Tak terasa, satu minggu berlalu dengan cepat setelah kematian Mom Zeas atau Lilac. Rosea, Alaric, dan Darren segera kembali ke Indonesia dua hari setelah acara pemakaman.
Rosea tidak jadi ke Australia dan membatalkan rencana S2 nya. Dia memilih untuk membantu menjalankan bisnis keluarganya yang berada di Indonesia ketimbang melanjutkan sekolahnya. Daddy Rosea tentu saja melarang hal tersebut, dia ingin putrinya melakukan semua hal yang di sukai. Tetapi, Rosea yang keras kepala tetap tidak ingin mengalah.
Gadis itu kini sedang duduk di bangku taman untuk mencari inspirasi dalam novel selanjutnya yang dijadwalkan terbit bulan depan. Mungkin ini akan menjadi novel terakhirnya sebelum dia harus benar-benar memegang kendali perusahaan.
Taman yang sepi membuat Rosea mendapatkan banyak inspirasi dan ide. Cuaca yang mendukung di sertai dengan semilir angin yang ringan membuat semuanya terasa sempurna. Di tambah dengan segelas cappucino latte dingin favoritnya.
Rosea terlihat cantik menggunakan hotpants berwarna hitam dengan cross over top lengan pendek berwarna putih. Rambutnya dia gerai membuat wajahnya terlihat semakin cantik. Tidak lupa dengan make up tipis yang menambah kesan feminim pada diri Rosea.
"Hari yang sempurna," Rosea bermonolog.
Dia mencari sebuah pensil di tasnya berniat untuk menggambar. Tetapi, belum sempat barang yang dia cari di temukan, seseorang membekap Rosea dari belakang hingga membuat gadis itu pingsan seketika. Mobil SUV atau Sport Utility Vehicle berwarna hitam datang dan membawa Rosea begitu saja.
***
Darren terus memandangi wanita di depannya. Itu sekretaris yang Rosea kirim untuknya. Sungguh, demi apapun Darren tidak membutuhkan sekretaris selagi Rosea masih di sekitarnya. Dia lebih nyaman Rosea yang menghandle dirinya dan beberapa pekerjaannya.
Selain itu dia juga jadi memiliki alasan untuk menghabiskan waktu lebih banyak dengan Rosea. Dan Rosea, gadis itu malah mengirimkan perempuan muda yang terlihat polos dengan tubuhnya yang terbilang biasa saja.
Darren yakin Rosea tahu betul bagaimana tipe idealnya. Darren pria normal yang menginginkan wanita— astaga, lagipula ini hanya sekretaris, bukan jodohnya.
"Perkenalkan dirimu," kata Darren. Pria itu terlihat sangat malas dengan sesi wawancara ini. Darren seperti kurang tertarik.
Wanita dengan rambut hitam pendek yang sedikit ikal di depan Darren menunjukkan senyum manisnya. Lesung pipi di sebelah kanan menambah pesona dalam dirinya. Pakaian sederhana yang terlihat elegan membuat Darren sedikit heran. Bagaimana bisa kemeja berwarna putih dengan detail ruffle pada lehernya yang dipadukan bersama mini tube skirt berwarna putih.
Bibirnya mulai terbuka hendak mengeluarkan suaranya. "Perkenalkan Tuan Gale, nama saya Ashana Cheryl. Usia saya 24 tahun. Saya lulusan S1 managemen bisnis dari Universitas Indonesia dengan nilai IPK 3,8."
Darren mulai tertarik dengan gadis bernama Ashana tersebut. Rupanya selisih umur mereka hanya satu tahun. Darren mengulum senyumnya melihat Ashana terlihat sangat sopan, sekarang dia tahu mengapa Rosea memilih Ashana dari ratusan pendaftar lainnya.
"Asha, apa kau tertarik padaku?" Tanya Darren secara langsung. Darren muak dengan semua wanita yang mau mengisi posisi sekretaris hanya karena tertarik pada dirinya. Dia juga ingin mendapat sekretaris seperti Claire yang terlihat mati rasa terhadap Alaric.
Respon Ashana terlihat tidak biasa. Dia terkejut dengan mata membulat yang tajam. "Apa yang kau maksud adalah semacam cin—"
Ponsel Darren berdering secara tiba-tiba sehingga Ashana segera terdiam. Pemilik ponsel segera mendengus malas saat melihat nama Bara yang ada tertera di sana.
"Apa-apaan?! Video call? Dia pikir dia siapa sampai seenaknya melakukan ini?!" Kesal Darren meskipun tetap mengangkat panggilan tersebut.
"Hai, Darren!" Suara Bara langsung terdengar bersamaan dengan wajah pria tua tersebut yang nampak terlampau bahagia.
Darren mulai curiga.
