webnovel

Sisi Lain Cathy

"Apa anda tamu undangan?" nada Cathy terdengar dingin dan mengancam.

Clarissa tidak pernah merasa terintimidasi sebelumnya. Tadinya dia ingin menyaksikan acara yang hancur tanpa ada musik ataupun penyanyi kelas atas.

Tapi siapa sangka... hanya dalam waktu sehari mereka berhasil mendatangkan penyanyi Jazz terkenal beserta band musik aliran jazz yang sering mengadakan konser di seluruh negeri ini.

Hati Clarissa serasa memanas dan ingin sekali membuat kerusuhan di tengah acara dan membuat malu Benjamin Paxton. Tapi dia tidak bodoh.. jika dia melibatkan dirinya sendiri, dia hanya mempermalukan dirinya sendiri dan kesempatan untuk merebut semua kekayaan Benjamin akan melayang jauh darinya.

Padahal dia sudah merencanakan ini matang-matang! Dia sudah menghalalkan segala cara untuk merebut musisi mereka agar tidak tampil di acara ini. Dia juga sudah menghabiskan seluruh uangnya untuk membeli semua bahan-bahan persediaan berkualitas secara bersamaan.

Bagaimana Benjamin bisa menemukan penggantinya dengan mudah? Bagaimana saudara sepupunya itu bisa mendatangkan satu truk besar dengan bahan-bahan makanan??

Mengapa? Mengapa dia bisa gagal? Apa yang salah? Kalau tahu begini, seharusnya dia membuat sebuah kebakaran dan memilih orang untuk dijadikan kambing hitam.

Kalau seandainya ayahnya tidak melarangnya dengan keras untuk bertindak secara langsung, dia pasti akan membuat hotel ini terbakar habis!

Mengetahui segala rencananya gagal dan dia merasa pergerakannya diawasi oleh seseorang membuat hatinya gelisah dan semakin memanas.

Dia keluar dari aula utama sambil membawa gelas berisi anggur merah dan turun ke bawah.

Keluar dari lift dia berjalan ke arah lobi dan teringat akan sesuatu.

Bukankah di dalam tasnya masih ada senjata rahasianya??

Clarissa tersenyum dengan licik dan berbalik kembali ke arah lift. Karena langkahnya cepat dan tidak peduli pada sekitarnya dia sama sekali tidak melihat ada orang yang sedang berdiri di depan lift dan menabraknya.

Air yang didalam gelasnya tertumpah sedikit ke arah gaunnya. Dia membeli gaun ini dengan harga yang mahal dan merasa yakin gadis didepannya tidak akan sanggup membelikannya yang baru.

"Kurang ajar! Berani sekali kau menumpahkan minumanku ke bajuku!?"

Melihat wajah gadis itu yang memandangnya dengan tatapan merasa tidak bersalah, emosinya meningkat dan tanpa menunggu lagi, langsung menyiram kepala gadis berbaju kotak-kotak merah dengan minumannya.

Sekali lagi Clarissa melihat gadis itu meliriknya tidak mengerti. Dia melempar gelas ke arah kaki gadis itu membuatnya terlonjak kaget dan bergerak mundur.

Clarissa tersenyum senang melihat gadis itu merasa takut padanya.

"Apa lihat-lihat huh? Apa kau tahu kau telah melakukan kesalahan besar dengan membuatku marah? Siapa namamu? Mana orangtuamu? Pasti mereka tidak mengajarkanmu sopan santun? Hmph! Dasar anak miskin!"

Clarissa semakin bersemangat saat melihat tubuh gadis itu bergemetaran. Dia melupakan segala kemarahan sebelummya, dan sudah tidak ingat lagi mengenai senjata rahasianya yang ada di dalam tas pouchnya.

Dia ingin sekali terus menghina gadis dihadapannya saat melihat seorang wanita lain datang ke arah mereka.

Clarissa memandang orang baru tersebut dengan pandangan menyelidik. Dia tersenyum sinis melihat gaun yang digunakan orang tersebut. Meskipun terlihat mewah, tapi sekali melihatnya dia sudah tahu. Gaun itu berkualitas rendah tidak selevel dengan dirinya.

Apakah wanita miskin ini berpura-pura menjadi Cinderella hanya karena acara hari ini? Tidak peduli apapun itu, Clarissa akan melampiaskan amarahnya pada dua wanita yang tampak mudah ditindasnya.

Namun.. tidak disangka-sangkanya, wanita kedua ini menatapnya dengan tatapan yang tidak asing.

Tidak.. Tidak hanya itu, wajah wanita ini juga terlihat tidak asing di ingatannya. Dimana dia pernah bertemu dengannya? Siapa dia?

"Apa anda tamu undangan?"

Clarissa hampir tidak mempercayai dirinya sendiri saat merasa bulu kuduknya merinding mendengar nada suara dari wanita itu.

Tidak. Ini tidak boleh terjadi. Dia adalah Clarissa Paxton. Tidak ada yang bisa mengintimidasinya dan dia tidak akan membiarkannya terjadi.

"Benar. Aku tamu undangan." Clarissa tersenyum sinis mendengar suaranya tidak kalah wibawa dengan wanita tersebut.

