webnovel

My Husband Is a CEO

Putaran alunan waktu membuat dua insan bertemu, lewat sebuah kejadian tidak terduga Elvan dan Nesya menjalin hubungan hikmad tanpa dasar cinta. Terpaksa menikah karena dijebak oleh teman-temannya, bukannya suka, Nesya justru semakin membenci Elvan–Suaminya. Kesal pun senantiasa menyelimuti hati, lalu apakah nanti Sang Penguasa membolak balikkan hati? "Aku tidak ingin ikut Pria Miskin itu, Ma!" Pria Miskin—sebutan Nesya pada SUAMI DADAKAN-nya. Lalu apakah benar Elvan lelaki miskin seperti dugaannya? Fine. Elvan tidak masalah dikatakan "Miskin" sama sekali tidak terhina, dia pun hanya melepaskan satu kata dari sela bibirnya, "Jangan menilai seseorang dari penampilannya." Kata-kata itu seperti memberikan peringatan keras untuk sang Istri yang mempunyai taraf kesombongan, keangkuhan, dan keras kepala luar biasa, buktinya Nesya masih saja mengatai Elvan dengan hinanya, walau pun sedikit demi sedikit lelaki itu mulai membuka siapa dia sesungguhnya. Namun, seiring perjalanan pernikahan, banyak misteri yang menjadi pertanyaan dalam benak Nesya tentang sang suami. Penasaran tentang itu, Nesya pun diam-diam sering kepo dengan kehidupan pribadi sang suami. Bagaimana akhir perjalanan pernikahan mereka. Ikuti kisahnya di My Husband Is a Ceo

Maidina_Asifa94 · Urban
Not enough ratings
35 Chs

Kepergok Warga

"Ini tidak bisa dibiarkan! Mereka harus bertanggung jawab atas perbuatan mereka."

"Iya. Mereka harus bertanggung jawab. Mereka harus dinikahkan."

"Kami tidak ingin ikut menanggung dosanya."

"Mereka harus menikah."

"Iya! Mereka harus menikah!"

"Kalau perlu sekarang juga!"

Sorakan itu ramai keluar dari mulut-mulut para petani teh yang memergoki Nesya dan Elvan pagi itu. Mereka tidak terima kalau gubuk mereka dijadikan sebagai tempat untuk berbuat yang tidak-tidak.

"Tapi, kami tidak melakukan seperti yang kalian pikirkan." Nesya mencoba membela diri dan menjelaskan apa yang terjadi. Namun ....

"Kalau sudah ketahuan seperti ini, siapa yang mau mengaku," debat salah satu petani.

"Saya berani bersumpah tidak melakukannya, Pak," balas Nesya penuh lirihan air mata. "Van, lo bantu gue jelasin dong," pinta Nesya.

"Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi. Semua sudah jelas. Kami memergoki kalian dalam keadaan tidak wajar."

Elvan tidak bisa membela diri lagi. Semua sudah terlanjur basah karena mereka memang ditemukan dalam keadaan yang benar-benar tidak memungkinkan.

***

Satu jam sebelumnya ....

Pagi yang harusnya menjadi pagi yang indah dan cerah berubah tegang seketika. Di kala ada sebuah suara gaduh membangunkan Elvan dan Nesya.

"Pak Elvan!" Seorang lelaki paruh baya menutup mulutnya dengan tangan.

Merasa ada yang menyebut namanya, Elvan membuka mata. Dan sontak menatap pada beberapa bayangan yang mengitari dirinya.

"Apa yang Pak Elvan lakukan di sini?"

Baru sadar setelah adanya pertanyaan dari warga tersebut, Elvan bergerak dan merasakan tubuhnya berat. Sedikit menunduk, alangkah terkejutnya dia saat itu.

"Ini bisa saya jelaskan," terang Elvan.

Namun, belum sempat dia menjelaskan. Nesya menggeliat dan semakin mengeratkan pelukannya. "Nes, bangun," pinta Elvan yang sudah merasa gelagapan.

"Gue masih ngantuk. Bentar lagi ya? Lagian lo ngajakin gue main sampai tengah malam banget."

Deg!

Gumaman pelan dari Nesya masih terdengar jelas di telinga para petani teh tersebut. Melotot tajam, di detik berikutnya mereka siap mengamuk dan meminta pertanggung jawaban atas perlakuan dua anak muda tersebut.

"Kalian harus bertanggung jawab!"

"Kalian harus dinikahkan!"

"Kami tidak ingin ikut menanggung dosa dan akibat dari perbuatan tidak senonoh kalian!"

Elvan sudah tidak tahu harus menjelaskan apa, karena warga sudah terlanjur salah paham akan situasi di sana. Mengguncang tubuh Nesya, dia memaksa wanita yang masih erat memeluknya itu untuk bangun dan melihat kondisi yang kacau sekarang.

Mata Nesya sontak terbelalak. "Beraninya lo meluk-meluk gue. Dan ... kenapa lo nggak pakai baj–"

"Kalian harus menikah!"

"Kami tidak ingin ikut menyandang dosa yang kalian buat!"

Nesya ternganga menatap banyaknya orang di sekitarnya. Sementara Elvan, dia mulai beranjak berdiri dan menyambar jaket yang terjemur di dekatnya. "Saya bisa menjelaskan apa yang terjadi," ucap Elvan pada warga. "Ini semua tidak seperti yang kalian lihat dan pikirkan."

