webnovel

Malam Yang Mendebarkan

Kini Vincent dan Cathy duduk bersebelahan di bangku panjang tepi danau. Sayup-sayup mereka mendengar alunan musik serta nyanyian Kitty. Beberapa bunga teratai yang mengapung dengan indah depan mereka.

Kepala Cathy berada di pundak Vincent sementara tangan Vincent tidak berhenti mengelus kepala Cathy dengan lembut. Semenjak Cathy berhenti menangis, tidak ada satupun dari mereka yang berbicara.

Cathy tidak tahu harus bicara apa lagi dan takut mendengar reaksi Vincent, sementara Vincent sengaja diam membiarkan gadis di sebelahnya menenangkan diri. Mereka menikmati pemandangan danau di hadapan mereka dalam kesunyian.

Tidak lama kemudian nyanyian Kitty telah selesai disusul dengan lagu yang lain. Cathy bertanya-tanya sudah berapa lagu yang dinyanyikan oleh sahabatnya? Dan juga sampai kapan sahabatnya akan menyanyi disini?

Seingatnya, jadwal konser Kitty sudah sangat penuh dan tidak mungkin bisa meluangkan waktu disini. Dia sangat penasaran dan ingin segera menemui sahabatnya itu. Tapi.. dia juga tidak ingin bergerak dan berpisah dari pemuda di sebelahnya. Namun dia menyadari bahwa mereka tidak mungkin berada disana tanpa berbicara. Dia harus segera mengakhiri kecanggungan ini.

Cathy mengambil napas panjang dan menegakkan tubuhnya.

"Bagaimana perasaanmu? Sudah lebih baik?" Vincent bertanya karena kepala Cathy sudah tidak di dekatnya lagi.

Kenapa kau masih mengkhawatirkanku? Kenapa kau begitu baik padaku? Cathy bertanya dalam hatinya dengan sedih.

"Kau sudah tahu yang sebenarnya. Aku.. aku tidak keberatan jika kau pergi sekarang. Lagipula masih belum terlambat dan juga..."

"Cathy," potong Vincent, "Aku hanya ingin tahu apakah perasaanmu sudah lebih baik?"

Cathy tertegun mendengar itu. Apakah perasaannya sudah lebih baik? Selama ini dia selalu dibebani dengan ketakutan bahwa dia juga akan sakit jiwa seperti ayahnya nanti. Karena itu dia melakukan yang terbaik untuk tidak jatuh cinta. Alasannya mengapa dia mendokrin bahwa pria itu tidak bisa diandalkan bukan hanya karena dia membenci pria. Tapi dia takut.. dia takut jatuh cinta kemudian mengalami patah hati karena akan ditinggalkan. Dia takut dia akan berakhir sama seperti ayahnya saat orang yang dicintainya meninggalkannya.

Sekarang, dia sudah memberitahu Vincent semua yang membebani pikirannya. Tentu saja kini bebannya terasa lebih ringan. Tapi, dia tidak tahu nanti jika Vincent akan meninggalkannya setelah ini.

"Aku sudah tidak apa-apa." jawab Cathy dengan lembut.

"Baguslah kalau begitu. Aku akan memberitahumu satu hal. Aku, Vincentius Regnz selalu dan akan selalu menyayangi Catherine West. Aku tidak akan pernah meninggalkannya sendiri ataupun membiarkannya tertekan, tapi aku akan selalu membuatnya tertawa dan bahagia. Ini adalah janjiku. Dan asal kau tahu Regnz tidak pernah melanggar janji yang sudah dibuat."

Sekali lagi Cathy tertegun mendengar itu. Janji pria itu sama sekali tidak pernah diduganya, karenanya Cathy nyaris tidak percaya bahwa dia tidak sedang bermimpi. Kalau saja dia tidak merasakan kehangatan sebuah tangan di pipinya, dia pasti menduga dirinya sedang bermimpi indah. Cathy memandang Vincent dengan penuh kekaguman menyadari kesungguhan pemuda itu melalui tatapan matanya. Kini dia tidak memiliki alasan untuk menolak perasaan pria itu. Dia tidak memiliki alasan untuk kabur dari perasaannya sendiri.

"Aku... aku juga menyukaimu."

