webnovel

My Slave, My Servant, My Daughter

kisah tentang Pak Sumi, seorang intel kepolisian yang berhasil membuka kedok rumah Bordil dan menemukan hal yang lebih buruk daripada PSK (Pekerja Seks Komersial) yaitu menemukan seseorang yang akan merubah hidupnya untuk selamanya. kisah tentang keluarga, masa lalu, dan ambisi seorang anak. Kisah tentang suatu keluarga kecil yang berperan besar dalam beberapa kasus skala nasional, masa lalu yang penuh dengan intrik, persahabatan, juga kengerian dan kekejian, serta ambisi seorang anak untuk mendapatkan kepercayaan, cinta dan kasih sayang... ah dan juga tubuh. Cerita akan berkutat pada Marie dan Pak Sumi, lalu orang-orang yang terdekat seperti Bu Rati (Istri Pak Sumi), Tiga anggota daun Semanggi (Clover), dan tokoh antagonis. Apakah Marie bisa mendapatkan apa yang diinginkannya? berakhir bahagia atau tidak, itu semua pilihan anda, pembaca. *Penulis sangat tidak menyarankan untuk dibaca oleh anak-anak tanpa pengawasan Orang tua. Isi konten dan konflik cerita sangat mungkin TIDAK SESUAI untuk anak-anak (atau mungkin sebagian remaja baru). dimohon kedewasaan pembaca. **pict source: https://www.trekearth.com/gallery/Africa/photo1403560.htm

Cloud_Rain_0396 · Horror
Not enough ratings
102 Chs

EXTRA: Bak Dua Sisi Koin

Kenyataannya Deni tidak ditangkap dan hanya mendapatkan hukuman wajib lapor dan di skors selama 1 minggu dengan masa percobaan (maksudnya, setelah jangka waktu satu minggu, Deni harus mengisi absen di bagian administrasi dan mengaktifkan statusnya menjadi mahasiswa lagi, jika tidak, maka akan langsung DO).

Hal ini dikarenakan Deni dianggap 'tidak sengaja membunuh' mereka dan dia melakukannya karena membela diri. Itu adalah simpulan polisi setelah melakukan rekonstruksi kejadian, dan tentunya dengan andil Warno.

Tidak salah jika Deni waktu itu membela diri. Tapi, juga tidak dibenarkan jika Deni hanya membela diri. Deni harusnya bisa tidak membunuh 2 orang yang lain, karena mereka waktu itu hendak kabur setelah melihat dua rekannya terbunuh, namun, Deni mengantarkan mereka ke malaikat pencabut nyawa dengan menggorok leher mereka.

Namun, Deni kehilangan beasiswa penuhnya, karena Indonesia menganggap jika Deni tidak berkelakuan baik, maka hanya beasiswa untuk pendidikan saja yang ditanggung mulai saat ini. Alhasil Deni harus bekerja untuk bisa hidup di Malaysia.

Disaat yang bersamaan, saat Deni selesai berurusan dengan polisi, dan pulang ke Apartemen, Pada malam hari di hari yang sama Deni menerima telepon dari Pak Warno. Awalnya Deni kira itu dari Pak Warno yang akan memberi laporan tentang pertanyaan Deni, tapi Lagi-lagi Lili yang bertelepon.

"Alo? papa?" Kata Lili.

"Iya ini Papa." Kata Deni yang baru merebahkan badannya.

"Ehehe... Papa-papa~, um, Aku sudah bisa mengingat a-b-d-f." Kata Lili.

(Deni tersenyum) "Ah begitu? Lili pintar, ah Lili, boleh papa bertanya?" kata Deni sembari tidur terpejam dan memegang kepalanya.

Hari ini adalah hari yang berat baginya.

"Tanya apa?" Kata Lili.

"Di tas Lili ada racun tikus buat apa?" Lanjut Deni.

"Rakus?" Kata Lili.

"Bukan rakus Lili, racun." Kata Deni.

"Gak ada racun yah-" Kata Lili.

"Oh" untuk sesaat Deni berpikir jika Pak Warno berbohong tentang racun itu.

