webnovel

Bintang

Andai bintang seindah namanya mungkin aku bisa bahagia, tidak. Tersenyum saja aku merasa bersyukur.

-Rena-

***

Setelah Bimo memaksakan kehendaknya tiba-tiba pria itu menghentikan gerakannya saat melihat Bunga tak bergerak sama sekali, tiba-tiba wanita itu menutup matanya dan terlihat pucat. Bimo yang khawatir kemudian berusaha membangunkan dia tapi tak ada tanggapan sama sekali, bergegas pria itu memakaikan Rena baju lalu membawanya ke rumah sakit. Tak lama setelah diperiksa, Rena terbangun dan ternyata mengalami syok lalu pingsan.

"Saya ingin berbicara empat mata kepada anda," ucap sang dokter.

"Baik dok."

"Anda walinya bukan? Boleh tau, anda siapa pasien?" tanya salah satu dokter.

"Saya suaminya dok."

"Okey, saya ingin bertanya sebelumnya apakah pasien mengalami kekerasan saat melakukan hubungan suami-istri?" tanya sang Dokter.

"E—n—gak Kok d—ok!" ungkap Bimo yang berusaha mengelak. "U—hm, saya waktu jadi suaminya dia itu udah gak perawan dok mungkin karena hubungan sebelumnya," lanjutnya.

"Baiklah, ini kasus yang kerap terjadi hanya saja biasanya suami yang berperan penting dalam hal ini. Jika benar begitu, yasudah. Saya hanya ingin pesan kepada bapak karena menurut kesehatan, memaksakan hubungan itu bukan hal baik itu akan melukai alat kelamin wanita dan menimbulkan luka bahkan lebih parah pendarahan. Dan, hal ini akan membuat kondisi sang wanita semakin melemah. Saya akan meresepkan obat untuk pasien, tapi saya pesan dijaga baik-baik ya istrinya. Saya juga menemukan beberapa luka di sekitar tubuhnya. Apa bapak memukulnya?"

"Enggak dok, soal luka itu dia terbentur sendiri saat jalan makannya begitu."

"Baiklah, jika begitu. Karena pasien sudah membaik jadi bisa pulang ke rumah ya." Sang dokter mencatat resep yang akan diberikan lalu menyerahkannya pada Bimo. "Ini resep obatnya, bisa diambil pada apotik rumah sakit pada kanan jalan sebelum gerbang utama."

"Baik Dok, Terima kasih. Dokter cantik sekali, boleh saya minta nomornya?" tanya Bimo yang merapikan rambutnya.

"Maaf Pak, saya udah punya pacar."

"Pacar dokter pasti membosankan enggak kayak saya. Ayolah dok, plis!"

"Tidak pak, jika masih seperti itu maka saya akan memanggil satpam ke sini!"

"Hem, iyadeh dok. Cuman bercanda aja." Bimo keluar dari ruangan lalu menunggu di ruang duduk dan mengambil obat milik Rena saat dipanggil nomor urutnya. Ia kemudian membawa Rena pulang dengan mobilnya. Sampailah mereka di rumah, Bimo menggendong Rena sampai ke ranjang mereka lalu pergi.

"Kamu mau ke mana?" tanya Rena.

"Ada urusan kantor biasa, Ayah yang minta aku ke sana. Kamu di rumah aja ya jangan ke mana-mana." Bimo mulai mengendarai mobilnya dan pergi ke diskotik sendirian lalu meminum alkohol dan melihat para wanita cantik di sana. Hingga tiba-tiba seorang wanita mendekatinya dengan tampilan yang sexy.

"Hallo, Tuan. Tampan sekali kamu tapi sayang sendirian. Mau berdansa denganku?" tanya wanita itu mencoba merayu Bimo seraya mengusap dadanya yang mengenakan jas serta dasi itu.

Bimo mulai memandang dia dengan tatapan penuh nafsu. Pria itu kemudian melingkarkankan tangannya pada perutnya lalu berdansa dengannya. Mereka berputar-putar dan saling menatap satu sama lain, lalu mendekatkan wajah mereka hingga berciuman. Wanita itu membenamkan mulutnya dengan sarkas ke Bimo. "Aaa, Waw Amazing Fantasy," erang wanita itu yang aktif dan berjalan ke arah leher Bimo lalu memeluknya. Ia mulai menyentuh dada Bimo dengan lembut.

"Sial, aku tak tahan lagi! Maukah kamu tidur denganku malam ini?" tanya Bimo dengan bisikan pelan pada wanita itu.

