webnovel

Don't Worry

Hubungan jarak jauh selama empat hari telah dilalui oleh kedua pasangan itu. Mereka hanya berkomunikasi lewat ponsel, itu pun harus mencuri-curi waktu dan tempat.

Berbeda dengan kekasih yang menjalin hubungan LDR pada umumnya, yang alasannya karena beda negara atau kota. Keduanya masih dalam satu negeri yang sama dan kota yang hanya bersebelahan. Keduanya mengalami hubungan LDR karena Noura yang kekuatannya melemah, membuatnya tidak boleh pergi ke mana-mana oleh Carlen.

Jam menunjukkan pukul empat sore dengan cuaca yang sedikit mendung, terlihat seperti akan turun hujan. Orlan datang ke kafe dengan mengenakan kemeja putih yang digulung dan jeans biru toska. Sementara, dia melepaskan jas kebesarannya dan meninggalkan di mobil warna hitam metalik yang terparkir gagah di tempat parkir. Tidak lupa membawa jaket berwarna abu-abu yang tersampir di bahunya, belum niat untuk dikenakan.

Noura tersenyum melihat kedatangan Orlan. Laki-laki itu sama sekali tidak menyia-nyiakan waktu yang sangat terbatas ini. Karena mungkin bisa jadi, hari-hari selanjutnya, hubungan jarak jauh akan kembali berlanjut, sampai waktu yang tak dapat ditentukan.

Arva tersenyum kecut. Hari ini, dia juga ingin menghabiskan waktu bersama sahabatnya. Padahal dia berniat mengajak Noura menonton film di bioskop, tapi kakaknya itu tidak mau mengalah. Alhasil, Arva mengikhlaskan Noura pergi bersama kakaknya yang menyebalkan itu. Ya, dia sangat tahu. Kakaknya itu tersiksa selama empat hari tidak bertemu dengan Noura. Tidak seperti dirinya dan Leon yang sudah terbiasa.

Orlan duduk di depan Noura. Dia tertegun melihat penampilan mate-nya itu. Biasanya Noura hanya menggerai rambutnya, sekarang rambut cokelat kemerahan itu dikepang—yang entah model apa. Noura melapisi pakaiannya dengan sweater, biasanya hanya mengenakan kaos lengan panjang. Ah, Orlan juga penasaran. Kenapa gadisnya itu selalu memakai lengan panjang, alih-alih lengan pendek.

"Kita berangkat sekarang," kata Noura.

Arva tersenyum miring. "Semangat sekali, kencan pertamanya." Dia tertawa melihat Orlan yang memelotot dan Noura tersenyum malu-malu.

"Ayo." Orlan mengajak Noura. Arva tertawa melihat wajah kedua pasangan itu yang terlihat malu-malu.

*

"Kenapa kamu mengajak aku ke sini?" Noura melihat antrean yang sangat panjang, hanya demi dapat menikmati permainan roller coaster.

Orlan telah memakai jaket, musim gugur udara sangat sejuk dan sedikit terasa dingin—walau tidak sedingin saat musim dingin. Orlan merupakan werewolf, jadi udara dingin tidak terlalu berpengaruh padanya.

Sebenarnya, salah dua alasan Orlan mengajak Noura ke sini karena dia bingung. Biasanya manusia mengajak kekasihnya makan malam romantis di restoran. Masalahnya kekasihnya ialah vampir. Tidak bisa makan, maksudnya, tidak dapat merasakan rasa makanan. Jadi percuma rasanya melakukan acara makan malam seperti itu.

Walaupun dalam hati paling terdalam, Orlan ingin seperti itu. Dengan ditemani oleh ratusan lilin yang membentuk rangkaian kata I Love You; bunga mawar merah dan biru yang bertaburan di atas lantai; diiringi musik piano dan biola. Romansa cinta ala-ala manusia.

"Orlan?" Noura melambaikan tangannya di depan wajah Orlan. Kenapa Orlan melamun? Apa pertanyaannya susah sekali? Atau Orlan tidak ada alasan khusus, hanya ingin ke sini saja?