"Adanya obatnya mama." Kata Lili polos.

Deni bingung, apa maksud perkataan Lili. Lalu Deni duduk.

"Apa maksudnya, Lili?" Tanya Deni.

"Ya obatnya mama. Mama bilang ke Lili untuk menyimpan ini. Kata mama jangan sampai papa tahu, kalau tahu nanti mama bisa kena marah karena obat ini mahal." Kata Lili.

Deni terdiam. Dia tak habis pikir ternyata Sarah sendiri yang meminum obat tikus. Tapi Deni masih tidak percaya akan hal itu.

"Papa? Halo?" Kata Lili karena Deni tidak kunjung berbicara.

"Ah, Lili, coba papa ingin tahu apa Lili sudah bisa a-b-c." Kata Deni.

"Oh! Tentu Lili tahu!" Kata Lili bersemangat.

"Coba Lili ambil obatnya mama sekarang." Pinta Deni.

"Bentar ya papa!" Kata Lili.

Kemudian terdengar suara derap langkah anak kecil. Nampaknya Lili bersemangat untuk menunjukkan hasil belajarnya ke Deni.

"Papa? sudah, ini obatnya." Kata Lili.

"Sudah? (Deni menelan ludah) Terus bisakah Lili melihat ada huruf-huruf yang besar disana?" Tanya Deni.

"Huruf yang besar? Hmm, ah ada!" Kata Lili.

"Nah itu, coba Lili katakan ada huruf apa saja disana." Kata Deni.

"T-E-M-I-X" Eja Lili.

Tanpa sadar Lili mengeja salah satu merek obat tikus. Lalu Deni berdiri dari posisi duduk.

"…"

Deni terdiam sesaat. Kepala lelaki itu terasa berat. Dengan sangat menahan amarahnya, Dia berusaha tetap tenang.

"Wah Lili pintar ya sekarang." Kata Deni.

"Ehehe, makasih pa." Kata Lili.

"Lalu mama minum itu?" Tanya Deni.

"Iya! Kata mama, mama harus meminum ini." Kata Lili.

"Setiap hari?" Tanya Deni.

"Hm, tidak tahu pa. Tapi-tapi, kalau mama Lupa, Lili ingetin kok." Kata Lili.

"Lilii!" batin Deni.

"Kenapa mama meminum itu?" Tanya Deni.

"Gak tau, Lili gak ingat. Hmm tapi mama pernah bilang mau pergi bersama Lili liburan yang jauuuuh." Kata Lili.

"Liburan? Sama Lili? Ee, Lili, Lili juga minum obat mama ya?" Tanya Deni.

"Lili minum kok! Hm, tapi Lili selalu lupa, ehehe, ah sekarang Lili mau meminum ini." Jawab Lili.

"Jangan! Ah maksud papa, tidak usah ya, papa punya obat yang lebih manjur. Buang saja ya obat itu, Obatnya sudah lama, sudah kedaluwarsa." Kata Deni.

"Beneran pa! yeay! Eh Pak Warno?" Tanya Lili.

"Ee.. Pakde War." Jawab Deni.

"Oh Pakde War, oke Lili mau ke sana dulu!" Kata Lili.

"Lili, setelah ini kasihkan ke pakde ya papa juga mau ngomong dengannya." Kata Lili.

"Yah, iya papa." Kata Lili.

Deni merupakan seorang yang pintar. Dia berpikir mengapa Sarah berkata ingin pergi liburan. Deni berpikir jika Sarah berkata seperti itu maka, hidup dengan Deni adalah menjadi siksaan baginya.

Kemudian Deni teringat akan kisah lama. Yaitu kisah sebelum mereka menikah. Deni sempat berjanji satu hal pada Sarah, yaitu sebuah janji jika mereka akan selalu bersama, kapan pun dan dimanapun.

Sekarang Deni berpikir seperti ini.

Pengumuman Deni diterima untuk mendapat beasiswa adalah dua bulan sebelum sekarang. Dalam jangka waktu dua bulan, itu sudah lebih cukup untuk mati keracunan. Tapi mengapa Sarah tidak langsung meminum sekaligus agar langsung menemui ajalnya? Tapi apakah hanya itu penyebab Sarah sampai memutuskan untuk bunuh diri?