"Bisakah anda menunjukkan kartu undangan?"

Kalau orang lain yang mendengarnya pastilah akan menganggap Catherine bertanya dengan ramah dan sopan. Tapi hanya Anna yang tahu, saat ini tidak ada rasa hormat atau keramahan dalam diri kakaknya.

Sementara itu, Clarissa menatap Catherine dengan tatapan geram.

"Apa maksudmu memintaku menunjukkan kartu undangan, huh? Memang kau siapa?"

"Aku adalah salah satu staf penerima tamu."

Clarissa tertawa meledek. Ternyata hanya karyawan rendahan yang melawannya. Kalau begitu dia akan memberi karyawan itu pelajaran.

"Apa kau tahu siapa pemilik hotel ini, huh? Seorang Paxton! Dan aku.. Aku adalah seorang Paxton! Aku adalah saudara dari pemilik hotel ini. Bersiaplah gadis muda. Sebentar lagi kau akan dipecat."

Tubuh Anna semakin bergetar mendengar itu dan dia hampir saja terjatuh duduk lemas.

Catherine menyadari adiknya yang menggigil dan dia maju selangkah kedepan menyembunyikan wajah Anna di belakang punggungnya.

Tindakannya itu membuatnya harus agak sedikit mendongakkan kepalanya karena wanita yang mengaku Paxton tersebut jauh lebih tinggi darinya. Meskipun begitu, Catherine sama sekali tidak takut ataupun terintimidasi.

Dia menatap lurus ke arah wanita tersebut tanpa ekspresi disertai tatapan dingin.

"Kalau begitu anda harus segera pergi. Hanya tamu undangan yang berhak menghadiri acara dan menginap di hotel ini."

Kebetulan sekali Pak Dan, salah satu pengawas kamera datang menghampiri mereka karena melihat mereka bertiga di kamera cctvnya.

Rupanya tidak hanya Pak Dan, ada beberapa staf pelayan perempuan tidak jauh dari mereka. Mereka semua tidak berani mendekat ataupun melerai karena melihat ekspresi Cathy yang tidak biasa. Mereka hanya melihat interaksi kedua wanita dengan tegang.

"Nona Cathy, apa yang terjadi?" hanya Pak Dan yang berani menghampiri mereka dan bertanya pada Cathy secara langsung.

"Mohon usir wanita ini dengan baik-baik, karena kehadirannya sama sekali tidak diharapkan disini."

"KAU!!" wanita itu mengayunkan sebelah tangannya untuk menamparnya dan segera ditahan oleh tangannya.

"Oh, aku lupa memberitahumu. Aku adalah orang kepercayaan Benjamin Paxton. Dan sudah dipastikan, tidak ada satupun dari anggota Paxton yang diundang ke tempat ini."

Pak Dan yang tidak tahu apa-apa bergidik mendengar nada suara seorang Catherine. Cathy memang mengatakannya dengan tenang, tidak dengan emosi.. tapi nada suaranya... sangat mengerikan.

Kedua mata Clarissa membelalak mendengar pernyataan itu. Bagaimana mungkin gadis miskin ini adalah orang kepercayaan orang itu? Dia merasa gadis itu hanya menggertaknya saja. Tapi... tatapan mata itu.. penuh dengan keyakinan. Dia yakin dia pernah melihat tatapan tajam seperti itu.

Tidak. Dia harus mundur. Jika gadis itu memang adalah orang kepercayaan Benjamin, dia harus mundur sebelum pria itu tahu dia ada disini.

"Hmph!" Clarissa masih tidak mau menunjukkan kekalahannya dan pergi dengan sifat keangkuhannya.

"Tunggu!"

Suara yang tajam dan tegas itu berhasil membuat langkahnya berhenti. Clarissa merasa kesal dan marah pada diri sendiri, bagaimana bisa tubuhnya menuruti apapun yang diucapkan gadis miskin itu?!

"Pak Dan, tolong geledah tasnya."

Mendengar perintah tak lazim dari Cathy, Pak Dan sempat merasa ragu sebelum akhirnya berjalan ke arah wanita yang kini berdiri dengan wajah yang sangat mengerikan.

"Berani kau sentuh barangku, aku akan menghajarmu!" ancam Clarissa.

"Kalau begitu kami hanya akan memanggil polisi." sahut Cathy dengan santai.

"Untuk alasan apa kau menggeledaiku?! Huh?!"

Cathy menunjukkan senyumannya.. senyuman kerjanya. "Hanya untuk pengecekan rutinitas. Jika tidak ada apa-apa didalam tas anda, seharusnya anda tidak keberatan kan?"

Aneh.. sungguh aneh.. Cathy mengatakannya dengan nada ramah, tapi kenapa terkesan suasana saat itu dalam kondisi bahaya? Pikir Pak Dan dengan heran.

"Pak Dan.." panggilan Cathy membuat Pak Dan sekali lagi mendekati wanita itu.

Sedetik kemudian, wanita itu melepas sebelah sepatunya dan melempar ke arah Pak Dan. Begitu Pak Dan lengah, Clarissa melarikan diri sekencang mungkin menerobos kerumunan pelayan hotel dan menuju keluar.