Orlan tersenyum lembut. Membuat sekumpulan wanita yang ada di belakang-yang sama-sama sedang mengantre-mengalami mimisan mendadak.

"Dulu aku ingin sekali ke sini, tapi tidak ada yang bisa kuajak. Aku pun sangat sibuk. Jadi aku pernah berjanji, akan mengajak kekasihku ke sini. Menghabiskan waktu bersama." Orlan berkata jujur. Ini merupakan keinginan keduanya, mengajak kekasih tercintanya ke tempat wisata. Walaupun keinginan terbesarnya ialah makan malam di restoran.

Noura juga tidak pernah pergi ke tempat wisata. Tujuh tahun yang lalu, saat pertama kali dia ke dunia manusia, Noura bertemu dengan Arva. Arva yang membantunya beradaptasi dengan dunia manusia. Membuat Noura memutuskan mengonsumsi darah hewan. Dengan tertatih-tatih selama hampir lima tahun, akhirnya dia terbiasa dengan darah hewan dan melupakan darah manusia. Semua berkat kesabaran Arva. Lalu setelah yakin Noura sudah dapat menahan hawa nafsu akan darah manusia. Keduanya memutuskan membuka sebuah kafe. Syukurnya sudah satu tahun bisnis kafe yang mereka dirikan itu mengalami perkembangan yang sangat pesat.

**

Vander berdiri di samping jenderal Nehan yang masih terbaring tidak sadarkan diri. Selama dua hari ini, tabib Jonas telah melakukan berbagai cara dan upaya agar Nehan dapat segera tersadar. Dari obat herbal yang terbuat dari tanaman liar, tanaman hias dan puluhan organ dalam hewan yang diracik menjadi satu kesatuan. Bahkan darah manusia yang dicampur darah hewan pun, tidak mampu membuat Nehan sadar dari koma.

Vander menghela napas, dia teringat ucapan Noura dan Carlen semalam. Nancy akan kembali hari ini, ingatan yang dibangkitkan oleh Noura hanya bertahan selama dua hari. Bila Nancy berhasil membuat Nehan tersadar, semua misteri akan terpecahkan. Jika gagal, Noura tidak dapat kembali membangkitkan ingatan yang telah terhapus. Mereka benar-benar dikejar oleh waktu.

Dengan kemampuan yang Vander miliki, sementara waktu Nehan terbebas dari tuduhan yang dilayangkan oleh para pejabat tinggi istana yang menyatakan mencurigai Nehan telah bersekutu dan berkhianat. Hanya ditambah dengan kemampuan Noura yang dapat melihat masa lalu, Nehan benar-benar akan terbebas dari tuduhan yang tak ada buktinya itu.

"Yang Mulia, putri Theresa telah berada di istana, tetapi putri Nancy sedang berjalan-jalan di mal." Aaron menyampaikan informasi yang dia dapat dari prajurit yang mengawal Nancy. Carlen mengusap wajah kasar. Dari tadi Carlen, Vander, dan Jonas menjaga Nehan dari para pejabat tinggi istana yang dari kemarin heboh meminta Nehan dibakar hidup-hidup.

Vander merutuk. Dasar Nancy dalam situasi seperti ini masih saja bisa bersenang-senang? "Akan saya telepon dia!" seru Vander geram.

**

Selama hampir dua jam, keduanya menghabiskan waktu dengan mencoba semua wahana permainan yang ada.

"Aku mau ke sana." Orlan menarik tangan Noura yang selalu dia genggam erat, tidak pernah lepas barang dua detik pun. Takut Noura akan kabur darinya atau Noura diculik oleh laki-laki lain, baik manusia maupun makhluk immortal atau makhluk gaib sekalipun.

Mereka memasuki sebuah toko aksesoris yang menjual berbagai macam benda yang berguna untuk menambah kecantikan wanita.

Noura menyapu pandang isi toko, dia tidak mengerti apa maksud Orlan mengajaknya ke sini.

Orlan berdiri di salah satu rak berisi jepitan dan ikat rambut. Memandangi satu persatu, mencari kira-kira yang cocok untuk Noura.

Noura mengerutkan kening. Walaupun dia merupakan wanita sejati, dia tidak tertarik sama sekali dengan aksesoris. Hari ini rambutnya dikepang merupakan ide dari Arva.

