webnovel

Bagaimana Ini?

Noura mengembuskan napas panjang seraya berjalan malas melewati lorong panjang istana yang sangat sepi.

Sekarang jam menunjukkan pukul dua belas malam, semua vampir sedang keluyuran di dunia manusia. Terkecuali beberapa petinggi vampir yang sibuk mengerjakan tugas mereka. Mengenai apalagi kalau bukan para vampir yang ditemukan tewas di hutan yang masih menjadi sebuah misteri.

Baru saja tadi Noura akan tiduran, tiba-tiba Vander bertelepati dengannya meminta dirinya datang ke ruangan laki-laki berambut pirang itu. Katanya ada yang perlu dibicarakan dan ini sangat penting. Noura sudah berjanji untuk membantu Vander menyelesaikan semua tugas yang diberikan Carlen. Vander tidak pernah mengeluh, tapi hanya dengan melihat wajahnya saja, terlihat jelas Vander stres.

Ruang kamar Noura berada di lantai tiga. Sedangkan ruang kerja putra mahkota Vander berada di lantai dua. Karena terlalu malas berjalan, Noura memutuskan menggunakan kekuatan teleportasinya. Walaupun sebenarnya dia dilarang keras oleh kakaknya. Entah kenapa alasannya. Dia tidak tahu.

Noura membuka pintu ruang kerja Vander. Ruangannya sangat rapi, tumpukan berkas tersusun rapi di atas meja. Sinar bulan menyinari ruangan yang sedikit temaram ini.

Vander sedang duduk di sofa. Wajah Vander tampak berantakan. Tidak seperti biasanya.

Noura duduk di hadapan Vander. "Ada apa?"

"Aku baru ingat tentang ramalan tahun 1150," ucap Vander lirih. Pembicaraan tentang ramalan tahun 1150 merupakan hal yang sangat sensitif di telinga bangsa vampir.

"Kenapa dengan ramalan itu?" tanya Noura acuh tak acuh.

"Apa yang kau ketahui tentang ramalan itu?" Vander menatap Noura penuh tanya, tangan kanannya memegang erat secarik kertas.

Noura heran. Kenapa Vander tiba-tiba membahas tentang ramalan? Waktu itu Arva bertanya soal ramalan dan Carlen pun sedang sibuk mencari kertas ramalan lainnya.

"Seingatku. ‘Akan ada werewolf dan vampir yang ditakdirkan bersama. Keduanya sangat berpengaruh dalam bangsanya.’" Noura berucap dengan malas.

"Hanya itu?" Vander mengerutkan keningnya.

Noura mengangguk. "Itu kalimat yang paling terkenal dan membekas dalam ingatan."

Vander memberikan kertas yang sedari tadi dia pegang. Noura berusaha mencerna kata demi kata. Mata Noura melebar. "Apa Ini kertas ramalan yang kedua?"

"Kau tidak tahu? Aku kira kau mengetahui segalanya." Vander tidak percaya. Noura itu berperan penting dalam pemutusan setiap permasalahan dan tindakan yang akan diambil oleh raja Carlen. Karena pasti Carlen akan meminta pendapat Noura terlebih dahulu dalam mengambil sebuah keputusan. "Iya. Ini kertas ramalan yang kedua."

"Tidak. Aku tidak tahu." Noura berkata jujur. "Kau mendapatkan kertas ini dari siapa?"

"Dari ayahku. Sebenarnya kertas ini sudah lama kupegang. Aku tidak pernah memberi tahu siapa pun, tapi entah kenapa, rasanya aku ingin memberi tahu kau dan juga raja Carlen."

"Akan terjadi perang antara bangsa vampir dan werewolf. Dampaknya sampai ke dunia immortal." Noura membaca kembali dan mencermati kata demi kata yang tertulis di kertas tersebut. Otaknya tidak menemukan apa maksud dari semua tulisan itu.

Apa ini aku dan Orlan? Aku merupakan Tuan Putri dari Kerajaan Vampir Appalachia dan Orlan, dia Alpha dari Redwood Pack. Aku dan Orlan? Batin Noura. Tangannya sedikit bergetar, perasaannya campur aduk. Kenapa dia baru ke pikiran soal ramalan ini?

"Apa kedua ramalan ini saling berkaitan?" tanya Noura menduga-duga. Jika berkaitan, berarti hubungannya dengan Orlan memang sangat berisiko tinggi.

Vander menggeleng pelan. "Aku tidak tahu. Ternyata pemikiran kita sama, Tuan Putri. Aku juga berpikir, jangan-jangan penyebab dari perang bangsa vampir dan bangsa werewolf yang berdampak pada dunia immortal itu. Karena vampir dan werewolf yang ditakdirkan bersama, sebab keduanya berpengaruh dalam bangsanya."