"Semua sudah jelas Pak Elvan," debat seorang lelaki paruh baya. "Lihat keadaan kalian, apa kami masih bisa percaya, jika kalian tidak berbuat yang macam-macam."

Nesya menunduk untuk menatap tubuhnya. Meneguk saliva, dia sadar apa kesalahannya dengan Elvan. Tidak mungkin ada yang percaya kalau mereka hanya menjelaskan berdua saja sekarang. Memutuskan menghubungi teman-temannya, dia meminta bantuan untuk bisa mengeluarkan dia dari masalahnya.

Selang beberapa lama. Chacha, Andin, Dila, dan juga orang tua dari Nesya datang secara bersamaan. Turut menyaksikan bagaimana drama demi drama akan berjalan.

"Mama, Papa!" Mata Nesya terbelalak lebar, tidak menyangka kalau orang tuanya berada di sana.

"Dila," gumam Elvan. Ada rasa syukur karena gadis itu telah hadir di sana dengan keadaan baik-baik saja. Namun, tidak bisa Elvan pungkiri kalau sudut hatinya sedikit menaruh curiga.

"Nah. Mumpung sekalian ada orang tua wanitanya. Bagaimana kalau sekarang juga kita minta mereka menikah," cetus salah satu warga di sana.

"Betul!"

"Betul!"

"Tunggu! Dengarkan dulu penjelasan kami," cegah Nesya lantang. Dia menatap tiga temannya dan juga dua orang tuanya. Berharap sekali dengan bantuan mereka.

Namun siapa sangka kalau ternyata malang itu tetap akan menghampirinya. Papa—lelaki paruh baya yang harusnya bisa meredakan suasana gaduh itu justru melayangkan pukulan pada pipi mulus Nesya.

Plak!.

"Papa!" jerit Ibu Nirmala.

Sigap Elvan mendekat dan memegang bahu Nesya. Menatap kasihan pada gadis yang sontak memegang pipi merah dengan banjiran air mata itu.

"Anak kurang ajar! Bikin malu orang tua! Ternyata begini kelakuan kamu di luar!"

Tiga teman Nesya hanya bisa menunduk takut. Mereka tidak menyangka ide mereka mengerjai sang sahabat akan berakhir seperti ini.

"Maaf, Om. Ini tidak seperti yang Om pikirkan." Elvan berusaha membela Nesya.

"Kamu harus bertanggung jawab dan segera menikahi anak saya," pungkas lelaki paruh baya itu yang sontak membuat mata semua orang terbelalak.

"Apa maksud Papa? Ini tidak bisa terjadu! Aku sama lelaki miskin ini tidak melakukan apa-apa, Pa! Aku tidak melakukan apa-apa!"

Plak!

Satu tamparan lagi mendarat pada pipi Nesya. Bahkan kali ini lebih kencang hingga gadis itu hampir terhuyung jika Elvan tidak membantunya.

"Keterlaluan! Jaga ucapan kamu terhadap orang lain Nesya!" tegur sang Papa. "Lihat keadaan kamu sekarang. Memakai baju lelaki dan berduaan di tempat seperti ini. Apa masih bisa membela diri! Masih bisa mengelak lagi! Dasar anak tidak tahu diri! Dasar ...." Tangan Papa Nesya kembali melayang.

"Stop Om. Baiklah saya akan bertanggung jawab atas semua ini," tukas Elvan.

Sorot mata Nesya mengarah tajam pada Elvan. "Tidak bisa! Gue nggak mau nikah sama pria miskin seperti lo!"

"Nesya!" Kali ini justru sang Mama yang melayangkan tangannya.

"Tolong jangan sakiti Nesya, Tante," pinta Elvan yang menangkap tangan Nirmala.

"Saya akan menikahi anak Om, kalau perlu hari ini juga, tetapi bolehkah saya bicara berdua dulu dengan Om."

Elvan mengajak Bapak Wawan keluar. Menjauh dari kumpulan warga dan teman-teman Nesya yang semenjak tadi terdiam menonoton. Berbicara empat mata, dua lelaki beda generasi itu nampak sangat serius dalam setiap kata.

Sementara Nesya menatap ketiga temannya dengan tajam. "Ini gara-gara kalian!" marahnya.

"Maafkan kita, Nes," tutur Dila.

"Kalian sengajakan menjebak gue dan Elvan," tuduhnya.

"Bukan seperti itu, Nes," sela Chacha.

"Mulai sekarang persahabatan kita putus!" tukas Nesya.

"Nes, jangan gini dong, Nes. Kita minta maaf ya? Bukan begini maksud kita Nes." Andin memohon lirih pada sang sahabat.

"Gue nggak nyangka kalian tega sama gue," sambung Nesya.

"Nes, maafkan kita," mohon Dila.

"Pergi kalian!" usir Nesya. Air matanya semenjak tadi tidak berhenti jatuh membasahi pipi.

"Nes, jangan gini, dong. Kita bisa bicarakan baik-baik," bujuk Chacha.

"Pergi!" Hardik Nesya keras.

Elvan dan Pak Wawan masuk ke dalam. Lelaki muda yang terjebak skandal dengan Nesya itu pun, sontak mengelus bahu wanita itu. "Jangan seperti ini," tegurnya lembut.

Menatap tiga teman-teman Nesya, Elvan pun mengedarkan pandangannya pada semua warga. "Baiklah, kami akan menikah sekarang juga," pungkas Elvan.

"Tidak! Ini tidak bisa!" histeris Nesya.