Vincent yang menyaksikan kejadian itu dari tadi segera berlari memutar untuk mengejar Clarissa agar tidak membuat masalah lagi dan pergi dari hotel ini.

Sementara itu, Cathy dan Anna segera berlari mendekati Pak Dan yang baru saja terkena sepatu pada wajahnya.

"Pak Dan, kau baik-baik saja? Wajahmu agak memar." kini cara memandang Cathy berubah menjadi hangat dan khawatir yang tulus.

"Ah, tidak apa-apa. Tapi apa tidak seharusnya kita mengejarnya?"

"Tidak perlu. Aku hanya ingin memastikan sesuatu." Cathy agak termenung sejenak sebelum menambahkan, "Pak Dan.. tolong cari tahu kamar yang dipakai wanita tadi. Lalu cek cctv yang ada di depan kamar wanita itu. Aku ingin tahu kemana saja dia pergi atau apa saja yang dilakukannya. Jika kamera menangkap gambarnya sekitar tengah malam kemarin di daerah dapur, aku ingin menggeledah kamarnya."

Mendengar ini Pak Dan terkejut.

"Nona curiga kalau dia yang..."

Cathy menganggukkan kepalanya dengan ekspresi yakin.

"Baik. Akan segera kukerjakan."

Begitu Pak Dan pergi melakukan tugasnya, Cathy segera berbalik memeriksa keadaan adiknya.

"Anna kau baik-baik saja?"

Saat itulah air matanya tak terbendung lagi dan dia mulai terisak sambil menggelengkan kepalanya.

"Tidak.. aku tidak baik-baik saja." isaknya sambil menghapus air matanya sendiri dengan kedua tangannya.

Sungguh.. dia tidak ingin menangis.. dia tidak ingin menjadi cengeng dan merepotkan kakaknya. Tapi kejadian tadi; wanita tadi benar-benar membuatnya takut.

Tubuh Anna masih bergemetaran bahkan saat Cathy memeluknya dan memberi tepukan lembut pada punggungnya.

Anna langsung segera melepaskan pelukannya takut gaun kakaknya akan ikut kena noda merah dari kerahnya.

Setelah memastikan gaun kakaknya tidak kotor, Anna bernapas lega.

"Anna?" Cathy merasa terheran-heran kenapa adiknya tidak ingin dihiburnya.

"Aku tidak ingin gaun kakak terkena noda merah."

Cathy mendecak dan memeluk kembali adiknya dengan lebih erat.

"Dasar kau ini. Noda merah ini tidak sebanding dengan kedamaian hatimu."

Cathy membiarkan Anna menangis didekapannya sambil menyuruh para pelayan untuk kembali bekerja.

Sementara itu, Clarissa yang terus berlari setelah keluar dari hotel, sebuah mobil mewah berhenti tepat dihadapannya. Jendela mobil terbuka memperlihatkan wajah si penumpang.

"Kau! Kau juga disini?"

Clarissa merasakan kehadiran seseorang di belakangnya, saat dia menoleh untuk melihat orang tersebut sudah terlambat. Orang itu memukul lehernya dan membuatnya pingsan.

Dengan sigap orang tersebut membawa Clarissa masuk ke dalam mobil dan membiarkan tas pouch miliknya terjatuh.

Setelah beberapa saat, mobil melaju cepat menghilang dari pandangan Vincent.

Vincent mengambil tas pouch milik Clarissa dan melihat isinya. Ekspresinya saat ini menunjukkan kemarahan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Kalau saja.. kalau saja seandainya tidak ada kejadian kecil tadi di depan lift, Clarissa akan memasukkan serangga hidup ini ke dalam salah satu makanan mereka dan tidak akan ada yang bisa menghentikannya.

Nama baik Star Risen Hotel akan menjadi cacat selamanya jika salah satu tamu undangan menemukan binatang hidup pada makanan mereka.

Disamping botol kecil berisi serangga tersebut terdapat sebuah kunci. Dia curiga ini adalah kunci dapur utama. Darimana gadis itu mendapatkan kunci duplikat?

Vincent mengambil hape khusus untuk tim elitnya dan mengirim pesan.

'Pastikan Martin dan Clarissa keluar dari Pina!'

Vincent mendesah terlalu lelah menghadapi banyak hal hari ini. Melayani para tamu, menghindar dari anggota Regnz, kemudian mengawasi gerak-gerik Clarissa diam-diam. Ini semua sudah membuatnya kelelahan secara fisik dan mental.

Sekarang dia harus dihadapkan kenyataan bahwa Martin Paxton juga berada di pulau ini.

"Kumohon, segeralah pergi dari sini." pintanya sadar tidak ada yang bisa mendengarnya.

Vincent berjalan sekitar halaman belakang dan duduk disana sambil menunggu sebuah kabar.

Beberapa menit kemudian ponselnya berbunyi dan dia bernafas lega membaca pesan yang diterimanya.

Untuk saat ini acara ini akan berakhir tanpa masalah.

Next chapter