"M … A … U …," ucap wanita itu dengan ucapan dan nafas panjang hingga membuat telinga Bimo geli dan semakin tak tahan dengan godaanya. Pria itu menggendong wanita yang berada di depannya lalu membawanya ke mobil dan mereka melakukan Check In di Hotel Bintang Empat Sengko.

Tak butuh waktu lama untuk keduanya saling bernafsu satu sama lain, mereka sama-sama membuka baju dan juga memenamkan bibir satu sama lain. Saling menikmati permainan dan jurus juluran lidah, hingga akhirnya mereka sama-sama jatuh di atas ranjang.

"Waw, dada kamu So Good," ucap wanita itu seraya menyentuh dada Bimo.

"Ahhh, wanitaku malam ini. Waw!" ungkap Bimo saat semakin nakal dalam permainannya.

"Oh No! Berhenti dulu! Aku ingin pakai pengaman supaya enggak ada masalah. Gapapa kan?" tanya Wanita itu. 'Sialan!' pikir Bimo dalam benaknya.

"Okay, gamasalah." Bimo mulai melakukan aksinya kembali. 'Semoga saja kali ini masih gadis' pikir Bimo dalam pikirannya.

"Oh Nooo! Why Wh—y Kamu berg—erak beg—itu He—y Aw." Gadis itu tak henti-hentinya protes atas setiap gerakan yang Bimo berikan. Itu membuat Bimo sangat geram tapi mau bagaimana lagi pria itu harus menahan amarahnya saat ini. Tiba-tiba saat mereka sedang asik bermain ponsel milik Bimo berdering cukup kencang dan ia menghentikan aksinya setelah tau itu dari Rena.

"Hei! Kenapa berhenti! Hallo! Hey!" teriak Wanita itu.

"Sit Up! Diam dulu!" Bimo mengamuk pada wanita itu yang akhirnya membuat dia bungkam. "Hallo, kenapa sayang?" tanya Bimo.

"Uh—m aku mau titip buah pepaya bisa berikan padaku?" tanya Rena di balik telelponnya. 'Hari ini, Rena mulai akrab dan tak takut denganku dan baru kali ini aku mendengarnya meminta tolong padaku' pikir Bimo kemudian tersenyum tanpa sadar lalu berkata, "Oke, tunggu ya." Pria itu mematikan ponselnya dan merapikan bajunya.

"Hey! Mau ke mana!" teriak Wanita yang telah telanjang bulat itu.

"Gue mau Pulang!"

"SIALAN! Ini dilanjutin dulu bego!"

"Makan tuh alat pengaman yang kamu kasih! Sungguh kurang nikmat jika menggunakan itu, ah satu lagi bahwa milikmu jauh dibawah milik istriku. Sangat tidak mengenakkan. Ah, satu lagi kamu sangat bawel itu mengganggu telingaku!" Bimo mulai memberikan uang pada wanita itu satu ikat lalu mengambil tasnya dan menuju ke mobil. Ia merapikan dasi dan jasnya lalu memakai parfum yang sering ia kenakan. Rambutnya mulai ia tata dengan wajahnya yang di usap-usap dengan tangan.

Ia akhirnya menyalakan mobil dan pergi mencari buah pepaya di Mall karena waktu masih belum terlalu malam menunjukkan pukul 20.00. Dengan senang, pria itu berdentum dan bersenandung. Ia mulai membayangkan tubuh Rena dalam ingatannya. 'Udah jelas aku cinta sama dia anehnya masih aja tanya tu anak' pikir Bimo yang mulai tersenyum karena mengingat tingkah laku lucu yang dikeluarkan oleh Rena.

Di satu sisi, Rena duduk di kamarnya seraya memandang jendela kamar dan memandang bintang dari arah kamarnya. Wanita itu berteleponan dengan Devan sedari tadi.

"Hahaha, aku inget banget masa itu. Eh, Ren. Lihat bintang di atas deh, indah banget ya."

"Huum, indah kayak kamu," jawab Bunga.

"Kalau lihat bintang, kamu mau bilang apa?" tanya Devan.

"Andai bintang seindah namanya mungkin aku bisa bahagia, tidak. Tersenyum saja aku merasa bersyukur."

"Hey, jangan sedih. Okay? Semua sudah takdirnya." Devan berusaha menyadarkan Rena meski lewat obrolan di telepon hingga tiba-tiba terdengar langkah kaki Bimo. Rena bergegas menutup teleponnnya dan menyembunyikan Ponsel di balik laci kamar tidurnya lalu kembali duduk di dekat jendela agar tak terlihat mencurigakan.

"Oh, Hai."

"Hallo, sayangku." Bimo mengecup rambut Rena dengan lembut lalu memberikan pepaya yang ia bawa. 'Huh hampir aja ketahuan' pikir Rena.

***

Bersambung …