webnovel

My Idol is My Illusion

Grizelle tinggal seorang diri di kota besar. Untuk menghidupi diri sendiri, ia berusaha semaksimal mungkin mencari pekerjaan. Namun, ini sudah kesekian kalinya ia dipecat. Hal itu membuatnya merasa lelah dan ingin mencari suami kaya agar hidupnya tidak sengsara. Semua keluh kesah ia sampaikan kepada poster sang idola yang ada di kamar. Hingga suatu hari ia bertemu dengan sang idola dan memberinya obat tidur dengan dosis tinggi. Awalnya Grizelle tidak tahu bahwa pria itu adalah idolanya dan saat mengetahui hal itu dia berteriak kegirangan karena bertemu secara langsung dengan idola. Pertemuan tidak sengaja itu berujung dengan sang idola menjadi tetangga sekaligus bos baru Grizelle. Hubungan permulaan yang tidak baik akankah berakhir bahagia seperti khayalan Grizelle selama ini? Apakah idolanya akan tetap menjadi idola atau kekasih seperti yang Grizelle harapkan?

MahinaAi · Urban
Not enough ratings
280 Chs

Di Bawah Kain Bermotif

"Oiya, Bos. Apa kalau siang kita bisa menggunakan tempat ini?" tanya Grizelle penasaran.

"Malam pun bisa menggunakannya, asal tempat ini sedang tidak dipakai saja. Memangnya kamu mau apa?" Rery menatap Grizelle dengan curiga.

"Ho! Ayolah, kenapa menatapku seperti itu? Jangan-jangan Bos jatuh cinta padaku ya?" Wanita itu bertanya sembari mendekatkan wajahnya pada wajah Rery. Tindakannya itu membuat sang idola terkejut. Wajah tampan yang kini dihiasi rona, mulai berpaling dan berjalan menjauh.

'Tenanglah Rery, ada apa denganmu!' Rery mencoba menenangkan dirinya sendiri. Dada yang berdegup kencang, membuatnya tidak ingin dekat-dekat dengan Grizelle. Alhasil, pria itu pun segera duduk pada salah satu bangku yang ada.

Grizelle hanya menoleh melihat idolanya beralih, dia tidak bertanya apalagi memprotesnya. Wanita itu hanya kembali menatap langit siang yang semakin lama terasa semakin terik.

"Beralihlah dari sana, atau kulitmu akan terbakar!" teriak Rery.

Sebenarnya, tanpa perintah sang idola pun Grizelle sudah berniat untuk pergi. Dia tidak ingin aset satu-satunya yang ia miliki akan terbakar terik matahari.

Kini wanita itu duduk di samping Rery. Meski sama-sama terdiam, keduanya sedang melakukan hal yang berbeda. Grizelle menikmati pemandangan, sedangkan Rery berusaha mengatur perasaannya.

"Bos!" panggil Grizelle lirih. Rery tidak menjawab, pria itu hanya berdehem saja. "Aku lapar!" ucapnya dengan tenang. Rery yang awalnya cuek seketika menatapnya dan terkejut.

"A-aku tahu kamu memang tukang makan, tapi ... ah, sudahlah." Pria itu menggeleng. "Ya sudah, ayo turun dan makan," ucapnya. Ia segera bangkit dari duduknya dan meregangkan tubuh.

"Tapi aku ingin makan di sini," ucap Grizelle polos. Dia menatap Rery tanpa rasa bersalah. Membuat pria itu terkejut dan keheranan.

"Kalau kamu ingin makan di sini, apa kita tidak perlu membelinya juga?" Suara Rery jelas menggambarkan bahwa ia sedang kesal dengan wanita di hadapannya.

"Tentu, Bos yang beli, aku tunggu di sini." Grizelle tersenyum lebar, sedangkan Rery kehabisan kata-kata untuk menjawab perkataan wanita itu.

Rery tidak menyangka akan disuruh-suruh oleh asistennya sendiri. Dia bahkan mengatakan apa yang ada di pikirannya kepada sang asisten. Namun, tanpa diduga Grizelle tetap tersenyum tanpa menjawab atau mengajak debat seperti biasanya.

Tidak lama kemudian, Rery menelepon managernya. Ia bertanya apakah makan siang sudah ada atau belum. Sang manager pun memberitahu bahwa makanan untuknya dan Grizelle sudah ada di ruangannya. Setelah mengetahui hal itu, Rery segera menutup teleponnya dan memasukkan ponselnya ke dalam saku.

"Makanan sudah ada di ruanganku, kalau kamu mau makan di sini turun dan ambil! Enak saja kamu meminta bosmu untuk mengambilnya!" ucap Rery dengan kesal.

"Hehehe, baiklah Bos, aku akan mengambil makanan kita. Jangan marah ya Bos, tadi aku hanya bercanda saja." Grizelle tetap tersenyum seolah dia tidak salah. Wanita itu pun segera bangkit dan meninggalkan Rery seorang diri di rooftop.