Elusan pada pipinya terhenti dan seketika Vincent seperti berubah menjadi patung tak bergerak. Cathy melirik ke arahnya dengan gugup. Apakah mungkin Vincent mengubah pikirannya? Apakah kini dia merasa menyesal?

"Tadi kau bilang apa?" entah kenapa suara Vincent agak serak ditelinganya.

Untuk sejenak Cathy tidak bisa menjawab pertanyaan itu karena masih ada efek ketakutan bahwa perasaan pria itu telah berubah. Membutuhkan waktu beberapa detik untuk membuatnya sadar ternyata Vincent tidak mendengar kalimatnya.

Apa benar dia tidak mendengarnya? Cathy merasa yakin suaranya cukup keras untuk didengar pria yang duduk disebelahnya.

"Aku juga menyukaimu." tidak peduli apakah suaranya tadi keras atau tidak, Cathy tetap mengulangi kalimatnya. Sayangnya, masih belum ada reaksi dari pria itu, jadi Cathy mencoba mengatakannya lebih keras lagi. "Vincent, aku..." kata-katanya terpotong saat Vincent mendekapnya dengan tiba-tiba.

"Aku dengar. Terima kasih." bisik Vincent di puncak kepalanya.

Anehnya dia merasa kepalanya seperti dicium dan dia tidak yakin apakah dugaannya benar atau tidak.

"Apa kau melakukan sesuatu?" tanya Cathy saat Vincent melepaskan pelukannya.

Vincent hanya memberinya senyuman bahagianya dan menggandeng tangannya.

"Ayo, kurasa kau pasti ingin bertemu dengan sahabatmu."

"Bagaimama kau tahu?"

"Bagaimana bisa aku tidak tahu? Kau selalu membanggakan seorang Katleen Morse di tiap pertemuan kita."

Cathy tersenyum malu dan ingat di awal pertemuan rutin mereka, dia sering mendengar lagu yang dinyanyikan Kitty di restoran atau di mall. Tentu saja dia terus membicarakan Kitty dengan semangat sambil mengungkapkan kerinduannya pada sahabatnya itu.

Tunggu.. ada yang tidak beres.

"Jadi, kau mengundang Kitty khusus untuk nyanyi disini? Atau.. hanya kebetulan?"

"Bagaimana menurutmu?"

Cathy bisa melihat tatapan dan senyuman jahil khas pria itu membuatnya yakin, Vincent memang sengaja mengundang Kitty hari ini.

"Kalau begitu sampai kapan dia akan menyanyi?"

"Tentu saja sampai aku menyuruhnya berhenti."

Cathy meniru gaya Vanessa memukul lengan Vincent, hanya saja tidak dengan keras.

"Aww.. kenapa kau memukulku? Apa kakakku sudah meracunimu?"

Cathy mendengus mendengar nada jenaka pada kekasihnya kemudian berjalan menghampiri panggung. Vincent tertawa geli melihat kekasihnya sedang ngambek.

Kekasih? Rasanya sangat menyenangkan menyebut gadis pujaannya sebagai kekasih.

"Tuan muda Regnz.." seorang pria paruh baya datang menghampiri Vincent sementara Cathy menghampiri Kitty yang baru selesai menyanyi.

"Kitty! Kenapa kau tidak bilang kalau kau sudah kembali ke kota?"

Kitty tertawa dan memeluk Cathy tidak kalah riangnya.

"Aku ingin memberitahumu, tapi seseorang melarangku dengan keras menghubungimu." jawab Kitty sambil tertawa.

"Kenapa?"

Tawa Kitty semakin keras melihat kebingungan sahabatnya.

"Jadi, kau sudah menerima lamarannya?"

Kedua pipi Cathy merona, "Lamaran apa, dia baru menyatakan perasaannya padaku."

"Benarkah?!" Kitty tampak tidak mempercayainya. "Astaga.. dia sudah seromantis ini saat mengungkapkan perasaannya, aku tidak bisa membayangkan bagaimana caranya dia akan melamarmu nanti."

"Hush, kau berpikir terlalu jauh."

Kitty mendecak atas ketidakpekaan sahabatnya.

"Kau bisa berpikir jauh jika mengenai tanggung jawabmu di pekerjaan, kenapa kau tidak bisa memikirkan hubunganmu ke depannya."

"Kitty!" omel Cathy karena tampaknya Kitty tidak akan berhenti menggodanya.

