webnovel

My First Soulmate

Catharyna May memasuki kelas SMA-nya di sekolah Hecolan International Academy. Saat itu ia datang terlambat di hari pertama masuk sekolahnya. May ingin memaksa masuk tetapi dihadang oleh penjaga sekolah yang membuat seorang pria datang. Pria itu mirip dengan seseorang yang May kenal. Hari pertama sekolah di HIA May sudah harus mengerjakan hukuman, menulis ulang soal ujian beserta jawabannya. May yang tidak terima karena hanya salah satu nomor memutuskan untuk pulang tanpa mengerjakan hukumannya. Keesokannya ia dipanggil oleh Gabriel untuk lari keliling lapangan. Ia ingin menolak tapi percuma, kedudukan Gabriel lebih tinggi darinya. Di situ, May bertemu dengan seorang pria yang baik, berbanding terbalik dengan Gabriel, Aaron. Perjalanan May tidak hanya sampai di situ saja. Ia mendapat ancaman dari Amora, gadis yang menyukai Gabriel sejak lama itu untuk menjauhi pria pujaannya. May tampak bingung dan merasa itu hanya ancaman biasa karena May tidak menyukai Gabriel. Kejadian di laboratorium Kimia membuat benih-benih cinta May dengan Gabriel tumbuh perlahan. May mengobati luka Gabriel karena terkena asam akibat dirinya yang tidak fokus saat pelajaran. Seiring berjalannya waktu, May mulai menemukan kecocokan Gabriel dengan pria yang ia suka saat masih kecil itu. Sampai tibalah saatnya pesta dansa yang membongkar rahasia, kalau ternyata Gabriel memang orang yang May cari selama ini, tapi sayangnya Gabriel sudah mempunyai pasangan, Agatha, temannya sejak kecil dan juga May. Tidak mau mendengar penjelasan dari Gabriel karena kecewa, May malah menejauhi pria itu, Tapi bagaimana lagi, May sudah terlanjur menyayangi pria itu dan terus memikirkan tentangnya. Kejadian yang tidak terduga hadir, Gabriel berpacaran dengan Amora yang membuat hati May terluka. Di saat Gabriel mengatakan alasan sebenarnya ia berpacaran dengan Amora membuat May tersentuh. Ternyata ia melakukan semua itu untuk dirinya seorang.

Grace Kosuga · Teen
Not enough ratings
24 Chs

In Love With Him

"Kalah?" Aduh, kenapa juga aku bertanya. Aku memicingkan mata ke arahnya. "Lalu, apa tujuanmu datang kemari? Kalau tidak ada urusan yang penting, kamu bisa pulang karena aku harus mencari obat pereda pusing." Tinggal sedikit lagi pintu tertutup, namun sebuah tangan menahannya. Aku membuka pintu itu kembali.

"Aku ingin mengambil jaketku."

Oh, jaket. "Hm, masuklah." Aku memasuki rumah disusul Gabriel.

"Kamu duduk saja, aku akan ambilkan jaketnya." Aku mempersilahkan Gabriel duduk di sofa. Langkahku berjalan menaiki tangga.

♛♛♛

"Ini." Aku memberikan jaket pada Gabriel. "Sudah' kan? Kalau tidak ada hal lain, kamu boleh pulang."

Gabriel menerimanya lalu ia tersenyum tipis. "Kamu ini mau mengusirku, ya?" Ia bangkit dari duduknya.

"Bukan itu maksudku ...." Astaga, orang ini mengebalkan sekali. "Maksudku ...."

"Apa?" Mata Gabriel masih terfokus melihat ke arahku.

"Itu ...." Aduh, kenapa kepalaku pusing sekali, ya. Pandanganku juga buram.

"Kamu kenapa?"

Aku menggeleng pelan. Pusing .... Wajah Gabriel terlihat berbayang. Seketika pandanganku menjadi gelap.

♛♛♛

Aku membuka kedua mataku secara perlahan, berusaha bangkit dari tempat tidurku.

Kenapa aku bisa ada di ranjang, ya? Seingatku tadi aku sedang berada di ruang tamu bersama Gabriel.

Aku melihat sekeliling. Mataku tertuju pada saputangan yang berada di atas nakas. Di sampingnya juga ada kotak obat pereda pusing.

Saputangan ini milik siapa, ya? Apa mungkin ini punya mama?

♛♛♛

"Ma."

Mama yang sedang memasak pun menoleh lalu tersenyum. "Kamu tadi tidur pulas sekali. Seharusnya besok kamu sudah bisa masuk sekolah."

"Ini saputangan mama?" Aku memperlihatkan saputangan berwarna biru langit berbahan lembut itu.

Mama yang sedang menaruh hidangan di atas meja menoleh ke arah yang dimaksud. "Bukan."

Bukan? Jadi, ini ....

"Tadi mama lupa memberitahumu kalau obat pereda pusingnya ada di laci dekat dapur. Tapi ternyata kamu sudah menemukannya."

Tunggu dulu. Saputangan ini bukan punya mama. Dan aku ... bukan aku yang menemukan obatnya. Aku saja kesulitan mencarinya.

"Mama pasti kelelahan, ya, tadi membawaku sampai ke kamar?" Aku duduk di hadapan mama sambil tertawa kecil.

"Mama saja baru pulang 10 menit yang lalu, sayang. Kamu pasti belum sepenuhnya sadar, ya?" Mama tersenyum sambil memberikan sepiring nasi dengan ayam goreng mentega kepadaku.

Aku menerimanya. Ini aneh. Mama baru pulang 10 menit yang lalu. Jadi, siapa yang membawaku sampai ke kamar? Bahkan sampai mengobatiku segala.

Apa jangan-jangan ....

♛♛♛

"Aku senang kamu bisa masuk sekolah juga akhirnya!" Visera memelukku dengan erat.

Aku hanya tertawa kecil. Baru saja aku memasuki kelas, aku sudah mendapat sambutan.

"Padahal aku hanya tidak masuk sehari, loh." Aku menaruh tas di atas meja.

Visera menyusulku duduk, lalu berbisik, "Iya, kamu beruntung kemarin tidak masuk."

"Kenapa memangnya?"

"Kemarin Amora sudah menyiapkan rencana jahat untuk mencelakaimu. Tapi karena kamu tidak masuk, rencananya gagal. Sebenarnya tidak gagal, tapi ketahuan."

Aku tertawa. "Oh, ya? Sayang sekali, ya, rencananya gagal." Kulihat Visera yang sedang menyiapkan buku. "Memang ketahuan oleh siapa?"

Visera menoleh. "Ketahuan oleh ...."

Hiane datang memasuki kelas. "Semuanya, segera ke lapangan! Pak Ezekiel sudah menunggu!"

♛♛♛

Ah, lelah sekali. Untung tadi Pak Ezekiel hanya menyuruh kami untuk berlatih mendrible bola basket. Ya, setidaknya itu lebih baik daripada lari keliling lapangan.

Aku menutup kran air lalu mengeringkan kedua tanganku dengan kain lap yang tergantung di samping wastafel.

Aku baru tahu lapangan sekolah ini ada tempat untuk mencuci tangan. Tapi ini mempermudah agar tidak perlu ke toilet.

"Hai." Suara tersebut membuatku menoleh. "Aku senang kamu sudah baikan."

Aku tersenyum. "Terimakasih. Kan berkat dirimu juga yang sudah membantu mengobatiku."

"Mengobati maksudnya?"

♛♛♛