Deni melupakan kemungkinan lainnya yang masuk akal. Dimana kemungkinan ini sengaja Deni lupakan bahkan jika itu hanya ada dibenaknya. Itu adalah kemungkinan Sarah tidak mencintainya.

Pernikahan mereka adalah inisiatif kedua orang tua masing-masing pihak. Mereka dijodohkan. Deni dipaksa menikah dengan anak seorang kiai, seorang perempuan yang hanya mengenal kehidupan pesantren, dan jarang bersosialisasi dengan pria lain.

Tapi, Prinsip Deni dari masa lajangnya tidak berubah. Orang itu bertekad akan mencintai istrinya siapa pun orangnya. Meskipun Deni sama sekali tidak mengenal Sarah pada awalnya, tapi mereka 'dipaksa' bersama.

Deni memenuhi tekadnya. Ia berhasil mencintai Sarah seutuhnya. Tapi apa itu pula yang terjadi pada Sarah? Bahkan selama hampir sedasawarsa bersama, Deni tidak pernah mengungkit masa lalu Sarah. Suatu kemungkinan jika Sarah punya lelaki lain yang telah menarik hatinya sedari dulu hingga merasa hidup dengan Deni adalah sebuah siksaan.

Alasan finansial seperti kesulitan uang tidak bisa menjadi alasan Sarah bunuh diri. Deni hanya mendapati alasan ia punya hati di lelakilah yang dapat menjelaskan mengapa Sarah meninggalkannya. Tapi kenapa harus bunuh diri? Terlepas dari itu, Deni memahami bila Sarah tidak mau membuat semuanya khawatir, oleh karena itu kemungkinan besar meminum racun itu sedikit demi sedikit. Faktanya, Sarah menderita sakit kepala yang parah hampir selama 2 minggu.

2 minggu adalah waktu yang sama saat Deni mendapatkan hasil tes ke Malaysia. Ada kemungkinan lain yang juga terpikir oleh Deni. Namun kemungkinan ini bersifat kontradiktif. Jika Sarah tidak menyukai Deni mengapa saat pertama Ia sakit kepala bisa sama dengan waktu Deni mendapatkan hasil seleksi beasiswanya? Dalam kata lain, jika Sarah tidak mencintai Deni mengapa Sarah mulai meminum obat tikus saat Deni akan meninggalkan Sarah ke luar negeri?

"Assalamualaikum, Den." Kata seseorang didalam telepon yang membuyarkan angan Deni.

"Wa-Waalaikumsalam." Jawab Deni.

"Kenapa lagi?" Tanya Pak Warno.

Sebenarnya, Lili bisa menelepon Deni melalui ponsel Pak Warno karena anak itu merengek kepada Pak Warno. Alhasil Pak Warno menelepon Deni dan memberikan ponselnya kepada Lili. Lalu anak itu berlari ke kamarnya

"Ah tidak, hanya banyak pikiran." Kata Deni.

"Oh iya maaf den, Aku lupa menanyakan tentang racun tikusnya, Aku akan menanyakannya ke Lili sekarang." Kata Pak Warno.

"Tidak, tidak, Aku sudah bertanya padanya, sudah Aku suruh dia buang racun itu." Kata Deni.

"Oke sip. Kalau begitu akan aku tutup ya telepon ini, jangan lupa makan dan minum tetap dijaga, jangan sampai sakit. As-" Kata Pak Warno terpotong.

"KAK- kak sebentar, boleh Aku tanya sesuatu?" Pinta Deni.

"Apa itu?" Kata Pak Warno sambil terus memandang komputernya.

Pak Warno sedang sangat sibuk saat ini.

"Sarah, istriku, dulu apa punya pacar sebelum kami menikah?" Tanya Deni.

"Hmm pacar ya… sepertinya tidak.. ee.. tidak benar jika menyebutnya pacar, tapi seorang lelaki yang dekat sebelum Ia dinikahkan denganmu. Tapi ya, itu kisah masa lalu." Kata Pak Warno.