"Baiklah, baiklah. Tapi aku bisa melihat dia benar-benar mencintaimu. Dia bahkan membuat kotak musik dan memasangnya sendiri di danau."

Kali ini Cathy tidak mengerti apa yang dibicarakan sahabatnya.

"Apa maksudmu?"

"Kau belum mencoba melempar batu tadi? Disana kan ada kotak musik kalau terkena batu maka akan ada melodi yang berbeda. Lalu..."

Cathy terdiam sangat terkejut mendengar info itu dan mendengarkan apa yang diceritakan sahabatnya mengenai kekasihnya. Rupanya, tempat ini bukan tempat umum, tapi tempat pribadi milik Flex group.

Vincent khusus menyewa tempat ini dan menghubungi manajer Kitty untuk menyanyi di tempat ini. Dan mesin musik itu... itu bukan mesin lama yang sejak awal memang disana. Tapi Vincent membuatnya sendiri, memasang serta mengatur alat pengeras suara begitu rupa hingga dia tidak akan tahu dimana asal suara melodi tersebut.

Semakin lama dia mendengar tindakan pria itu, dia semakin terharu dan terpesona padanya. Cathy memandang ke arah Vincent yang sedang berbicara dengan seorang pria. Vincent tampak seperti seorang pengusaha yang handal saat berdiskusi dengan pria tersebut. Ini pertama kalinya dia melihat sisi lain dari pria yang kini adalah kekasihnya.

Vincent yang masih larut dengan diskusinya merasa ada yang memperhatikannya. Saat menoleh dia sadar Cathy menatap dengan pandangan kagum. Vincent menunjukkan senyuman khasnya dan mengedipkan sebelah matanya. Dia tertawa melihat kekasihnya segera memalingkan muka sambil menutupi wajahnya.

"Astaga.. dia manis sekali." rupanya Kitty juga melihat adegan kecil itu dan kembali menggoda sahabatnya. "Cathy, bagaimana kalian bisa bertemu? Kau harus menceritakan semuanya padaku."

"Tentu saja aku sudah menceritakannya padamu kalau kau tidak super sibuk dan susah ditemui."

Kitty tertawa yang disusul dengan tawa Cathy. Kemudian mereka memutuskan untuk bertemu besok menghabiskan waktu bersama sebelum Kitty pergi ke luar kota untuk jadwal konsernya.

"Aku juga akan mengajak kak Steve. Sudah lama aku tidak bertemu dengannya."

Mendengar nama Steve membuat tubuh Cathy menegang dan Kitty menyadarinya.

"Ada apa? Kalian bertengkar?"

"Tidak.. mungkin iya.. entahlah."

Kitty semakin bingung mendengar jawaban ini. Selama ini Steve dan Cathy tidak pernah bertengkar. Mereka mungkin sering berdebat karena kekerasan kepala Cathy, tapi Steve yang selalu mengalah. Tidak pernah sekalipun Steve akan marah atau membuat Cathy merasa tidak nyaman. Lalu kenapa sekarang Kitty merasa sahabatnya ini tidak ingin bertemu dengan Steve?

"Kalau menurutku kami tidak bertengkar. Hanya saja sejak itu, kak Steve tidak pernah menghubungiku. Bahkan pesanku juga tidak dibalas. Sepertinya kali ini dia marah padaku."

"Kenapa? Sebenarnya apa yang terjadi?"

Cathy menceritakan kejadian hari Minggu lalu pada sahabatnya. Saat itu dia sudah mempersiapkan diri untuk berpiknik bersama adik-adiknya di Green Park. Steve menelponnya dan mengusulkannya ke taman lain.

Hingga akhirnya, Steve melarangnya keluar rumah kalau dia bersikeras pergi ke Green Park. Steve sama sekali tidak memberikan alasan kenapa dia tidak boleh pergi ke Green Park hari itu dan menurutnya sifat 'kakak'nya sangat tidak masuk akal. Kemudian Steve mengakhiri pembicaraan mereka dengan nada marah dan tidak ingin menghubunginya.

Sepulangnya dari rumah sakit, Cathy mencoba menghubunginya namun Steve tidak pernah mengangkatnya. Cathy juga mengirimi beberapa pesan yang akhirnya dia menyerah karena tidak mendapat balasan apapun.

"Aneh sekali. Kenapa dia melarangmu pergi?"