Noura sukar menelan ludah. Hal seperti ini jangan sampai terjadi.

"Kau bilang, vampir yang ditemukan tewas di hutan. Kemungkinan mereka merupakan mate dari werewolf. Berarti ada seseorang yang telah mengetahui dan tahu apa penyebab dari ramalan ini," ucap Vander sangat serius. Mata Noura melebar, entah kenapa dia setuju dengan ucapan Vander.

"Jadi?" Noura semakin bingung. Lalu aku dan Orlan? Apa yang harus kami lakukan?

"Aku sedang mencari kertas ramalan yang lain. Aku ingin menyatukan semua kertas ramalan itu. Aku tidak tahu, kertas yang kupegang ini, merupakan ciri-ciri dari ramalan itu atau penyebab bila ramalan itu terjadi."

"Benar. Kita harus mencari kertas yang lain. Tapi mencarinya di mana?" Noura merasa bodoh. Kenapa dia baru sadar? Padahal dia tahu isi dari ramalan itu. Noura menjadi semakin khawatir setelah membaca kertas ramalan dari Vander itu. Jikalau kertas itu merupakan petunjuk dari penyebab, bukannya petunjuk tentang ciri-ciri, bagaimana?

Artinya kalau Noura dan Orlan bersatu. Bangsa vampir dan werewolf akan berperang kembali? Dunia immortal akan hancur?

Noura harus mencari kertas ramalan yang lain. Apakah Redwood Pack atau Tongass Pack memegang kertas ramalan? Tetapi Arva juga sedang mencari kertas ramalan itu. Kenapa Arva melakukannya? Apa Orlan juga menyangka, kalau nama dia dan Noura yang tertulis di ramalan itu?

Carlen juga sedang mencari kertas ramalan itu. Apa raja vampir itu juga mengetahui hal ini?

"Kenapa semenjak kau memakai-" Vander mengurungkan niatnya untuk bertanya ketika dia melihat wajah Noura yang seperti sedang mendengarkan sesuatu dari kejauhan.

"Noura, temui aku di ruangan." Noura terkesiap kaget mendengar suara kakaknya yang berbicara lewat telepati.

Mata Noura membulat penuh. Jangan-jangan Carlen mendengar percakapan ini? Carlen selalu ingin tahu apa yang dia lakukan. Jikalau selama ini saat dia dan Orlan sedang bersama, Noura tidak menggunakan kekuatan mengendapkan suara atau memanipulasi pendengaran. Dapat dipastikan, Carlen mendengar semua percakapannya dengan Orlan.

"Ada apa?" tanya Vander penasaran.

"Kenapa tidak melanjutkan perkataanmu tadi?" Sebenarnya Noura mendengar ucapan Vander yang menggantung itu.

"Noura, cepat ke sini!" teriak Carlen melalui telepati, Noura mendengus sebal. Kakaknya itu tidak sabaran.

"Itu-"

"Maaf, Pangeran. Yang Mulia Raja memanggilku." Noura menundukkan kepalanya menghormat, Vander membalas melakukan hal yang sama.

**

Carlen menatap sendu saputangan berwarna putih dengan corak bunga mawar merah yang dia letakkan di atas meja. Senyum sedih tersemat di wajahnya, mengingat si pemberi saputangan tersebut.

"Ada apa?" tanya Noura yang secara mengejutkan muncul di ruangan kerja Carlen. Ya, dengan apalagi, pastilah memakai kekuatan teleportasinya.

"Sudah saya bilang, jangan menggunakan kekuatan itu!" Carlen menatap tajam. Dia berjalan mendekati Noura.

Noura tidak memedulikan tatapan tajam yang diberikan kakaknya itu. Mata Noura tertarik melihat saputangan itu. Seketika wajahnya berubah sedih. "Aku merindukannya," gumam Noura.

"Lucia," ucap Carlen lirih.

Mata Noura memelotot tidak percaya. "Kak?"

Carlen menatap kembali saputangan bercorak mawar merah itu. "Terkadang saya ingin memanggil nama itu."

"Bahkan aku sudah lupa dengan nama itu." Noura mendudukkan dirinya di atas sofa. Wajah Noura tampak murung.

"Jangan dilupakan." Carlen menggeleng.

"Sudahlah. Jangan dibahas. Kenapa Anda menyuruhku ke sini?" Noura memalingkan wajah dari saputangan itu, yang hanya akan membuat hatinya semakin hancur.

Carlen mengembuskan napas berat, beralih menatap Noura yang sedang menatap ke arah jendela. "Saya sudah mendengar kesimpulan dari Putra Mahkota Vander. Jika benar ramalan itu saling berkaitan. Kamu harus berhati-hati," tutur Carlen serius.

