Negeri asalmu."

Sejenak Yafizan berfikir. "Apa kau mau ikut?"

Soully mengangguk. "Aku akan ikut ke manapun kau pergi dan tinggal. Tapi bagaimana dengan hartamu di sini?"

"Kau memikirkan hartaku?" Yafizan mendelik tak percaya.

"Tentu saja. Semua hartamu untuk masa depan anakmu nanti. Siapa yang tau kau akan menghilang dan takkan kembali lagi." bercandanya namun ada rasa kecewa dalam nada suara Soully.

"Tak akan. Aku akan selalu bersamamu, sampai kita tua nanti, dan ajal menjemput. Aku janji."

"Terima kasih. Tapi, Sayang jangan lupa kau harus membagi warisanmu padaku."

"Jangan lupa untukku juga." Rona menyahut.

"Hah, kalian ini sungguh menyebalkan."

Soully dan Rona yang sedari tadi menyimak hanya tertawa.

Dalam keheningan malam hari yang sejuk ini. Memecah suasana jalan raya kota. Tiada hal yang paling membahagiakan dirinya selain melihat istrinya tersenyum dan tertawa saat ini. Dalam hatinya Yafizan berjanji akan selalu membahagiakan istri dan anak-anaknya.

Terima kasih karena kau hadir dalam kehidupanku. My Soully, my Angel. Belahan jiwaku...

- THE END -

Akhirnya cerita ini selesai. Maafkan klo endingnya kurang greget ya đŸ™đŸ»

Di sela sibuknya berfikir sambil bekerja, otakku udah stuck banget...

Jaga kesehatan & selalu memakai masker!

Nantikan story aku berikutnya ya...

Itupun klo masih ada yg mau baca đŸ€­

Salam hangat

Miss_GK 💕

avataravatar
Next chapter