Seperti yang telah Deni duga, dan jika tebakkan yang satunya juga benar,

"lalu sekarang lelaki itu ada dimana?" Tanya Deni.

"Hei-hei-hei, jangan-jangan menurutmu dia yang membunuh Sarah? Kalau begitu biar kakakmu sendiri yang menangkapnya." Kata Pak Warno.

"Meskipun Sarah mati dibunuh itu sudah takdir dan a\Aku sudah rela." Deni berkata setengah bohong.

Deni memang sudah ikhlas Sarah mati, tapi tidak dengan penyebabnya.

"Sepertinya 3 minggu yang lalu Dia kecelakaan dan meninggal." Kata Pak Warno.

Ternyata tebakkan Deni benar. Seperti yang Deni duga, sejauh ini istrinya bunuh diri karena tiga hal, yang pertama Dia kehilangan kekasihnya itu, dan yang kedua Dia juga akan 'kehilangan' suaminya juga. Alasan lain yang sangat tidak masuk akal adalah Lili.

Menurut Deni, Sarah mempunyai gelagat jika Ia tidak menyukai anak idiot itu, meskipun itu adalah anaknya kandungnya.

Kini Deni sudah tidak tahu lagi harus apa. Agama yang seharusnya menjadi pembeda yang benar dan salah, menurut Deni agama hanya sebagai formalitas. Itu sebabnya Dia hanya ke masjid jika merasa tertekan dan membutuhkan bantuan untuk menenangkan hatinya. Tapi tidak kali ini.

Hati Deni tak pernah tergores sedalam ini. Dia harus berpisah dengan anak dan istrinya, Dia kehilangan setengah beasiswa. Pun dari awal kehidupan kampusnya berantakan, bahkan ternyata Dia tidak memiliki cinta istrinya dari awal. Istrinya hanya mencintainya sebagai suami karena tuntunan agama, dan tidak bisa mencinta secara seutuhnya. Bagi Deni, alasan terakhirlah yang memiliki dampak paling besar. Bukannya kehilangan tubuh Sarah, tapi tahu jika dari awal sudah tidak memiliki cinta Sarah.

"Den? Kau masih disana?" Kata Pak Warno.

"Ah maaf aku terdiam. Kak, sekali lagi terima kasih telah membantuku siang tadi." Kata Deni.

"Oh masalah 4 berandal itu? Tidak apa-apa Kau juga hanya membela diri kan?" Kata Pak Warno.

"Ya, aku hanya membela diri. Nah karena itu juga mungkin ada sedikit masalah dengan beasiswaku. Mereka memotongnya. Yah meskipun tidak begitu besar (dia berbohong), tapi tetap saja aku harus mencari pekerjaan." Kata Pak Warno.

"Loh tidak usah bekerja, Aku transfer uang dari sini saja ya." Kata Pak Warno.

"Tidak usah repot, kau tahu kan kalau aku tidak suka yang seperti itu. Selain itu aku sudah menitipkan Lili Padamu." Kata Deni.

"Lili? Sudah jangan pikirkan itu, Lagi pula dia keponakanku. Tapi kamu memang ingin…" Kata Pak Warno terputus.

"Ya dengan hasil keringatku sendiri." Kata Deni.

Pak Warno sangat mengerti sisi Deni yang ini.

"Hmm baiklah, tapi jika ada apa-apa bilang, akan ku bantu." Kata Pak Warno.

"Iya. Kalau begitu, assalamualaikum." Kata Deni.

"Waalaikumsalam." Pak Warno menutup teleponnya.

Deni menolak bantuan dari Pak Warno. Deni sudah punya rencana sendiri. Mulai dari sini Deni sudah tidak waras. Deni ingin bertemu dengan istrinya di neraka. Deni juga ingin bunuh diri. Tapi tidak sendiri. Dia ingin Lili juga ikut bersama mereka berdua. Deni ingin mereka bertiga hidup bahagia di neraka.

Tapi Deni tidak mau melakukannya secara langsung. Dia ingin melakukannya seperti istrinya. Secara perlahan-lahan.