"Aku juga tidak tahu." jawab Cathy sambil mengangkat kedua bahunya.

"Ah, lupakan saja. Ngomong-ngomong, Mercy bilang kau bertemu dengannya? Dia bilang tubuhmu masih luwes seperti SMA dulu. dia juga bilang seseorang tidak melepaskan pandangannya darimu. Apakah orang itu adalah orang yang sama?"

Entah kenapa sahabatnya yang satu ini super jahil melebihi kejahilan kekasihnya.

Setelah menjawab pertanyaan jahil sahabatnya dengan anggukkan, mereka memutuskan untuk berpisah dan melakukan kencan berdua besok tanpa terganggu.

"Bilang saja kalau kau ingin segera kembali bersamanya."

"Kitty!"

Kitty tertawa terbahak-bahak sambil kembali ke tim musiknya.

-

Saat pertama kali datang ke danau, Cathy memejamkan matanya, sehingga dia tidak bisa melihat jalanan yang mereka lewati. Karena dia tidak perlu memejamkan matanya lagi dia bisa melihat apa saja yang dilewati saat mereka dalam perjalanan pulang.

Apa yang dikatakan sahabatnya memang benar. Tempat itu bukanlah tempat umum, melainkan sebuah tempat tinggal. Lebih tepatnya sebuah mansion dengan dua pintu gerbang tinggi menjulang yang berjarak satu kilometer dengan mansion. Danau tadi berada tepat di belakang mansion tersebut. Hanya saja terdapat sebuah panggung besar yang menutupi bagian belakang mansion, sehingga Cathy tidak akan tahu kalau ada sebuah mansion besar dibelakang panggung konser tadi.

Begitu mobil mereka melewati gerbang tinggi tersebut, Cathy memandang ke arah Vincent yang sedang fokus menyetir.

Cathy tahu kalau Vincent sangat tampan, tapi malam ini pria disebelahnya jauh lebih tampan daripada biasanya. Cathy ingin terus memandang wajah pria itu kalau saja kekasihnya ini tidak jahil dan mengusiknya.

"Aku tahu kalau aku tampan, tapi kau tidak perlu menatapku seolah ingin memakanku hidup-hidup."

Untuk kesekian kalinya pipi Cathy merona dan langsung mengalihkan pandangannya ke depan. Cathy segera mencari akal agar pasangannya berhenti menggodanya.

"Ada yang membuatku penasaran.. Dari mana kau bisa menemukan tempat tadi? Sejak kapan mesin musik di danau ada?"

Vincet berdehem salah tingkah mendengarnya.

"Aku dengar ada seseorang yang khusus sengaja membuat kotak musik itu untuk acara malam ini. Bagaimana orang itu bisa begitu ahli? Bagaimana caranya agar kotak musik itu tidak rusak di bawah air? Aku tidak menyangka pembuat mesin ajaib itu adalah orang yang romantis. Kira-kira seperti apa ya orangnya? Aku jadi ingin bertemu dengannya." Kali ini Cathy yang menyerangnya dengan nada jahil.

Vincent menghentikan mobilnya di pinggir jalan kemudian melepas sabuk pengamannya. Cathy sama sekali tidak curiga dan terus menggoda kekasihnya

"Bagaimana me...."

Tanpa peringatan tubuh Vincent mendekat dengan cepat ke arah Cathy membuat Cathy mundur ke belakang hingga punggungnya menempel ke pintu. Wajah Vincent sangat dekat dengan wajahnya dan jarak diantara keduanya semakin kecil.

"A..apa yang kau lakukan?" untuk kesekian kalinya jantung Cathy berlari kencang.

Cathy menjerit dalam hati. Apakah orang ini ingin memberinya serangan jantung?!

Lima senti.. tiga senti.. dua senti... Tidak tahan melihat kedekatan mereka, Cathy memejamkan matanya sambil berusaha menahan tubuh pria itu dengan mendorong dada Vincent dengan kedua tangannya.

Sayangnya, dia tidak cukup kuat menghentikan pergerakan pria itu yang semakin dekat ke arahnya.

Apa yang akan terjadi padaku?! Sekali lagi Cathy berteriak putus asa dalam pikirannya.

Cut..cut..cut...

Berlanjut di bab berikutnya ya

Muahahahahahaha

Happy Reading!

VorstinStorycreators' thoughts
Next chapter