Orlan mengambil jepitan rambut yang berhiaskan bunga mawar putih lalu memasangkannya di rambut Noura. Dia memandangi wajah Noura seraya tersenyum. Noura memegang jepitan yang telah terpasang di rambutnya.

"Cocok," ucap Orlan. Noura menaikkan alisnya. Belum sempat Noura becermin—ingin melihat penampakan dirinya dengan jepitan rambut—Orlan sudah menariknya ke rak lain yang berisi topi kupluk.

Lagi-lagi Noura hanya bisa terdiam dan memperhatikan Orlan yang sibuk memilih topi kupluk dan beberapa kali memasangkan di kepalanya.

Sebenarnya tujuan Orlan itu apa?

Orlan tersenyum melihat Noura yang memakai topi kupluk pilihannya. Dia kembali berkata, cocok. Kali ini Noura tidak berusaha ingin becermin karena Orlan kembali menarik tangannya.

***

"Kenapa jepit rambut dan topi kupluk?" Noura bertanya, mereka sedang di mobil.

"Sebentar lagi musim dingin. Jangan dilepas." Wajah Orlan menampilkan senyuman bahagia. Noura cemberut, Orlan itu selain posesif, juga tukang perintah.

Mereka telah sampai di depan sebuah restoran. Awalnya Orlan menolak keras, dia ingin ke tempat lain saja. Tapi Noura tahu, Orlan pasti kelaparan. Bayangkan saja, sekarang sudah jam tujuh malam. Werewolf itu memang siluman, bukan manusia sungguhan. Tetapi werewolf butuh makan untuk mengisi tenaga. Tidak seperti dirinya, vampir.

Dengan berat hati, Orlan memesan makanan. Sedangkan, Noura hanya memesan minuman jus apel dan dessert chesee cake.

"Kamu yakin?"

"Tidak masalah, aku pernah menemani Arva makan di restoran." Noura mengucapkan terima kasih pada pelayan dan tersenyum.

Orlan menatap Noura tidak suka. Lihat, sekarang pelayan itu wajahnya merah merona. "Sayang, sudah kubilang, jangan berikan senyumanmu itu pada yang lain. Senyuman itu hanya untukku." Orlan berkata dengan menekankan setiap patah kata.

Noura yang ingin menyesap jus, mengerjapkan matanya. Ini sudah ketiga kalinya, Orlan berkata seperti itu dalam satu hari.

"Iya, maaf." Noura bingung. Apa salahnya tersenyum? Ah, lebih baik mengiyakan saja. Daripada Orlan bertindak diluar nalar, memarahi dan memelototi manusia yang dia beri senyuman dan juga manusia yang menatapnya—seperti di wahana tadi. Orlan tersenyum mendengarnya.

Orlan menikmati makan malamnya dengan setengah hati. Bagaimana tidak, Noura tidak makan, hanya minum jus dan makan kue. Dia tidak peduli dengan tatapan penasaran para manusia yang ada di sekelilingnya karena Noura saja tampak tidak terpengaruh. Noura sangat asyik memakan makanannya.

"Rupanya kamu sangat menyukai kue." Orlan tersenyum melihat Noura yang sangat lahap. Dia mengulurkan tangannya, mengusap sudut bibir Noura yang terdapat remahan kue.

"Ah, terima kasih." Noura tersenyum malu, ini sudah kedua kalinya Orlan mengusap sudut bibirnya, dia memang sangat berantakan saat sedang makan. "Iya, aku suka. Meskipun hanya dapat sedikit merasakan manisnya." Noura terkekeh.

Noura melihat ke belakang tubuh Orlan, terlihat wanita mengenakan kemeja lengan pendek yang dipadukan dengan celana jeans dan kacamata hitam mengilap yang itu berjalan ke arahnya. Dia merasa familier melihat lekuk tubuh dan gaya berjalan wanita itu. Orlan menolehkan kepala, melihat apa yang Noura lihat sampai keningnya berkerut dalam.

Saat wanita itu sudah dekat, Noura berdiri. "Nancy?"