Noura tersenyum miring. Benar, bukan? Carlen itu mempergunakan kemampuan indra pendengarannya yang tajam itu salah satunya untuk menguping.

"Kenapa harus berhati-hati?" Noura heran. Apakah Carlen tahu, kalau dia merupakan mate-nya Orlan?

"Kita harus selalu berhati-hati." Jawaban Carlen tidak membuat Noura puas, justru sekarang Noura dilanda kekhawatiran. "Sepertinya Ferin sedang bergerak. Kamu harus mempersiapkan diri. Jangan sampai terbongkar, sebelum semuanya selesai," ujar Carlen seraya menatap Noura lekat.

Noura mendesah pelan. "Apa yang memicunya datang ke sini? Bukannya dia tidak mau ke sini lagi?"

"Mungkin dia sudah merasakan tanda-tanda ramalan itu akan terjadi." Carlen menerka-nerka sembari mengelus jenggot tipisnya.

Noura membulatkan matanya. Dia teringat kembali dengan ramalan tahun 1150 dan kesimpulan Vander mengenai ramalan itu. Bulu kuduk di tangannya berdiri. Jika Ferin kembali karena merasakan tanda-tanda ramalan itu akan terjadi. Berarti menyangkut dirinya dan Orlan?

"Memangnya Ferin tahu banyak mengenai ramalan itu?" Rasa penasaran Noura begitu besar. Padahal dulu dia tidak peduli sama sekali dengan ramalan itu.

"Iya. Makanya dia ketakutan. Saya tidak bisa bercerita padamu sekarang, karena saya masih mencari tahu. Saya selalu berusaha mendengarkan setiap kata yang terucap dari mulutnya, tapi sangat sulit dijangkau. Entah di mana dia bersembunyi." Carlen mengacak rambutnya frustrasi.

"Makanya, biarkan aku membantu. Aku ini vampir dari keluarga Walton, pasti kekuatanku sama dengan Kakak atau bahkan lebih hebat." Nada suara Noura terdengar mencibir lalu dia terkekeh.

Memang, makanya saya melarangmu. Batin Carlen.

"Jadi apa yang harus kulakukan?" Noura belum mendapatkan arahan dan perintah dari kakaknya itu.

"Jauhi mereka. Bangsa werewolf. Jangan karena .... " Carlen terdiam, dia melirik cincin hitam yang masih bertengger di jari Noura.

"Jauhi? Kenapa?" Noura bingung. Dia tidak memedulikan tatapan kakaknya yang sedang menatap lekat cincin yang dia kenakan.

"Ini berbahaya." Carlen memejamkan matanya.

Noura menaikkan satu alisnya.

***

Apa kakak tahu, aku merupakan mate Orlan? Mate werewolf?; Kenapa mata kakak selalu melihat cincin ini?; Apa kakak tahu tentang cincin ini?; Kenapa kakak menyuruhku menjauhi bangsa werewolf?; Kalau ramalan itu benar, apa namaku dan Orlan yang tertulis di ramalan itu?; Kira-kira apa yang akan terjadi?; Peperangan kembali, kah?; Kenapa aku jadi penasaran?; Pokoknya aku akan mencari sisa kertas ramalan itu, tapi cari di mana?; Sekarang apa yang harus kulakukan, apa Orlan tahu? Batin Noura berkecamuk. Pikirannya kalut serta bercabang ke mana-mana.

Noura sedang berada di kamarnya. Mondar-mandir di samping ranjang. Tangannya terlipat di depan dada. Dia sedang berpikir keras, apa kira-kira maksud dari kertas ramalan yang dipegang oleh putra mahkota Vander itu? Sebenarnya apa yang akan terjadi?

Terdengar suara notifikasi pesan dari ponselnya. Noura segera merogoh saku, mengambil benda pipih itu dan membuka isi pesan.

Jangan lupa, besok aku tunggu di tempat biasa.

"Astaga, aku lupa. Besok hari Sabtu." Noura menepuk jidatnya. Dia menggigit bibir bawahnya. Bagaimana caranya dia menemui Orlan? Carlen melarangnya pergi dan menemui werewolf, tetapi dia sudah berjanji pada Orlan. Dia tidak mungkin mengikrarinya.

"Kenapa aku jadi tidak enak? Padahal kalau aku tidak mau ... ah, sudahlah."

Noura membanting badannya ke atas kasur.

Apa lebih baik aku kabur saja atau bujuk kakak?

Bibir Noura mengukir senyuman miring. Seperti biasa saja, dia pergi secara sembunyi-sembunyi. Carlen tidak akan secara mendadak datang ke kafe, Carlen pasti akan menelepon atau mengiriminya pesan.