"Maaf, tetapi saya tidak memiliki waktu un—"
"Fuck! Apa yang kau lakukan padanya?!" Wajah Darren berubah menjadi menyeramkan. Sorot mata tajam dengan rahang mengeras dan bola mata yang menggelap seakan menjelaskan betapa marahnya Darren sekarang. Di tambah dengan kepalan tangan yang sangat ketat hingga otot-otot tangannya terbentuk.
Bagaimana dia tidak marah jika hal yang sedang dia lihat di telepon genggam-nya adalah sosok Rosea yang sedang di sekap di sebuah kursi. Kedua tangan dan kaki gadis itu diikat dengan tali.
"My Rose, kau baik-baik saja?! Aku akan datang ke sana sekarang. Tunggu aku oke?" Bara memposisikan ponselnya pada Rosea. Gadis itu tidak berbicara apapun saat mendengar suara Darren. Matanya hanya bergulir malas.
"Batas waktumu hanya sampai jam delapan malam. Datang, dan bertekuk lututlah di depanku."
***
"Di lihat-lihat, kau cantik juga. Rasanya aku ingin memperkosamu," Bara mendekati Rosea. Mengamati wajah gadis itu dengan seksama bagaikan barang penelitian yang memerlukan sebuah pengamatan ekstra.
Rosea menarik sudut bibir sebelah kanannya kemudian meludah tepat di wajah Bara. Tak ada ekspresi ketakutan sedikitpun pada gadis itu. Karena dia tahu, Bara salah dalam memilih lawan.
"Lanjutkan bicara kotornya, maka ku pastikan mulutmu tidak akan bisa berbicara kembali." Sinis Rosea sambil menyeringai.
Bara tertawa tajam. Dia merasa semakin tertantang dengan keberanian gadis di depannya. Gadis cantik dan menggoda yang ternyata sangat pemberani. Bahkan dia pernah membuat Bara dirawat di rumah sakit akibat patah tulang hidung.
"Hidungmu kenapa Tuan? Bengkok uh? Apa karena—"
Plak!
Sebuah tamparan mendarat di pipi kanan Rosea. Gadis itu tidak berpaling sedikitpun. Dia menahannya dengan sangat baik meskipun sedikit meringis kesakitan. Rosea sangat benci luka memar dimanapun terutama bagian wajah. Itu membuat dirinya merasa sangat tersakiti dan bisa mengundang orang untung mengasihaninya. Rosea tidak butuh belas kasihan orang. Dia gadis yang kuat.
"Lakukan sekali lagi maka hidungmu akan patah." Ketus Rosea dengan sorot mata yang tajam.
Bara menarik sebuah kursi dan duduk tepat di depan Rosea. Dia semakin tertarik dengan gadis itu.
"Rosea Angelinedave. Kekasih dari Darren Gale. Apa kau pelacur sampai Darren tidak mempublikasinya?" Bara tertawa sarkas, menertawakan Rosea dengan puasnya.
"Kau tidak usah menangis sayang, aku yang akan membantumu untuk dikenal banyak orang. Kau harus berterima kasih padaku karena mulai besok, dunia akan mengenalmu sebagai kekasih Darren Gale. Bukankah aku sangat baik?" Bara melayangkan jari telunjuknya ke rahang Rosea dan menariknya dengan kasar hingga gadis itu mendongak.
Rosea malah tertawa sinis. "Mengucap namaku saja kau tidak becus. Suruhanmu pasti sangat bodoh sampai tidak bisa menembus informasi pribadi seseorang di pemerintahan."
Bara terlihat terdiam selama beberapa saat. Entah mengapa dia seperti tertarik ke dalam aura pekat dalam diri Rosea.
"Tidak usah berlagak keren, gadis manis. Kau hanya salah satu pelacur kesayangan Darren yang sialnya menjadi kelemahan dia." Balas Bara sambil mencekram rahang Rosea dengan kuatnya.
Rosea tertawa terbahak-bahak. Rasanya dia ingin segera mencabik-cabik tubuh pria tua di depannya.
"Cari tahu lebih dalam tentangku sebelum kau menyesal." Ucap Rosea penuh penekanan pada setiap katanya.
Bara tidak terprovokasi dengan hal itu. Dia meludah di depan wajah Rosea, membalas perbuatan gadis itu beberapa menit yang lalu. Hal itu membuat mata Rosea menggelap. Bibir itu akan Rosea beri pelajaran.
"Memang kau siapa sampai sombong seperti ini? Kau tidak mengenalku? Aku adalah salah satu dari orang paling berpengaruh di Indonesia." Bara mulai menyombongkan dirinya, membuat Rosea tidak bisa bersabar lagi.
"Hanya di Indonesia? Ck! Segitu saja kau sudah sombong. Mau kuberitahu ejaan namaku yang sesungguhnya?" Rosea menatap Bara dengan tajam, membuat pria berkepala empat tersebut merasa geram dan sedikit terancam.
"Kau menghilangkan kata Zeas di tengah namaku, Tuan Bara. Perkenalkan, aku Roseazeas Angelinedave."