Karena merasa sudah sangat lapar, ia bergegas ke ruangan Rery dengan berjalan cepat. Setibanya di sana tidak ada seorang pun, yang ada hanya dua kotak makan dan juga minuman. Akhirnya dia segera mengambilnya dan bergegas meninggalkan ruangan.

Di lorong, Levin yang tengah berjalan bersama rekannya melihat Grizelle yang hendak kembali menemui Rery. Dia menghentikan langkah dan ingin menyapanya, tetapi wanita itu bergegas masuk ke lift dan membuatnya tidak sempat memanggil.

"Ada apa?" tanya rekan Levin.

"Tidak ada, ayo!" Mereka pun kembali melanjutkan perjalanan. Namun, pikiran Levin masih tertinggal saat ia melihat sosok cantik Grizelle.

***

Setibanya di rooftop, Grizelle yang membawa makanannya segera meletakkan di meja. Namun, Rery memintanya mengambil kembali karena ia ingin mengajak wanita itu pindah ke tempat lain.

Belum sampai Grizelle bertanya, Rery sudah menjelaskan. "Jika kita makan di sini, belum sampai makanannya habis, kita sudah akan menjadi seonggok abu."

"Lalu? Kita akan turun?" tanya Grizelle.

"Tenanglah, kita tetap di sini. Kemari!" ajak Rery. Mereka berjalan melewati pohon yang tertanam rapi. Semakin lama, langkah keduanya pun semakin jauh dari pintu yang ada. "Nah, di sini. Kita bisa makan di sini tanpa harus terkena terik matahari," imbuh Rery begitu mereka tiba di tempat paling ujung dan tertutup banyak pohon.

"Wah, aku tidak menyangka ada tempat seperti ini. Jika sekali lihat saja aku pikir ini hanya tempat dengan pohon yang berdekatan. Tapi ternyata ada meja dan kursinya juga, bahkan di atas ada kain bermotif kotak-kotak yang menutupi," ucap Grizelle. Wanita itu segera duduk dan bersandar menikmati angin yang berembus.

"Memang, awalnya di sini hanya pohon yang berdesakan karena di tempat kita tadi tidak bisa ditaruh banyak pohon. Tapi, karena kadang aku kemari saat siang dan terik matahari sangat menyengat, akhirnya aku menggeser beberapa pot dan meletakkan meja kursi ini di sini. Rery menjelaskan sambil membuka makanannya. "Sudah, segera makan dan kembali turun!"

Setelah Rery meminta wanita di sampingnya untuk segera makan, suasana pun berubah menjadi hening. Mereka sama-sama kelaparan dan menikmati makanan dengan tenang. Tidak ada tanya jawab seperti biasa, hanya kunyah-mengunyah saja yang sibuk dilakukan sang idola dan penggemarnya.

"Hey! Makanlah dengan anggun, kamu ini wanita bukan?" Rery yang tidak sengaja menoleh ke arah Grizelle, melihat ada nasi di ujung bibirnya. Ia pun mengambilnya tanpa permisi, hingga membuat wanita yang tengah melahap makanannya terkejut.

"Me-memangnya aapa hubungannya makan anggun dengan wanita?" Grizelle bertingkah layaknya orang kesal, padahal ia merasa malu sekaligus senang.

"Tentu saja. Di mana-mana, wanita itu makan dengan anggun, pelan, mana ada wanita makan sampai nasinya jalan-jalan ke sana kemari," sahut Rery. Pria itu terus mengatakan banyak hal untuk membuat Grizelle merasa kesal, sayangnya wanita itu memilih diam dan menghabiskan makanannya.

Setelah makanan keduanya habis, mereka sama-sama bersandar sembari menatap langit yang ada di ujung pandang. Desiran angin yang meniup kain penutup menjadi alunan tersendiri yang menemani suasana siang itu.

"Bos!" panggil Grizelle tiba-tiba. Wanita itu tetap diam dalam posisinya tanpa beralih ataupun menatap sang idola.

"Hmm?" Rery juga sama, ia tetap diam. Bahkan matanya terpejam.

"Apa Bos menikmati pekerjaan Bos saat ini?" Suasana sejenak hening. "Ah, bukan apa-apa. Aku hanya penasaran saja. Pasti enak ya dicintai banyak orang," imbuhnya.

Rery membuka mata, dia menoleh menatap wanita yang melontarkan pertanyaan padanya. Setelah mengambil posisi duduk, ia pun menjawab, "Saat banyak orang yang mencintai, saat itu juga banyak orang yang membenci. Apapun itu, tinggal bagaimana kita menerima keadaan."

Kini pria itu bangkit dari duduknya. Ia pun menggaruk dahinya dan segera mengajak Grizelle untuk kembali. Tanpa menjawab, wanita yang masih duduk mengamatinya pun segera bangkit sembari membawa bungkus makanan untuk di buang.